Ceknricek.com – Dalam sejarah, pembangunan kerap dijadikan sebagai ajang kampanye politik untuk menarik suara rakyat. Begitupun megaproyek MRT. Gagasan mengenai moda transportasi massal ini sudah dimulai tahun 1986 oleh BJ Habibie ketika menjabat kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT).
Waktu bergulir, gagasan tersebut kembali muncul di era Gubernur Sutiyoso (1997-2007), Gubernur Fauzi Bowo (2007-2012), dan resmi dilakukan Gubernur Joko Widodo (2012-2014). Bayangkan 33 tahun kemudian proyek tersebut baru terealisasi. Dan hari ini, Selasa (12/3), masyarakat bisa menikmatinya dalam rangka uji coba.
MRT dalam Kontestasi Politik
Jakarta sebagai kota urban dan sentralisasi ekonomi yang terpusat membuat banyak masyarakat untuk berbondong-bondong mengadu nasib di Ibu Kota. Transportasi massal yang kian massif akhirnya membawa dampak tersendiri dan mengakibatkan kemacetan. Muncullah ide-ide untuk mengurangi atau mengurai keadaan tersebut, dari era ke era.
Sumber: Kaskus
Gubernur DKI Sutiyoso ( 1997-2007)
Era Gubernur DKI Sutiyoso, sebagaimana pengakuannya dalam Kompas edisi, 8 Maret 2013, awal pembangunan mass rapid transit (MRT) yang akan dibangun di Jakarta adalah seluruhnya konstruksi jalur bawah tanah. Namun saat itu, Sutiyoso menyebutnya subway, bukan MRT. Istilah MRT menurut Darmaningtyas, pengamat transportasi di Indonesia baru popular tahun 2010-an, hal tersebut ia akui dari berbagai kliping yang telah dikumpulkan.
Sumber: detik
Gubernur Sutiyoso mempunyai kepentingan ambisius untuk terlaksananya proyek MRT. Secara politik nama Sutiyoso mencuat karena proyek untuk pembangunan transportasi ideal tersebut. MRT adalah sistem transportasi berkelas dunia, sehingga siapapun gubernurnya akan memiliki prestige tinggi jika berhasil mewujudkannya.
Namun, sampai akhir jabatannya, proyek tersebut tak juga terlaksana.
Gubernur DKI Fauzi Bowo ( 2007-2012)
Tahun 2007 ketika Ketika Fauzi Bowo melakukan kampanye politik untuk pemilihan Gubernur DKI, ia berjanji untuk membangun kereta bawah tanah bagi masyarakat. Namun, janji tersebut juga gagal dilaksanakan selama lima tahun masa kepemimpinannya.
Sumber: kontan
Ketika Foke — begitu Fauzi Bowo biasa disapa — mencalonkan diri lagi sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012, ia kembali mengumumkan bahwa pembangunan MRT sudah dalam tahap tender “berskala internasional”. Model pendanaannya diperoleh lewat pinjaman lunak dari Japan International Corporation Agency (JICA). Namun, lagi-lagi hal tersebut gagal direalisasikan. Foke kalah dari pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama.
Gubernur DKI Joko Widodo (2012-2014)
Pencanangan kembali mega proyek pengurai macet kembali diumumkan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wagub Basuki Tjahja Purnama. Butuh waktu satu tahun bagi Joko Widodo untuk memutuskan membangun proyek tersebut. Bahkan tarik-menarik pembangunan ini berjalan alot ketika ia rapat dengan warga Fatmawati yang terkena imbas proyek.
Tahun 2012 Jokowi sempat keluar ruangan musyawarah dengan warga lantaran ada kericuhan dari masyarakat yang menolak proyek tersebut.
Kamis, 10 Oktober 2013, Joko Widodo meletakan batu pertama di atas lahan yang rencananya berdiri Stasiun MRT Dukuh Atas. Dengan demikian, proyek ini mulai digarap.
Sumber: Tirto.id
Namun, kembali lagi, empat tahun setelah Jokowi memutuskan pembangunan proyek itu, MRT kembali menjadi bahan kontestasi politik dan jargon-jargon Pilgub. Penerusnya ialah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjadikan proyek ini sebagai salah satu program kerja saat kampanye pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
MRT dan Dana Anggaran
Sebagai proyek raksasa, tentu MRT membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Proyek Fase 1 dalam pembangunan ini (rute Lebak Bulus-Bunderan HI) Jalur sepanjang 16 kilometer ini seperti dikutip kompas edisi 28 Juni 2018, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun MRT di Jakarta sebesar 16 Triliun rupiah.
Anggaran itu diperoleh dari bantuan Japan Internasional Cooperation Agency (JICA) milik Jepang. Mekanisme yang diatur untuk pembiayaan MRT melibatkan dana dari pemerintah pusat dan juga pemprov DKI Jakarta. Dari total anggaran besar tersebut, 42 % ditanggung oleh pemerintah pusat, dan 58 % oleh Pemda DKI Jakarta. Tetapi kemudian direvisi kembali menjadi 49 % oleh pemerintah pusat, dan 51 % ditanggung oleh Pemda DKI Jakarta.
Sumber: Kompas
Sementara itu, pembangunan megaproyek fase II, Mass Rapid Transit (MRT) Bundaran HI-Kampung Bandan dengan jarak tempuh 8 kilometer menghabiskan dana Rp22,5 triliun, sebagaimana diungkapkan Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta. Dia menyatakan kenapa proyek ini menjadi lebih mahal karena tingkat kerumitan dalam pembangunan fase ke dua yang semuanya di bawah tanah.
Momen Sejarah Uji Coba MRT
Hari ini, Selasa 12 Maret 2019, PT MRT Jakarta resmi memulai uji coba publik. Masyarakat bisa menikmati fasilitas uji coba tersebut secara gratis untuk rute Lebak Bulus-Bunderan HI hingga 24 Maret mendatang. Setelah lebih dari tiga dasawarsa, megaproyek tersebut akhirnya dinikmati masyarakat umum. Anda sudah mencobanya?