Ceknricek.com — Sembilan belas anggota satuan khusus kebanggaan Australia – dikenal dengan nama SAS alias Special Air Service atau Pasukan Udara Khusus – dituding telah melakukan kejahatan perang ketika diterjunkan ke Afghanistan sebagai bagian dari pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat untuk menghadapi Taliban.
Tudingan ini termuat dalam laporan Inspektur Jenderal Pasukan Pertahanan Australia yang disampaikan kepada masyarakat Kamis siang oleh Panglima Pasukan Pertahanan Australia Jenderal Angus Campbell yang mengatakan telah menyampaikan permintaan ma’af kepada Afghanistan.
Seluruhnya ada 39 orang Afghanistan yang dikatakan telah menjadi korban kejahatan perang oleh tentara khusus Australia ini, dan pemerintah Afghanistan sebelumnya telah menghimbau agar pihak berwenang Australia meminta ma’af kepada sanak keluarga para korban di Afghanistan.
Sebelumnya Perdana Menteri Australia yang Selasa lalu berkunjung ke Jepang untuk urusan kerjasama antara kedua negara, dalam hal ini menandatangani pakta pertahanan dengan Jepang yang telah digarap selama enam tahun antara kedua negara dan kini memancing amarah Cina yang menuduh Australia sebagai antek Amerika, memperingatkan rakyat Australia agar siap untuk menerima kenyataan pahit yang bakal diungkapkan. Sementara mengenai tanggapan sengit Cina itu, Perdana Menteri Morrison tidak bersedia surut langkah.
“Australia adalah Australia, dan merupakan sebuah negara yang berdaulat yang menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan kepentingannya,” begitu kira-kira tanggapan Perdana Menteri Scott Morrison yang sebelum laporan tentang tudingan kejahatan perang itu diterbitkan telah memperingatkan rakyat Australia tentang “berita yang berat dan sulit.”
Bentuk kejahatan perang yang ditudingkan itu beragam, termasuk apa yang dalam istilah kemiliteran disebut sebagai “blooding” – diambil dari kata blood/darah – dan dalam kaitan ini adalah mendorong seorang prajurit yang masih “hijau” untuk pertama kali berkenalan dengan akibat dari perbuatannya, yaitu mengucurkan darah musuh, tapi dalam kasus blooding yang dijadikan seperti “musuh” bukanlah lawan (Taliban) dalam pertempuran melainkan ada kalanya warga sipil, atau tawanan yang sudah tidak berdaya.
Laporan Inspektur Jenderal Pasukan Pertahanan Australia itu juga mengecam “budaya” di kalangan pasukan khusus yang ditudingnya menutup-nutupi kejahatan (perang).
Sebagai tindak-lanjut dari penyelidikan ini, pemerintah akan menunjuk Penuntut Umum Khusus dan melibatkan Kepolisian Federal untuk menggarap tudingan ini hingga sampai ke ranah hukum. Mereka yang nantinya akan diadili, akan dituntut, antaranya, hukuman seumur hidup, atau hukuman 25 tahun penjara.
Pihak Taliban mengatakan, cukup berjaya selama ini (terbukti dengan adanya pendekatan oleh Amerika yang mengajak musuhnya itu merundingkan perdamaian yang dilangsungkan di Qatar) gegara perbuatan pasukan-pasukan khusus koalisi Barat, termasuk Australia, yang oleh rakyat Afghanistan tidak disukai.
Dikatakan rakyat Afghan sama sekali tidak sudi dan tidak berkenan melihat tentara asing mencecahkan kaki mereka di bumi Afghanistan. Jurubicara Taliban dalam wawancara dengan media di Australia mengatakan sekadar meminta maaf saja masih belum memadai.
“Kami menuntut agar negara-negara yang dengan jujur menangani hal-hal seperti ini, menjenguk sanak keluarga para korban dan menanyakan apa yang mereka inginkan (sebagai imbalan dari perbuatan kejahatan perang itu)” katanya.
Penyelidikan yang berlangsung selama 4 tahun itu juga mengikutsertakan Komisi HAM Afghanistan yang mengatakan, penugasan pasukan Australia di Afghanistan adalah demi memperbaiki peri kehidupan rakyat Afghan, dan tidak semua dan segalanya yang dilakukan pasukan Australia adalah salah, namun memang ada insiden-insiden yang sangat menggemparkan. Dianjurkannya agar para korban (atau sanak keluarga mereka) hendaknya mendapat semacam pampasan dari pemerintah Australia.
Rakyat Australia umumnya sangat membanggakan kemampuan dan peran bala tentaranya, sejak dari sebelum Perang Dunia I, hingga sekarang ini. Ketika Partai Buruh beroposisi dalam tahun 2003, mereka menolak keputusan pemerintah Partai Liberal dan Partai Nasional Australia untuk memenuhi ajakan Amerika untuk bersama-sama menyerbu Iraq. Namun ketika akhirnya Australia, karena pemerintah Perdana Menteri John Howard mempunyai mayoritas suara dalam parlemen, tetap menugaskan kontingen Australia ke Iraq, mereka mendukung sepak terjang pasukan Australia itu.
Bahkan ada desas desus yang menyebutkan adalah pasukan khusus Australia yang pertama-tama diterjunkan ke Iraq untuk mempersiapkan penyerbuan oleh pihak “Koalisi Yang Sama-Sama Rela” (Coalition of the Willing), pimpinan Amerika itu.
Bagi prajurit Australia sendiri penugasan ke luar negeri untuk ikut melakoni “peperangan orang lain” (seperti Inggeris dan Amerika di Vietnam, misalnya) bukanlah persoalan baru. Suka dikemukakan bahwa Australia hanya dalam dasa warsa tahun 1920-an saja tidak ikut berperang, meski negerinya sendiri, baru sekali mendapat serangan, yaitu dari Jepang dalam Pertang Pasifik.
Seorang prajurit Australia kelahiran Indonesia, ketika berbincang dengan penulis mengaku ingin sekali mendapat penugasan ke Afghanistan.
“Kenapa?” tanya penulis.
“Ada dua manfaatnya. Tambah pengalaman di bidang operasi dan bonus operasional yang cukup menggiurkan,” jelasnya.
Waktu itu, sekitar 10 tahun silam, dia sudah berpangkat cukup tinggi, sersan, dan setiap prajurit (termasuk yang kulit putih) lainnya yang melewatinya harus memberi hormat kepadanya.
Ketika penulis tanyakan apakah ia yakin mereka ikhlas memberi hormat kepadanya, ia dengan enteng menjawab, “Ikhlas tidak ikhlas bukan urusan, pokoknya mereka yang berpangkat lebih rendah, wajib memberi hormat kepada saya.” Itulah disiplin ketentaraan yang menurut pujangga Inggeris Lord Alfred Tennyson:
“Theirs not to reason why
Theirs but to do and die.
“Kewajiban seorang prajurit bukanlah menyoal perintah atasannya, melainkan melaksanakannya dan gugur.”
Apa lacur gegara ulah sejumlah anggota pasukan khusus itu, semua satya lencana yang pernah dianugerahkan kepada Skwadron Ke-2 Pasukan Khusus (SAS) kini akan ditarik kembali. Ibarat rusak susu sebelangan gara-gara nila setitik. Wallahu a’lam.
Baca juga: Badan Intel Australia, Awas Ada Upaya Asing Bina Politisi Australia
Baca juga: Di Australia yang Mengaku Manusia Berdaulat Merasa Kebal Hukum