Hal ini diungkap Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam blog dan catatan singkat untuk para Menteri Keuangan G20 dan gubernur Bank Sentral.
Menurut dia, penerapan pajak tinggi oleh kedua negara bisa menyebabkan kerugian produk domestik bruto kedua negara hingga US$455 miliar. Angka ini setara dengan nilai ekonomi negara anggota G20, Afrika Selatan.
“Ini adalah luka yang dibuat sendiri dan harus dihindari. Bagaimana (caranya)? Dengan menghilangkan hambatan perdagangan yang baru-baru ini diterapkan dan dengan menghindari hambatan lebih lanjut dalam bentuk apa pun.” kata Lagarde dalam posting blog IMF.
“Faktanya adalah bahwa langkah-langkah perlindungan ini tidak hanya merusak pertumbuhan dan pekerjaan. Tetapi juga membuat barang-barang konsumen menjadi kurang terjangkau – dan secara tidak proporsional merugikan rumah tangga berpenghasilan rendah,” kata Lagarde.
Ketegangan perdagangan kedua negara telah membuat IMF memotong pertumbuhan 2019 sebesar 0,4 poin pada April lalu. Sehingga, pertumbuhan global pada 2019 ada di angka 3,3 persen.
Namun, Rabu (5/6), IMF mengatakan ada harapan terjadi kenaikan pertumbuhan yang moderat pada paruh kedua tahun ini. Pertumbuhan ini karena kebijakan moneter yang lebih akomodatif dan langkah-langkah stimulus ekonomi di China.
IMF memperkirakan pertumbuhan global mencapai 3,6 persen pada 2020. Tetapi, menurutnya prospek ini masih rentan akibat ketegangan perdagangan, ketidakpastian keluarnya Inggris dari Uni Eropa, pemulihan yang tidak pasti di beberapa negara yang mengalami tekanan ekonomi seperti Argentina dan Turki.
Jika pertumbuhan mulai kehilangan momentum, IMF mengatakan para pembuat kebijakan harus bertindak secara terkoordinasi termasuk tindakan untuk melonggarkan kebijakan moneter dan stimulus fiskal.
Menurutnya cara ini akan efektif jika respons kebijakan itu “disinkronkan” di seluruh dunia dan ditambah dengan reformasi struktural yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi.
Lagarde juga berpendapat agar aturan Organisasi Perdagangan Dunia diperkuat. Terutama terkait subsidi, perlindungan kekayaan intelektual, dan perdagangan jasa.
Dia mengutip penelitian IMF yang menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan jasa dapat menambah sekitar US$350 miliar untuk PDB global dalam jangka panjang.