Ceknricek.com – Siapa bilang anak bangsa tidak bisa berkarya dan diakui dunia? Novi Wahyuningsih misalnya. Gadis asal Kebumen, Jawa Tengah ini memiliki aplikasi chatting bernama Callind, yang digadang-gadang sebagai pesaing WhatsApp. Novi baru melakukan soft launching Callind pada tanggal 21 April 2018 lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Kartini.
Karyanya tergolong hebat dan langsung menarik investor yang berniat membeli aplikasi Callind, kepanjangan dari Calling Indonesia itu. Tidak tanggung-tanggung, Novi disodori uang Rp200 miliar. Tapi Novi langsung menyatakan ogah!
Bukannya ia tak mau dapat rezeki nomplok bin mendadak itu. Ada alasan prinsipil yang membuat wanita berhijab itu menolak tawaran yang menggiurkan. Rupanya, venture capital dari perusahaan asing tersebut ternyata ingin mencaplok semua bisnis milik Novi. Ibaratnya, rekening Novi memang akan mendadak kembung, tapi ia sendiri tak punya bisnis lagi. Itu bukan pilihan Novi.
“Uang itu untuk membeli 6 konsep bisnis yang saya miliki yang sudah sudah siap launching,” ujar Novi saat dihubungi Ceknricek.com lewat sambungan telepon, Jumat (27/4/2018).
Wanita kelahiran 6 November 1991 ini akhirnya tak mengindahkan penawaran perusahaan asing tersebut. Ia tak ingin master piece buatannya direbut begitu saja oleh orang lain. “Mereka minta 70 persen. Saya bergaining, kok belum-belum sudah segitu (penawarannya),” ucapnya.
Baca Juga : Apa Tindakan Pemerintah untuk Bangun Ekonomi Digital
Berbagi Saham ke Masyarakat
Ketertarikan pengusaha asing untuk membeli Callind pasti ada alasannya. Ternyata, Callind memiliki fitur-fitur yang lengkap tak kalah dengan WhatsApp.Callind memiliki fitur seperti group chat, private chat, voice call, video call, kirim file. Malah ada yang lebih hebat, yakni sebuah fitur yang memungkinkan Anda untuk mencari teman secara otomatis dengan sesama pengguna Callind dalam radius 100 km meski belum terhubung sebagai kontak. Itu artinya Anda yang tinggal di Jakarta bisa mencari teman di Bogor dengan mudah.
Novi tak ingin sukses sendirian. Ia juga ingin Callind dicintai oleh masyarakat Indonesia. Dalam waktu dekat, alumnus D3 Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berencana melakukan crowdfunding atau urun dana dari masyarakat. Crowdfunding sendiri adalah praktik penggalangan dana dari sejumlah besar orang untuk memodali suatu proyek atau usaha yang umumnya dilakukan melalui internet. Novi sedang berkonsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai hal tersebut.
“Saya kan lagi pengin bikin untuk pengembangan Callind. Meminta arahan OJK, agar 10 persen saham Callind secara crowdfunding yang dilepas untuk masyarakat. Prosesnya sedang dalam tahap arahan OJK,” terang Novi.
Ia ingin masyarakat Indonesia punya rasa memiliki Callind. Sejauh ini, CEO PT Calling Citra Nusantara tersebut masih belum terpikir untuk bicara profit. Ia masih memberlakukan Callind secara gratis. “Saya ingin masyarakat Indonesia memiliki Callind dan memiliki saham. Semuanya masih gratis yang penting bermanfaat untuk masyarakat,” ucap Novi.