Ceknricek.com — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan autopsi verbal di 34 Provinsi untuk menemukan penyebab kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Hal ini diungkapkan Perwakilan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Tri Hesti Widyastuti, dalam Diskusi Publik Membedah Persoalan Sebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan, di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Senin (13/5).
“Saat ini masih 17 dari 34 provinsi, jadi belum semua KPPS di TPS kabupaten atau provinsi dilakukan autopsi verbal karena tidak mudah,” ujar Hesti.
Hesti mengatakan, autopsi verbal adalah wawancara dengan orang-orang terdekat petugas KPPS yang meninggal. Anggota KPPS yang akan diautopsi verbal hanyalah mereka yang meninggal di luar rumah sakit.
“Sampai saat ini, usia korban meninggal tertinggi di atas 50 tahun, kebanyakan karena gagal jantung, stroke, dan kecelakaan lalu lintas,” kata Hesti.
Hesti menegaskan pihaknya sudah memberikan perintah pada Dinas Kesehatan Provinsi untuk melakukan autopsi verbal.
“Dari dinas akan berkoordinasi dengan puskesmas untuk melakukan autopsi verbal kepada petugas KPPS yang sakit dan kerabat petugas KPPS yang meninggal,” ungkap Hesti.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M. Faqih mengatakan, tingkat validitas autopsi verbal tidak tinggi, sebab pemeriksaan atau wawancara bukan dilakukan langsung oleh korban melainkan kerabat.
“Kami lebih mendorong autopsi medik atau jenazah karena nilainya lebih tinggi dan lebih valid,” ujar Faqih.
Faqih mengatakan, prosedur dari autopsi jenazah sudah diatur dalam KUHAP Pasal 133 dan 134, dan yang berhak melakukan adalah penyidik.
Kendati demikian, ada prosedur lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981. Dalam aturan tersebut, ada prosedur bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis.
“Autopsi tentunya berdasarkan persetujuan keluarga pasien, rumah sakit, dan pemerintahan daerah,” kata Faqih.