Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu
  • Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia
  • Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin
  • Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara
  • Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Berbenah Menahan Defisit

Opini May 17, 20197 Mins Read

Ceknricek.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sudah mendekati dahan Rp14.500. Otot Sang Garuda terus letoy dan bisa saja bertengger di angka Rp15.000 per dolar. Itu adalah angka buruk yang bisa mengancam dunia usaha. Di sisi lain indeks harga saham gabungan (IHSG) juga turut merunduk. Kamis (16/5), IHSG menyentuh 5.895,74. Selama sepekan, rupiah dan IHSG menunjukkan kecenderungan terus melemah.

Sentimen negatif itu datang mengiringi laporan neraca dagang periode April yang defisit US$2,5 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka defisit tersebut terbesar sejak Juli 2013. Bahkan ada yang bilang itu adalah defisit terburuk sepanjang sejarah. Sudah begitu, perang dagang antara AS dan China turut memperkeruh pasar.

Lalu, mengapa negeri ini tiba-tiba menjalani sejarah dagang yang begitu menyedihkan? Benarkah ini gara-gara Amerika Serikat dan China yang gemar ribut? Selanjutnya bagaimana memperbaiki kondisi ini?

Kepala BPS, Suhariyanto, menyebut defisit neraca perdagangan yang diderita pada April tersebut berasal dari neraca dagang migas yang minus US$1,49 miliar dan nonmigas yang defisit US$1 miliar.

Suhariyanto. Sumber: Republika

Nilai ekspor Indonesia pada April 2019 mencapai US$12,60 miliar, turun 10,80% dibandingkan Maret 2019 (month to month/mtm). Jika dibandingkan April 2018, penurunannya lebih dalam, yakni mencapai 13,10%.

Di sisi lain, nilai impor naik 12,25% menjadi US$15,10 miliar (mtm). Namun, apabila dibandingkan April 2018, nilai impor turun 6,58%.

Suhariyanto bilang, ada dua faktor yang paling memengaruhi penurunan kinerja dagang. Pertama, melambatnya perekonomian global. Kedua, harga komoditas yang masih berfluktuasi, di antaranya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP).

Pernyataan Suhariyanto ini dibenarkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro. Semua ini imbas dari situasi perdagangan global yang tidak kondusif. “Ada dua hal, melemahnya permintaan global dan dampak dari perang dagang,” katanya.

Bambang Brodjonegoro. Sumber: KiniBisa

Hampir semua negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia menahan permintaan. Hal itu utamanya dipicu akibat ketegangan perang dagang antara dua raksasa ekonomi terbesar di dunia: AS-China. Peristiwa ini berdampak karena kedua negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sekendang sepenarian. Menurut dia, permintaan ekspor dari mitra dagang utama menurun. “Sinyal ini menggambarkan bahwa ekonomi dunia memang mengalami situasi yang tidak mudah,” tambah Menteri Sri.

Sri Mulyani. Sumber: Istimewa

Meski begitu, dia mengakui faktor internal turut memengaruhi terjadinya defisit neraca perdagangan. Ia memperkirakan, banyak perusahaan yang menggenjot impor sebelum Lebaran. “Mungkin mereka melakukan kalkulasi karena sesudah Lebaran akan ada libur panjang. Jadi, semuanya (impor) ditumpuk di bulan April,” ujar Menteri Sri.

Industri yang Melambat

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, menyebut menyodorkan angka-angka soal pengaruh perlambatan ekonomi global itu. “Dalam rantai pasok global posisi Indonesia juga terimbas oleh perang dagang Amerika Serikat vs China. Ekspor ke AS dan China bulan April masing-masing  turun 5% dan 10% secara tahunan,” katanya. “Trade war juga membuat harga komoditas unggulan masih rendah seperti harga CPO, karet dan batubara sehingga berdampak signifikan terhadap turunnya kinerja ekspor.”

Bhima Yudhistira. Sumber: JawaPos

Di luar itu, ekspor migas yang menurun 42% secara tahunan ini karena rendahnya harga minyak mentah, penurunan demand dan kebijakan pemerintah untuk alokasi pasokan domestik sebagai persiapan BBM jelang arus mudik lebaran.

Selanjutnya, di sisi impor negara yang terlibat trade war mengalihkan kelebihan produksinya ke Indonesia. Ini terlihat dari impor barang konsumsi sepanjang April meningkat 24% dibanding bulan sebelumnya. Impor spesifik asal China tumbuh 22% secara tahunan. “Kita makin bergantung pada barang dari impor untuk memenuhi kebutuhan khususnya jelang ramadhan lebaran,” ujar Bhima.

Menurunnya kinerja ekspor juga menunjukkan indikasi perlambatan industri manufaktur. Sebab, menurut ekonom Andry Satrio Nugroho, kondisi tersebut diiringi dengan kinerja impor bahan baku/penolong dan barang modal yang melambat masing-masing 6,28% dan 8,68% dibandingkan tahun lalu.

Ekspor non-migas memiliki kontribusi besar terhadap total nilai ekspor turun 10,98 (yoy). “Ekspor industri manufaktur bahkan jatuh lebih dalam 11,82%,” ujarnya.

Pola industri Indonesia memiliki kelemahan di sektor hulu yang masih mengandalkan impor. Ketika impor turun, terutama pada bahan baku dan barang penolong, hampir dapat dipastikan terjadi perlambatan pada industri dan investasi.

Perluasan Pasar

Di sisi lain, Andry juga menyebut tentang hambatan perdagangan CPO juga turut andil dalam masalah perdagangan Indonesia. Sejumlah negara dan kawasan kini mulai tertutup terhadap CPO Indonesia. Padahal, CPO merupakan kontributor utama ekspor nonmigas bagi Indonesia. Penurunan ekspor tersebut dapat dilihat dari kontraksi pada golongan barang HS 2 digit lemak dan minyak hewan nabati sebesar 19,88%.

Andry Satrio Nugroho. Sumber: Youtube

Andry mengatakan banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah, salah satunya menyelesaikan permasalahan ekspor sawit. Yakni dengan cara mencari pembeli potensial selain negara-negara tradisional yang saat ini masih tertutup dan memberikan restriksi terhadap produk-produk Indonesia. “Itu untuk jangka pendek,” katanya.

Untuk jangka panjang, Indonesia harus bisa beralih atau melakukan diversifikasi komoditas ekspor. Yakni dari ekspor berbasis komoditas, seperti sawit dan batu bara menjadi ekspor berbasis barang-barang berteknologi tinggi.

Sumber: Td-Informasi

Bhima juga menyarankan dilakukannya perluasan pasar ekspor mutlak diperlukan untuk diversifikasi risiko perang dagang. Dia menyebut pasar Afrika Utara, Eropa Timur bisa didorong untuk menyerap kelebihan produksi ekspor.

Di sisi lain, pemerintah perlu mengendalikan impor barang konsumsi melalui pengawasan ketat di pintu pintu masuk barang impor utama. Termasuk pengawasan wajib SNI.

Lebih jauh lagi, Indonesia perlu meningkatkan daya saing produk domestik untuk bersaing dengan produk impor asal China.

Perlu juga pengaturan porsi barang impor di e-commerce. Selama ini 97% barang yang ada di ecommerce adalah produk impor. Porsinya harus diubah dengan regulasi 70% wajib produk dalam negeri.

Selain itu, neraca migas perlu diperbaiki dengan mengoptimalkan lifting minyak, mempercepat pembangunan kilang, konversi penggunaan BBM solar dengan gas khususnya untuk kebutuhan industri dan mendorong perpres insentif mobil listrik segera keluar.

Neraca. Sumber: Liputan6

Dalam jangka pendek, tambah ekonomi Ahmad Heri Firdaus, Indonesia bisa memperbanyak perjanjian bilateral untuk meningkatkan penjualan dari produk ekspor unggulan Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan membaca peluang yang muncul akibat perang dagang.

Ahmad Heri Firdaus. Sumber: Twitter

Dia mencontohkan karena perang dagang, impor China atas kedelai AS merosot. Lantaran itu Indonesia bisa memperbanyak ekspor minyak kelapa sawit ke China sebagai substitusi kedelai sebagai minyak nabati.

Jika berhasil dilakukan, Indonesia bisa mengurangi defisit dagang ke China yang saat ini merupakan yang terbesar. Bahkan untuk periode Januari – April 2019, defisit dagang Indonesia – China melebar 23,26% dari US5,76 miliar menjadi US$7,1 miliar.

Begitu pula dengan AS. Produk-produk yang tadinya dipasok dari China bisa diupayakan diekspor dari Indonesia. Vietnam telah mencuri start dalam melakukan strategi ini.

Tak berhenti di kedua negara, perjanjian bilateral bisa dilakukan dengan negara lain untuk menjual produk unggulan Indonesia. Cara ini bisa berhasil jika Indonesia mampu membaca kebutuhan suatu negara dengan jeli, tidak hanya terbatas pada menghasilkan produk tetapi produk harus bisa menjangkau banyak segmen masyarakat di suatu negara.

Untuk jangka menengah, pemerintah perlu serius dalam merealisasikan upaya untuk membangun industri yang bernilai tambah. Upaya ini belum menunjukkan hasil mengingat tren kontribusi industri terhadap perekonomian cenderung menurun hingga berada di bawah 20%.

Keberadaan industri ini penting karena selain bisa memperbanyak produk ekspor yang bernilai tambah, Indonesia juga bisa mensubstitusi impor barang penolong maupun barang modal.

Mencegah Kepanikan

Tak kalah penting, pemerintah juga perlu berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjaga sentimen pasar. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kepanikan berlebihan di pasar.

Untuk jangka menengah, pemerintah perlu segera membenahi strategi untuk mendorong produktivitas sektor manufaktur. Pasalnya, strategi perbaikan iklim usaha yang dilakukan selama ini tidak cukup karena selain kontribusi sektor manufaktur yang menurun, pertumbuhannya juga melambat.

Pada kuartal I 2019 lalu, laju pertumbuhan manufaktur hanya 3,86% atau di bawah pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,07%.

Bhima menambahkan, Bank Indonesia juga perlu menurunkan suku bunga acuan secara bertahap 25 basis poin (bps). Penurunan suku bunga acuan diperlukan untuk menstimulasi sektor riil. “Pengusaha ekspor kondisinya tertekan dengan kenaikan biaya produksi dan lesunya permintaan global,” kata Bhima.

Penurunan suku bunga akan menjadi angin segar sehingga tekanan bisa mereda. Daya saing pun diharapkan terdongkrak karena biaya pinjaman (cost of borrowing) menurun. “Jadi kita tunggu apa BI bernyali menurunkan suku bunga sebagai langkah pre-emptives dan ahead the curves,” tandasnya.

Selanjutnya, Bhima menyebut pengaruh kinerja net ekspor pada kuartal II diperkirakan masih tumbuh negatif. Ekonomi sepanjang tahun akan terimbas pelemahan net ekspor. Outlook ekonomi 2019 hanya tumbuh 5%.

Sumber: Istimewa

Dampak ke stabilitas jangka pendek tercermin dari pelemahan kurs rupiah dan IHSG. Investor mengantisipasi memburuknya trade war dengan melakukan flight to quality yaitu memindahkan aset berisiko tinggi ke aset rendah risiko. Ini terlihat dari kenaikan Yen Jepang terhadap dollar sebesar 2,26% dan kenaikan dollar index 0,38% sebulan terakhir (RTI). Rupiah diperkirakan menyentuh level psikologis baru di Rp14.700 per dolar. Sementara IHSG berada di 5.800-5.900 hingga akhir kuartal II 2019.

#Rupiah defisit dolar ihsg
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Seratus Tahun Mahathir

Tempat Jatuh Lagi Dikenang….

Siwak Sikat Bau Mulut

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu

Ahmad Dhani buka suara soal masa lalunya dengan Maia Estianty.

Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia

July 11, 2025

Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin

July 11, 2025

Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara

July 11, 2025

Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’

July 11, 2025

G-Dragon Batalkan Jadwal Konser Übermensch di Bangkok

July 11, 2025

Indra Sjafri Resmi Jadi Plt Direktur Teknik PSSI

July 11, 2025

Astra Masih Merajai Industri Otomotif di Semester Pertama 2025

July 11, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.