Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu
  • Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia
  • Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin
  • Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara
  • Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Catatan Pemilu 2019: Suara Muslim yang Diperebutkan

Opini June 7, 20198 Mins Read

Ceknricek.com — Pemilu 2019 meninggalkan jejak bahwa kedua kandidat calon presiden dan wakil presiden sama-sama memperebutkan suara kaum muslim. Kedua capres dan cawapres mendadak ingin disebut sebagai santri.

Selama kampanye, politik identitas Islam menjadi kartu yang dimainkan oleh kedua kubu. Masing-masing kubu mempertontonkan bagaimana kedua pihak memainkan politik identitas Islam, dengan yang satu merespons tindakan yang lain.

Jokowi menggandeng ulama sepuh, Ma’ruf Amin, untuk meningkatkan kredibilitasnya sebagai seorang muslim yang taat sembari berharap dukungan dari Nadhlatul Ulama (NU). Foto-fotonya saat menjadi imam salat tersebar di media sosial.

Foto : Antara

Menurut Johannes Nugroho, analis asal Surabaya, keputusan Jokowi untuk mengamankan dukungan NU adalah bagian dari narasinya sebagai pendukung “Islam Nusantara”, bentuk Islam yang inklusif dan tradisional yang telah dipraktikkan oleh kebanyakan orang di dalam NU, terutama di Jawa.

Bak gayung bersambut. Seorang pakar Indonesia, Edward Aspinall mengamati, dalam pemilihan tahun ini NU telah berhasil memobilisasi pemilihnya “untuk membela visi NU tentang pluralisme dan kemoderatan, praktik Islamnya yang tradisional”. Sebagian di antara mereka membangun framing ini adalah pertarungan Islam tradisional dengan kelompok Islam garis keras. Islam Nusantara melawan Islam Wahabi, Islam ala Arab yang lebih puritan.

Di sisi lain, untuk semakin menegaskan aliansinya dengan NU, Jokowi menjanjikan lebih banyak dana untuk pesantren-pesantren NU. Dan yang terakhir, presiden berangkat umrah di akhir masa kampanyenya.

Politik identitas memang mengalami peningkatan dalam politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Survei pada tahun 2018 oleh Spectator Index mendapati 98% penduduk Indonesia mengklaim agama sangatlah penting. Dalam segala kemungkinan, identitas populis Islam tetap akan menjadi kekuatan besar.

Begitu Pelpres selesai, fakta mendapati bahwa Prabowo-Sandi memenangkan dukungan di provinsi mayoritas muslim seperti Aceh, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat, NTB, Bengkulu  dan lainnya. Sedangkan Jokowi memperoleh dukungan besar di provinsi-provinsi dengan mayoritas non-muslim, seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.

Foto : Liputan6.com

Prabowo juga menang telak di daerah-daerah yang dulunya merupakan pangkalan Darul Islam, yang pernah berjuang untuk mewujudkan negara berdasarkan syariah Islam.

Wakil Direktur Eksekutif di Pusat Studi Politik Universitas Indonesia, Hurriyah, mengatakan bahwa peta perolehan suara antara kedua calon mengkonfirmasi asumsi sejauh ini bahwa Pemilu 2019 menunjukkan besarnya pengaruh politik identitas.

“Di segmen pemilih Muslim ada perbedaan antara Jokowi dan Prabowo. Pemilih Prabowo adalah kelas menengah Muslim yang religius tetapi tidak berafiliasi politik dengan Muslim tradisional. Tetapi lebih dekat ke Muhammadiyah,” katanya. Para pemilih Jokowi adalah pemilih Muslim yang lebih tradisional seperti NU dan kelompok agamis-nasionalis.

Di Sumatera Barat, misalnya, pengaruh Muhammadiyah lebih dominan daripada NU, sehingga efek Ma’ruf tidak kuat. Oleh masyarakat lokal di sana, Jokowi dianggap tidak terlalu peduli dengan mayoritas Muslim.

Jateng dan Jatim 

Jokowi mendapat dukungan besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ini adalah wilayah Islam yang secara tradisional bercampur dengan berbagai praktik keagamaan dan kepercayaan setempat. Keberhasilan di dua provinsi berpenduduk padat ini tampaknya sebagian karena pilihannya atas Ma’ruf Amin. Wilayah ini adalah basis NU.

Presiden Jokowi dan NU (Foto : Setkab.go.id)

Ben Bland dalam tulisannya  di The Australian Financial Review berjudul Indonesian strongman lost, but identity politics won menyebut Indonesia berada di tengah-tengah pergeseran struktural ke jenis politik baru yang terpecah belah berdasarkan agama.

Clifford Geertz, dalam bukunya The Religion of Java  (1983), mengkategorikan agama orang Jawa menjadi tiga aliran: abangan, santri, dan priyayi. Istilah abangan mewakili komunitas petani dan sinkretisme Jawa. Istilah santri mewakili kelompok-kelompok Islam yang merupakan produk dari sistem pendidikan Islam. Dan istilah priyayi digunakan untuk merujuk pada birokrat dan aristokrasi Jawa.

Banyak yang mengkritik kategorisasi Geertz karena tidak berlaku lagi dalam konteks Indonesia saat ini. Namun, ketiga kelompok ini masih ditemukan dan memiliki relevansi sosial, agama, dan politik dengan situasi kontemporer Indonesia. Politik yang menggunakan ketiga kategori ini disebut politik aliran, atau politik aliran Jawa

Miftah H. Yusufpati dalam buku Membangun Citra Islam (2007) menyebut di Indonesia terdapat ratusan kelompok penganut aliran kepercayaan. Sekitar 99% kelompok berakar dari Islam.

Syafiq Hasyim dalam Indonesian Presidential Election: Abangan, Santri, And Priyayi – Three Streams In Electoral Politics, menyebut sampai saat ini, Jawa Tengah adalah provinsi di mana keberadaan aliran-aliran ini mudah ditemukan, di mana dominasi kaum abangan masih signifikan.

Daerah ini dianggap sebagai pusat kaum abangan. Biasanya, didominasi oleh partai nasionalis dan sekuler terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ini juga merupakan wilayah di mana kaum santri berbasis massa ditemukan, seperti di Demak, Jepara, dan Kudus. Partai-partai yang berorientasi Islam seperti PKB dan PPP cukup dominan di wilayah-wilayah ini.

Kaum priyayi biasanya terkonsentrasi di sekitar tempat-tempat di mana bekas kerajaan Jawa didirikan. Dalam dekade terakhir, mulai dari Pilpres 2014, menurut peneliti tamu di Program Indonesia dari Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam (RSIS), Universitas Teknologi Nanyang (NTU), Singapura ini, telah terjadi pergeseran yang kuat dan kategoris dalam orientasi sosial dan keagamaan dari ketiga kelompok aliran ini.

“Identitas mereka mencair dan kabur, tidak lagi hanya terbatas pada satu kelompok atau kategori. Ini bisa jadi karena perubahan cepat dalam keadaan ekonomi dan politik mereka,” tulisnya di Eurasiareview, 17 April lalu.

Banyak posisi politik penting di Jawa Tengah mencerminkan kondisi saling menerima dan saling mempengaruhi antara kaum abangan dan kaum santri. Para abangan mengakomodasi identitas budaya dan agama kaum santri dalam gaya hidup mereka, di satu sisi, sementara kaum santri menerima kehadiran kaum abangan di sisi lain.

Gubernur Ganjar Pranowo, misalnya, berasal dari keluarga abangan dan dari PDIP, sementara Wakil Gubernur-nya, Taj Yasin, mewakili Nahdlatul Ulama (NU) dan PPP Jawa Tengah. Pasangan itu menggambarkan pergeseran penting dan semakin longgarnya aliran yang ketat.

Apakah kaum abangan berubah menjadi kategori yang berbeda, misalnya menjadi santri atau priyayi dalam hal kecenderungan sosial, budaya, dan agama mereka? “Penelitian lapangan saya baru-baru ini menunjukkan bahwa kaum abangan cenderung merangkul beberapa elemen dari kecenderungan santri,” tulis Syafiq Hasyim.

Para kaum abangan Surakarta, Pati, Banyumas, Wonosobo, dan beberapa yang lain, telah mewujudkan perubahan penting dalam kecenderungan budaya dan agama mereka terhadap kaum santri.

Presiden Jokowi dan Kaum Santri (Foto : SuaraIslam)

Secara politis, mereka masih menjadi pengikut partai-partai sekuler dan nasionalis, tetapi terbuka untuk identitas yang berbeda. Beberapa daerah yang diidentifikasi sejak lama sebagai pusat abangan — seperti Solo dan Sukoharjo — sekarang melihat berkembangnya pusat kegiatan Islam seperti pesantren, masjid, dan kegiatan sosial-keagamaan — seperti pengajian dan Majelis Taklim.

Namun, beberapa perubahan dalam identitas kaum abangan tidak secara otomatis mempengaruhi preferensi mereka terhadap partai politik. Jawa Tengah masih merupakan provinsi penting yang mendukung PDIP sejak era reformasi Indonesia hingga masa kepresidenan Joko Widodo.

Sebuah kecenderungan serupa yang terjadi di antara kaum abangan ditemukan di kaum priyayi. Menurut Syafiq Hasyim, kelas birokrasi ini tampaknya lebih condong kepada kaum santri lebih daripada kepada kaum abangan. Banyak priyayi cenderung mengadopsi kecenderungan keagamaan kaum santri. Beberapa kota besar tempat tinggal kaum priyayi menunjukkan fenomena kuat ‘santrinasi’. 

Acara-acara Islam sering diselenggarakan di sekitar zona tempat tinggal priyayi di Jawa Tengah. Kantor gubernur dan wali kota di beberapa tingkat provinsi dan kabupaten, tidak lagi malu untuk menampilkan simbol Islam. Para pejabat dan birokrat mereka tampil dengan aturan pakaian syariah dalam pekerjaan sehari-hari mereka. Itu hanya bisa terjadi di era demokrasi Indonesia.

Namun, santrinasi priyayi saat ini jauh lebih didorong oleh kemunculan politik identitas. Dalam hal ini, mereka terlibat dalam kelompok partai Islam. Hingga taraf tertentu, keluarga priyayi di berbagai tingkatan, misalnya, terlibat dalam gerakan Islam. Beberapa dari mereka berafiliasi dengan partai politik yang berorientasi Islam seperti PPP, PAN, dan PKS. Mereka juga mempromosikan lingkaran studi terbatas tentang Islam seperti di Yogyakarta dan Solo.

Definisi Santri

Keterlibatan langsung para santri dalam politik Indonesia — sebagaimana terbukti dalam pemilu 2019 — membuat definisi santri sangat diperdebatkan.

Ma’ruf Amin adalah calon wakil presiden Jokowi. Ia adalah ikon kelompok santri Indonesia karena posisinya yang menonjol di dua organisasi keagamaan utama — sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ketua Dewan Syuriah NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia.

KH. Ma’ruf Amin  (Foto : Beritagar)

Pasangan ini sangat menarik dan membuat kita memahami semakin pentingnya posisi santri dalam politik Indonesia. Sementara Ma’ruf Amin ditunjuk sebagai calon wakil presiden Jokowi, sang penantang, Prabowo Subianto, juga menunjuk ‘santri’ lain, Sandiaga Salahuddin Uno (Sandi), sebagai calon wakil presidennya.

Memang, setelah pemasangannya dengan Prabowo, Sandi disebut sebagai “santri post-Islamisme” oleh Ketua PKS. Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud pemimpin PKS dengan istilah ini. Jelas kaum santri sekarang dianggap sebagai pemain politik yang penting.

Prabowo dan Kaum Santri (Foto : Antara)

Berdasarkan penjelasan ini, definisi santri menjadi lebih luas, lebih longgar, dan lebih politis. Namun definisi baru ini tidak sepenuhnya dapat diterima oleh para santri, karena mereka merasa hal itu dapat merendahkan martabat kaum santri. Bagi mereka, santri adalah produk dari pesantren atau sistem pendidikan Islam, bukan pilihan politik.

Syafiq Hasyim membuat tiga kesimpulan dalam kaitan ini. Pertama, transformasi atau perubahan kecenderungan keagamaan ketiga kelompok ini tidak selalu disertai dengan perubahan preferensi politik mereka. PDIP tetap sangat kuat di zona abangan seperti di Jawa Tengah, sementara partai-partai Islam PPP, PKB, dan PKS, sama kuatnya di zona santri mereka.

Kedua, munculnya politik identitas telah berkontribusi pada santrinasi, baik di kelas abangan maupun priyayi, meskipun mereka tidak monolitik. Sebagian besar kaum abangan saling menerima dengan santri tradisionalis, dan sebagian besar priyayi saling menerima dengan santri modernis atau berpikiran reformasi seperti yang ada di PKS dan Muhammadiyah.

Ketiga, perubahan atau penerimaan bersama dan pengaruh berbagai identitas yang terjadi antara abangan, santri, dan priyayi, diharapkan mempersempit polarisasi yang disebabkan oleh politik pemilu.

#Pemilu2019 #suaramuslim kampanye
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Seratus Tahun Mahathir

Tempat Jatuh Lagi Dikenang….

Siwak Sikat Bau Mulut

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu

Ahmad Dhani buka suara soal masa lalunya dengan Maia Estianty.

Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia

July 11, 2025

Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin

July 11, 2025

Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara

July 11, 2025

Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’

July 11, 2025

G-Dragon Batalkan Jadwal Konser Übermensch di Bangkok

July 11, 2025

Indra Sjafri Resmi Jadi Plt Direktur Teknik PSSI

July 11, 2025

Astra Masih Merajai Industri Otomotif di Semester Pertama 2025

July 11, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.