Ceknricek.com — Menteri Komunikasi dan Informartika (Menkominfo) Rudiantara menegaskan, penindakan hukum untuk media cetak, elektronik, dan online yang menghasilkan karya jurnalistik, acuannya adalah UU Pers.
Pernyataan itu disampaikan, Selasa (6/5), menanggapi Ketua Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ilham Bintang yang mengingatkan bahwa pemerintah dan pihak siapa pun tak bisa menutup media pers.
“Tidak ada akses untuk itu. Tidak ada hak untuk melakukan itu. Seluruh kekuatan reformasi akan bangkit untuk mengubur siapa pun yang punya pemikiran menutup media pers, kata Ilham.
Mengutip surat keterangan yang ditandatangani Ketua DK PWI Ilham Bintang dan Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo, Selasa (7/5) pagi, DK PWI mengingatkan bahwa sejak reformasi tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan pemerintah untuk menutup media atau lembaga pers. Media atau lembaga pers dilindungi oleh UU. Kebebasan pers adalah hak dan sekaligus kewajiban yang harus dijalankan oleh insan pers.
Reaksi DK PWI itu bisa dipastikan ditujukan pada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menkopolhukam) Wiranto yang mengancam akan menutup media. Ultimatum tersebut disampaikan Wiranto dalam rapat koordinasi di kantornya, Senin (6/5).
Dalam rapat yang membahas soal pelanggaran hukum yang terjadi baik sebelum atau sesudah Pemilu, Wiranto mengatakan pelanggaran yang dimaksud tak hanya sebatas insiden di dunia nyata tetapi juga di media sosial.
Menurut dia, Kemenkominfo memang sudah mengambil langkah tegas di media sosial. Namun, Wiranto ingin ada langkah yang lebih konkret. “Media mana yang nyata-nyata membantu pelanggaran hukum, kalau perlu kami shutdown, kami hentikan. Kami tutup demi keamanan nasional,” ancam Wiranto.
Menkopolhukam memang boleh mengancam, namun Pasal 4 ayat 2 UU 40/1999 tentang Pers tegas menyebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyensoran. Untuk itu, tidak ada yang berhak mengatur apalagi melarang pers dalam menjalankan tugas tugas jurnalistiknya. Seluruh elemen bangsa dapat mendudukkan peran dan fungsi pers sebagaimana mestinya dan tidak melakukan kecaman di luar batas apalagi yang berupa ancaman.
“Peran pers sebagaimana diatur dalam UU haruslah tetap menjalankan fungsi kontrol sosial, di samping pendidikan dan hiburan, secara baik dan benar dengan mengutamakan kepentingan bangsa dalam kerangka NKRI. Peran itu semakin penting dan strategis pada saat terjadi gangguan kohesi sosial di masyarakat dan pertentangan antarelite pada masa pascapemilu dan pilpres pada tanggal 17 April 2019 lalu,” demikian petikan pernyataan DK PWI.
DK PWI mengingatkan kepada seluruh insan pers dan wartawan hendaknya senantiasa menaati Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan di bidang pers, senantiasa melakukan self control atau pengendalian diri agar tidak keluar dari rel atau rambu-rambu etika dan profesionalisme. Pemilik media juga diharapkan menjaga peran dan fungsi pers seperti diatur dalam UU kendati pers tetap merupakan lembaga ekonomi.
Menkominfo Rudiantara yang juga hadir dalam rapat dengan Menkopolhukam membenarkan, jika yang dimaksud dengan media (cetak, elektronik, online) yang menghasilkan karya jurnalistik, acuannya adalah UU Pers.
Sementara penindakan hukum seperti pemblokiran situs, take down akun medsos atau penutupan platform, mengacu pada UU ITE. “Sebagaimana diketahui, selama ini penindakan hukum seperti itu sudah berjalan lama,” katanya.
Tidak seperti UU lainnya, UU Pers tidak mempunyai regulasi turunan baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak melakukan intervensi kepada dunia pers. Apabila terjadi masalah hukum, prosesnya mengacu kepada MoU Dewan Pers & Polri.