Ceknricek.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, (26/11/20) dini hari Deputi Penindakan KPK Karyono mengungkapkan ATM bank atas nama sekretaris pribadi istri Edhy Prabowo menjadi bukti vital yang menunjukkan adanya aliran dana dugaan suap.
“Orang-orang yang ditetapkan sebagai tersangka jelas perbuatannya, tinggal pembuktian legalitas. Alat bukti sudah cukup banyak baik yang dikloning, fisik dan ada alat yang sangat vital yaitu kartu ATM,” jelasnya.
Kartu ATM tersebut atas nama Ainul Faqih yang merupakan staf Iis Rosyita Dewi. ATM dari rekening bank BNI itu diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan Edhy Prabowo untuk membeli sejumlah barang mewah dari luar Indonesia.
“Dari sisi perbankan akan ketahuan kalau dilihat dari transaksinya kartu ATM. Kita dapat melihat dan akan dikembangkan tapi dari profile awal sudah jelas pelaku-pelaku dalam aliran itu sudah tergambar,” lanjut Karyono.
Edhy menunjuk Andreau Prbadi Misata selaku staf khusus menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) dan Safri selaku staf khusus menteri untuk menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur.
Pada awal Oktober 2020 Suharito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) datang ke Kantor KKP di lantai 16 bertemu dengan Safri.
Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aeor Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1800/ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin (Sespri Menteri KKP) dengan Andreau dan Siswandi (pengurus PT ACK).
Kegiatan ekspor benur tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer uang ke rekening PT ACK dengan total Rp731.573.564. Selanjutnya PT DPP atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benur dan telah melakukan pengiriman sebanyak 10 kali.
Edhy Prabowo juga dalam pemaparan KPK diduga telah menerima sejumlah uang sebesar 100 ribu dolar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharito melalui Safri dan Amril Mukminin. Pada Agustus 2020 Safri dan Andreau menerima uang sebesar Rp436 juta dari Ainul Faqih.
Dalam kasus dugaan suap Edhy Prabowo, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka sebagai penerima yakni Edhy Prabowo, Safri, Andreau Pribadi Misata, Siswadi, Ainul Faqih, Amril Mukminin. Sementara pemberi suap Suharjito selaku Direktur PT DPP.
Enam orang tersangka penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 ayat 1 huruf a atau b, Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah ubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam konferensi pers yang berlangsung sampai dini hari tersebut, KPK juga menunjukkan sejumlah barang bukti seperti sepeda yang belum dirakit, sepatu, tas, jam tangan sebagai bukti pembelian barang dari hasil suap.
Baca juga: Kasus Suap Edhy Prabowo Diselidiki KPK Sejak Agustus
Baca juga: KPK Imbau Dua Tersangka yang Masih Buron dalam Kasus Edhy Prabowo Serahkan Diri