Ceknricek.com — Tepat pada tanggal hari ini, enam tahun silam, 15 September 2013, pendakwah Islam Habib Munzir bin Fuad al-Musawa menghembuskan napas terakhir dalam usia 40 tahun.

Umat muslim Indonesia pun berkabung. Pria paruh baya pemimpin Majelis Rasulullah itu dikebumikan di kompleks makam keluarga Habib Abdullah bin Ja’far al-Hadad, Rawajati, Pancoran dengan diiringi ribuan jemaahnya.
Masa kecil
Habib Munzir lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973. Ia putra bungsu dari 4 bersaudara dari pasangan Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim Al-Musawa.
Ayahnya lahir di Palembang dan dibesarkan di Mekkah. Setelah lulus pendidikan jurnalistik di New York University, Amerika Serikat, sang ayah bekerja sebagai seorang wartawan di harian Berita Yudha yang lalu menjadi Berita Buana.
Masa kecil Habib Munzir dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa barat bersama-sama saudara-saudaranya: Ramzi, Nabiel Al-Musawa, serta Lulu Musawa. Ayahnya meninggal dunia pada tahun 1996 dan dimakamkan di Cipanas, Jawa Barat.

Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, Habib Munzir mulai mendalami Ilmu syariah Islam di Ma’had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Ia kemudian mengambil kursus bahasa arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur.
Habib Munzir memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur, yang dipimpin Habib Naqib bin Muhammad bin Syehk Abu Bakar bin Salim.
Ia banyak menimba ilmu di Ma’had Al Khairat. Dari sinilah ia kenal dengan Habib Umar bin Hafidz yang kemudian diteruskan ke Ma’had Darul Musthafa di Pesantren Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syech abubakar bin Salim di Tarim Hadhramaut Yaman pada tahun 1994, untuk mendalami bidang syari’ah selama 4 tahun.
Selama di Yaman, Habib Munzir mendalami ilmu fiqh, ilmu tafsir Alquran, ilmu hadis, ilmu sejarah, ilmu tauhid, ilmu tasawuf, mahabbaturrasul, ilmu dakwah, dan ilmu ilmu syariah lainnya.
Mulai Berdakwah
Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah dengan mengunjungi rumah-rumah. Duduk dan bercengkerama dengan mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan. Lalu atas permintaan mereka, maka mulailah Habib Munzir membuka majelis.
Dalam dakwahnya, Habib Munzir tidak mencampuri urusan politik dan politik praktis, hal ini ia laksanakan atas perintah gurunya Habib Umar. “Habib Umar bin Hafidz secara eksplisit melarang murid-muridnya berdemonstrasi dan ikut politik praktis,” kata Ismail Fajrie Alatas, dikutip dari Tirto, (15/9).
Baca Juga: Al-Biruni; Ilmuwan Muslim Guru Segala Ilmu
Selain melakukan dakwah dengan pendekatan pada aspek-aspek amaliyah, Habib Munzir juga membuat ajaran-ajaran Tarekat Alawiyah kembali direvitalisasi dengan mulai meningkatkan ziarah ke makam para Wali di Jakarta, seperti Habib Ali Kwitang dan yang lainnya.
Tidak hanya itu, ia juga mulai melakukan dakwah dengan mengelilingi Nusantara dengan menyambangi Banyuwangi, Madura, Bali, dan sejumlah daerah lainnya. Selepas itu ia juga mendirikan sebuah majelis yang ia beri nama Majelis Rasulullah.
Majelis Rasulullah SAW
Nama Rasulullah SAW sengaja digunakan untuk nama Majelis Habib Munzir yaitu ‘Majelis Rasulullah SAW’, agar apa-apa yang dicita-citakan oleh majelis taklim ini tercapai, yakni meniru suri tauladan Muhammad,SAW.
Selain melakukan pengajian rutin di majelisnya, Habib Munzir juga rutin melakukan takbir akbar di Istiqlal atau Senayan yang sering dihadiri para pimpinan tertinggi negara Indonesia.
Dakwah Habib Munzir pun semakin meluas hingga jutaan jamaah dan menyentuh semua kalangan dari berbagai wilayah, baik di Indonesia dan Internasional.
Kini, setelah ia tiada. Namun, pengajian yang berlangsung setiap malam Jumat masih berlangsung di kediamannya, di daerah Cidodol, Kebayoran, Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Cek OPINI, Opini Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.