Ceknricek.com — Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Erick Thohir, sudah membagi tugas kepada dua wakilnya. Wakil Menteri BUMN I diemban Budi Gunadi Sadikin. Eks Dirut PT Inalum ini akan membawahi sektor farmasi, jasa survei, energi, pertambangan, industri strategis, dan media.
Sedangkan Wakil Menteri BUMN II dipercayakan kepada Kartika Wirjoatmodjo. Eks Dirut Bank Mandiri ini membawahi sektor industri agro, kawasan, logistik, pariwisata, jasa keuangan, konstruksi, jasa konsultan, sarana dan prasarana perhubungan.
Pembagian tugas ini, menurut Menteri Erick, dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan fungsi pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas, serta fungsi Kementerian BUMN, terutama terkait pembinaan.
Beruntung bagi Erick, ia mendapat dua wakil yang ahli di bidangnya. Beda dengan Menteri BUMN sebelumnya. Rini Soemarno sendirian mengatur kementeriannya, karena tak diberi wakil atau pasangan oleh Presiden Joko Widodo.
Kini, publik tentu berharap, trio pengusaha ini akan membuat BUMN lebih baik. Perusahaan pelat merah yang megap-megap segera dapat diselamatkan.
Saat pelantikan wamen 25 Oktober lalu, Jokowi meneguhkan bahwa wamen bertugas khusus memperkuat kinerja menteri Kabinet Indonesia Maju atau KIM. Kepada dua wamen BUMN, Jokowi meminta mereka ikut berperan serta mendorong BUMN menjadi perusahaan kelas dunia. “Saya harapkan akan ada sebuah lompatan besar, baik dalam valuasi, aset yang ada,” tuturnya.
Tugas yang diberikan kepada trio pengusaha ini memang tidak enteng. Di sisi lain pekerjaan rumah peninggalan Rini untuk Erick juga bejibun. Namun tak bisa dipungkiri, Rini juga meninggalkan hal-hal yang menyenangkan.
Jika dibandingkan dengan Malaysia, untuk pertama kalinya dalam sejarah sejak Reformasi 1998, BUMN Indonesia lebih unggul. Ini terjadi pada tahuh lalu. Laba BUMN Indonesia pada tahun 2018 sebesar Rp188 triliun, tumbuh 1,08% dibanding 2017. Pada tahun 2018, data menunjukkan bahwa kontribusi BUMN terhadap APBN dari deviden dan pajak sebesar 21,73% dari total pendapatan APBN.
Sebaliknya, kinerja Khazanah atau BUMN Malaysia justru mengalami penurunan. Pada tahun itu Khazanah mencatatkan kerugian RM6,3 miliar atau sekitar US$1,5 miliar atau dalam rupiah berarti rugi Rp21 triliun.
Erick mengatakan akan membangun ekosistem sehat BUMN. Semua BUMN harus berkolaborasi. Selain itu, Erick dan kedua wamennya berjanji menyelesaikan 4 fokus utama. Mulai dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero), kemudian masalah utang Krakatau Steel, Kilang Cilacap Aramco, dan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menurutnya, ke-4 nya sudah ada KPI (Key Performance Indicator), tapi ada tambahan 8 fokus lagi. Namun, fokus utamanya adalah pembenahan di 4 perusahaan/proyek tadi.
Baca Juga: Peninggalan Rini untuk Trio Petinggi Kementerian BUMN
Erick juga mewarisi apa yang sudah dikerjakan Rini Soemarno tapi belum rampung. Selain masalah Krakatau Steel dan PT Jiwasraya, ada juga persoalan PT Merpati Nusantara Airlines. Maskapai ini tutup sejak 1 Februari 2014.
Persoalan keuangan juga dialami PT Pos Indonesia (Persero). Arus kas perusahaan ini kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, perusahaan pos nasional tersebut hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Sisanya berwarna merah alias negatif. Pada tahun 2018, posisi kas hanya sebesar Rp2,64 triliun atau terendah sejak tahun 2012.
Kinerja Buruk Emiten BUMN
Kinerja emiten BUMN sepanjang 9 bulan tahun ini juga kurang menggembirakan. BUMN masih banyak yang merugi. Dari 19 emiten pelat merah yang telah merilis kinerja keuangan, sebanyak 12 entitas membukukan penurunan laba bersih. Terdapat pula 3 emiten yang membukukan rugi bersih, yaitu PT Timah Tbk. (TINS), PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF), dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS).
Beberapa emiten yang mencatatkan penurunan laba paling dalam antara lain PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) yang turun sebesar 81,43% secara tahunan, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) dengan penurunan sebesar 69,29%, dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) dengan penurunan sebesar 43,72%.
Sebanyak 3 emiten pelat merah di sektor perbankan, juga kompak mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Laba bersih PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) hanya tumbuh 5,58% y-o-y, sementara tahun sebelumnya tumbuh 14,45% y-o-y.
Begitu pula dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang laba bersihnya hanya naik 4,68% y-o-y, padahal pada periode yang sama tahun lalu meningkat 12,61%. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. hanya membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 11,93% y-o-y, lebih lambat dari kuartal III/2018 yang sebesar 20,05% y-o-y.
Baca Juga: Usulan ke Menteri BUMN
Tak mudah membuat kinerja emiten BUMN menjadi bersinar dalam waktu pendek. Kepala Riset Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan, mengatakan kinerja emiten-emiten BUMN yang sebagian besar kurang memuaskan tersebut salah satunya disebabkan oleh kondisi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini yang tidak sebaik 2018.
Pada tahun lalu, kuartal II dan kuartal III pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,27% dan5,17%. Sementara pada kuartal II tahun ini, sebesar 5,05% dan pada kuartal ketiga diperkirakan hanya 5,01%.
Di sektor perbankan misalnya, para debitur saat terkena tekanan yang cukup kuat maka kemampuan mereka pun turun. Alfred mencontohkan salah satunya adalah Duniatex yang terkena turbulensi dan mempengaruhi kinerja bank BUMN.
Kinerja BUMN cukup sensitif dengan kondisi ekonomi dibandingkan dengan perusahaan swasta. Dengan kinerja pada kuartal III/2019, emiten BUMN i belum cukup kuat dari ketahanan fundamental dan operasional.
Dalam 100 hari kerja, trio pengusaha professional ini diharapkan sudah membuat gebrakan-gebrakan yang berarti bagi BUMN untuk menuju perusahaan kelas dunia seperti yang diinginkan Jokowi itu.
BACA JUGA: Cek AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.