Ceknricek.com — Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 naik 8,51% untuk rata-rata nasional. Penetapan ini masih menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2018, yang menggunakan komponen inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar.
Dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No B-M/308/HI.01.00/X/2019, tingkat inflasi nasional menggunakan angka September 2019 yaitu 3,39%. Kemudian pertumbuhan ekonomi diasumsikan 5,12%. Kalau dijumlah, muncul angka 8,51%.
Kenaikan UMP 2020 lebih tinggi ketimbang 2019 yang 8,03%. Namun lebih kecil ketimbang kenaikan pada 2017 yang mencapai 8,71%.
Kendati naik, angka kenaikan UMP tersebut amat jauh di bawah keinginan serikat pekerja. Sebelumnya, Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK), Mirah Sumirat, mengatakan pihaknya bersama dengan KSPI meminta kenaikan UMP 2020 sebesar 18%-20%.
Menurut Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, upah rata-rata buruh di Indonesia lebih kecil dibandingkan beberapa negara tetangga di ASEAN. Hanya Kamboja yang upah rata-rata buruhnya lebih kecil daripada Indonesia.
Buruh Kamboja digaji US$121 atau setara dengan Rp1.694.000 per bulan (pada kurs Rp14.000), sedangkan di Indonesia mencapai US$174 per bulan atau setara dengan Rp2.436.000. “Upah rata-ratanya saja, bukan upah minimum,” katanya.
Sedangkan, kalau mau dibandingkan dengan Filipina, Malaysia, dan Thailand upah minimum Indonesia lebih rendah. Filipina membayar buruh US$256 per bulan, Malaysia US$546 per bulan, dan Thailand US$326 per bulan.
Sensitif
Gaji meroket sudah barang tentu menjadi keinginan tiap buruh. Persoalannya, upah buruh yang mahal jelas akan membuat industri ngos-ngosan. Ujung-ujungnya mereka nyerah. Pabrik tutup atau relokasi mencari daerah yang ramah upah. Kondisi ini sudah terjadi di beberapa daerah yang upah minimum kabupaten/kota atau UMK-nya tinggi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri Anom, mengungkap hingga Juni 2019, sudah ada puluhan pabrik sepatu di Banten yang relokasi ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. UMP Jawa Tengah dan Jawa Barat yang masih lebih rendah dari Banten jadi salah satu faktornya.
UMP di Banten pada 2019 mencapai Rp2.267.965, sedangkan Jawa Barat Rp1.668.372 dan Jawa Tengah Rp1.605.396. Di Jawa Barat yang jadi tujuan pindah adalah Majalengka dan Sukabumi. Dua wilayah itu UMP-nya masih kompetitif.
Baca Juga: Pemprov DKI Buka Pendaftaran KPJ untuk Buruh dan Pekerja
Sudah barang tentu pabrik-pabrik itu menghindari wilayah Jabar dengan UMK tinggi. Kabupaten dan kota di Jabar yang mematok UMK tinggi adalah Kabupaten Bogor (Rp3,7 juta), Kabupaten Karawang (Rp 4.234.010) Kota Bekasi (Rp4.229.756), dan Kabupaten Bekasi Rp4.146.126.
Jumlah upah minimum di Karawang dan Bekasi itu lebih tinggi dari Jakarta dan kota-kota Jawa Barat di sekitar Jakarta lainnya. UMK Kota Depok dan Bogor sebesar Rp3,8 juta. Untuk Kota Bandung hanya Rp3,3 juta.
Puluhan pabrik di wilayah Bogor, terutama pabrik tekstil, sekarat, konon salah satu faktornya upah buruh yang mahal, selain serbuan produk impor dari China. Setidaknya sudah ada 1.600 buruh kena PHK hingga September 2019. Pada tahun 2018, ada 1.055 pekerja yang dirumahkan.
Pada Juli lalu, 54 pabrik di Kabupaten Bogor tutup. Di Kota Bogor, hingga bulan ini ada dua perusahaan garmen gulung tikar. Sekitar 700 karyawan sudah di-PHK. Dengan begitu, jika ditotal jendral ada 1.600 karyawan di Kota dan Kabupaten Bogor kena PHK sepanjang tahun ini. Kota Bogor 700 dan Kabupaten Bogor 900. Di seluruh Jawa Barat ada ada 118 pabrik tekstil yang bangkrut.
Fenomena gelombang PHK ini, menurut catatan dinas tenaga kerja setempat tak jauh berbeda seperti tahun 1998 silam saat krisis moneter. Begitu juga di tahun 2008.
Tidak Kompetitif
Upah buruh menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Survei pengusaha Jepang atau The Japan External Trade Organization (JETRO) menyebut gara-gara upah buruh yang naik terus membuat Indonesia tidak lagi menjadi tempat yang menarik untuk didatangi.
Prospek bisnis di Indonesia sudah turun signifikan dibanding negara lain di Asia di mata investor Jepang. Selain kenaikan upah, beberapa masalah lainnya adalah isu perpajakan dan depresiasi rupiah yang turut memengaruhi biaya impor.
Baca Juga: Ini Tujuh Permintaan Buruh Jelang May Day, 1 Mei 2019
Kenaikan upah buruh di Indonesia memberikan dampak terhadap bisnis sebesar 47%. Sementara, biaya upah di Vietnam berdampak pada bisnis sebesar 30%. Jadi risiko kenaikan ongkos produksi dari dalam lebih besar di indonesia karena biaya tenaga kerja.
Dalam setahun, upah buruh di Indonesia mencapai US$5.070, sedangkan di Vietnam hanya US$3.800. Repotnya, sudah biaya upah lebih tinggi, kualitas buruh di Indonesia tak lebih baik dibandingkan Vietnam. Sebab, sebanyak 60-70% pekerja buruh Indonesia hanya lulusan tingkat SD dan SMP.
Masalah upah buruh dan kualitas sumber daya manusia Indonesia ini mesti menjadi prioritas pada periode kedua Joko Widodo jika ingin Indonesia “dipandang” dunia.
BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.