Hari Jum’at sepuluh Agustus 2018 jarum sejarah Indonesia seakan sempat terhenti untuk mencatat hal penting : Dua pasang calon presiden telah mendeklarasikan diri dan bahkan telah mendaftar di KPU (Komisi Pemilihan Umum). Mereka adalah pasangan Jokowidodo (petahana) dengan KH. Ma’ruf Amin (MA) dan Prabowo Subianto (PS) dengan Sandiaga Salahuddin Uno (SSU).
Kedua cawapres itu, MA dan SSU adalah nama – nama yang kurang mendapat tempat dalam angka – angka lembaga survey. Bahkan dalam berbagai acara talk show politik semua stasiun televisi yang siang malam, nama itu kurang bunyi. Padahal dalam setahun terakhir ini, talk show politik selalu menghadirkan anggota tim sukses dari parpol dan para pengamat politik berkaliber sekalipun.
Kedua nama tersebut nyaris tidak terdengar. Hanya, memang benar bahwa nama MA ulama kondang itu masuk dalam daftar sepuluh nama hasil seleksi pertama Jokowi. Selanjutnya menggelinding sampai kepada tiga besar terakhir yang berinisial tiga “M” yang mengacu kepada Machfud Md. Moeldoko dan Ma’ruf Amin.
Pilihan akhir Jokowi jatuh kepada ulama besar MA. Selain mengagetkan juga menimbulkan masalah. Machfud MD yang sudah dipersiapkan dan mempersiapkan diri dengan matang ternyata dicancel. Machfud mengaku sudah disuruh mengukur baju. Secara khusus terbang ke Jogya mengambil rekomendasi Pengadilan tidak pernah tersangkut soal pidana. Semuanya sudah rampung tanggal 8 Agustus. Semua itu dilakukannya atas permintaan Jokowi. Dan pembatalan itupun, konon, disampaikan keesokan harinya 9 Agustus juga oleh Jokowi.
Meskipun Machfud mengaku legowo dan menganggapnya hal biasa dalam politik. Akan tetapi mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu tidak bisa menyembunyikan kekecewaan di wajahnya. Dia kelihatan kuyu dan memaksa diri tersenyum sambil putus asa.
Akankah kelegowoan Machfud bisa dikatakan sebagai representasi dari kelegowoan pengikutnya dan kelogowoan keluarganya. Sebuah media online membuat kepala berita berbunyi : Batal Jadi Cawapres, Machfud menenangkan keluarganya.
Sangat mungkin, luka dalam yang melekat di dalam perasaan Machfud dan keluarganya maupun pengikutnya, di kemudian hari bisa berpotensi menjadi sandungan petahana dan pasangannya. Tentu saja Jokowi bersama sejumlah penasehat Istana tidak akan menafikan kasus ini.
Sementara itu, pada kurun waktu yang sama di kubu PS atau penantang atau oposisi juga terjadi hiruk pikuk. Meskipun secara substansial berbeda dengan apa yang terjadi di kubu petahana. PS pun melakukan berbagai manuver yang sempat membingungkan pengikutnya, awak media dan lagi – lagi para pengamat kaliber sekalipun serta lembaga survei.
PS menggunakan politik dengan tehnik “lari berputar”. Gerakan politik “lari berputar” yang diperagakan PS nyaris tidak bisa diprediksi ujungnya. Sejumlah lembaga survei dan pakar serta pengamat politik kembali terkecoh. Lari berputar mengandung pengertian harfiah “tidak jelas siapa yang mengejar siapa”. Mungkin beda tipis dengan menyesatkan.
Setidaknya ada tiga parameter yang dapat digunakan menilai tindakan PS sungguh diluar dugaan alias menyesatkan (lawan). Pertama, memilih SSU sebagai wakil. Kedua mengabaikan titipan dua tokoh ulama (Ustadz Abdul Somad dan Segaf Salim Al Jufri) hasil Ijtima Ulama. Ketiga, “keberaniannya” meninggalkan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) putra mahkota Demokrat mencengangkan.
PS ingin meneguhkan kejituan taktik dan strateginya. Suatu ilmu yang ditimbanya dari pendidikan militer dan diuji berulang ulang di lapangan pertempuran maupun ketika purna tugas. Bunyi butir kedua Sapta Marga seperti menyatu dalam sukmanya yang berbunyi : : Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah. Jokowidodo dalam sambutannya di KPU (10/08) mengatakan, “Demokrasi bukan perang, demokrasi bukan permusahan tapi ajang adu gagasan, adu ide, adu rekam jejak, dan adu prestasi. Jangan sampai karena perbedaan politik kita jadi bermusuhan antar tetangga, tidak saling sapa antar kampung sehingga kita kehilangan tali persaudaraan.”
Sementara itu PS dalam sambutannya memberi tekanan dan apresiasi kepada KPU : ”KPU memiliki tugas yang berat kami mengerti. KPU harus menjaga keadilan, kejujuran, kebersihan daripada Pemilu. Pemilihan melalui kotak suara itulah kedaulatan rakyat saudara sekalian. Janganlah sekali-sekali kita menghina hak rakyat, jangan sekali-kali kita mencurangi rakyat, biarlah rakyat yang berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri”.
Keputusan memilih kedua cawapres yang tidak terduga itu bertujuan mengirim pesan : Perbaikan bidang ekonomi ke depan menjadi titik berat. MA dikenal memiliki ilmu ekonomi syariah. Ulama besar itu bertekad memperkuat ekonomi umat.
SSU menegaskan bersama PS akan berjuang menghadirkan pertumbuhan dan pembaruan dalam sistem ekonomi yang membuka lapangan pekerjaan seluas – luasnya. Pengalamannya sebagai pengusaha sukses dirintis sejak muda. Masih di bangku kuliah ketajaman instinktifnya sudah menjadi andalan..
Harian Kompas menurunkan potret deretan sejumlah tantangan Ekonomi Indonesia sebagai berkut : (1). Indeks Gini ratio2).Pengangguran Terbuka, (3) Kurs rupiah terhadap dollar AS, (4)Pertumbuhan Ekonomi, (5). Utang Luar Negeri Pemerintah, (6). Utang Luar Negeri Swasta, (7). Perdagangan Luar Negeri.
Medan pertempuran di sektor perbaikan ekonomi inilah yang akan menjadi seru antara petahana dengan oposisi atau sang penantang. Dan oleh karena itu disinilah peran kemampuan sang wakil diperlukan untuk menjadi penetralisasi.
Segmen kekecewaan rakyat kecil akibat tekanan ekonomi dan isu kemiskinan akan menjadi amunisi sang penantang untuk memengaruhi suara konstituen. Seluruh penderitaan rakyat dan kerinduan akan perbaikan akan digoreng habis. Oleh karenanya diperlukan ketangguhan petahana bersama tim sukses Istana untuk menangkis serangan itu.
*Zainal Bintang,, Wartawan senior dan pemerhati masalah sosial dan budaya