Ceknricek.com — Sejumlah pegunungan di Indonesia dilanda cuaca dingin. BMKG menyebut cuaca ekstrem ini kemungkinan berlanjut hingga Oktober.
Pegunungan Dieng saat ini lebih dingin dari biasanya. Di kala subuh, pegunungan di Jawa Tengah ini bisa 5 derajat Celcius, bahkan kurang. Pagi hingga jam siang hari, suhu berkisar 6-8 derajat Celsius. Sedangkan mulai jam 12 siang hingga sore, rata-rata 12 derajat celsius.
Dieng. Sumber: Asumsi
Kepala Unit Pengelola Teknis (UPT) Pengelolaan Obyek Wisata Banjarnegara Aryadi Darwanto mengatakan, embun es atau yang biasa disebut masyarakat lokal bun upas itu diperkirakan akan muncul hingga September atau Oktober. “Puncaknya kemungkinan Agustus,” kata Aryadi, kepada pers, Minggu (23/6).
Fenomena embun es ini kemungkinan muncul bertepatan dengan Dieng Culture Festival (DCF) yang akan digelar Agustus mendatang. Tahun lalu pada saat event DCF juga muncul, tahun ini juga kemungkinan akan muncul lagi.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R. Prabowo menyebut, fenomena ini dipengaruhi aliran massa udara dingin dan kering dari Australia yang dikenal dengan aliran monsun dingin. Wilayah yang akan terekspos monsun Australia, adalah bagian selatan Indonesia, seperti Jawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Menurutnya, fenomena ini normal dan rutin terjadi pada musim kemarau. Saat kemarau, udara sangat sedikit tertutup oleh awan dan saat siang permukaan tanah mendapat radiasi panas yang cukup banyak. Akibatnya, di siang hari, suhu dapat menjadi sangat panas. “Namun saat malam hari, bumi bergantian melepaskan panas (ke atmosfer). Kondisi demikian menyebabkan suhu di permukaan menjadi turun,” ujar Mulyono.
Sumber: Istimewa
Di Dieng, cuaca sangat dingin acap kali muncul terutama di musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau dan juga pada puncak musim kemarau. Kepala Stasiun Geofisika dan BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie menjelaskan fenomena tersebut disebut denganfrost, yaitu uap air yang membeku.
Terkait frost yang muncul di Dieng, memang kondisi topografi lokal Dieng ikut mempengaruhi. Beberapa tempat yang berada pada ketinggian lain, terutama di daerah pegunungan, diindikasikan akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celcius. Hal ini juga terjadi di kawasan Gunung Lawu dan Bromo di Jawa Timur.
Terjadinya frost, disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang dari pada dataran rendah, sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, khususnya pada saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan. “Dampaknya adalah uap air di udara akan mengalami kondensasi pada malam hari dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan atau rumput. Fenomena inilah yang dikenal sebagai frost atau oleh masyarakat Dieng dengan istilah bun upas,” ujarnya dalam keterangan tertulis pekan lalu.
Menarik Wisatawan
Turunnya embun salju ini, pernah terjadi di ketinggian 2.000 mdpl di dalam kawasan Gunung Bromo dan kemunculan salju tersebut merupakan hasil dari embun yang membeku akibat menurunnya suhu di sekitar gunung. Embun salju tersebut tersebar di area pasir, rumput, tanaman hingga pepohonan dan menjadi salah satu fenomena alam yang menarik wisatawan.
Suhu yang lebih dingin dari biasa juga dirasakan di area Gunung Tengger. Winarno, seorang guru SD yang tinggal sekitar 12 kilometer dari Gunung Bromo, mengatakan, suhu di daerahnya mencapai 11 hingga 12 derajat Celcius beberapa hari lalu.
Warga Tosari, Pasuruan itu mengatakan fenomena itu memang kerap terjadi setiap kemarau. “Warga Tengger itu kalau musim dingin pakai selimut satu atau dua masih tembus dingin,” katanya seperti dikutip BBC. Selain Dieng dan Bromo, sejumlah daerah lain seperti Frans Sales Lega (NTT) dan Tretes (Pasuruan), juga mengalami fenomena tersebut.
Dua tahun lalu, embun salju atau frost juga pernah terjadi di lereng Gunung Semeru. Terlihat hamparan kristal putih salju berada di kawasan Ranu Pani, Ranu Kumbolo dan Ranu Regulo. Namun, embun salju tidak terlihat di sekitar Gunung Semeru itu sendiri.
Salju Semeru. Sumber: Kompas
Umumnya, embun salju hanya akan muncul di pagi hari saja sekitar pukul 05.00 hingga 06.00 atau sampai matahari terbit. Tapi kemunculannya tidak dapat diprediksi juga, bisa tiba tiba dan hingga siang hari juga.
Namun terdapat tanda-tanda alam yang bisa menjadi petunjuk datangnya embun salju. Tanda-tanda tersebut biasanya muncul sehari sebelum kejadian. Tanda tersebut dimulai dari cuaca cerah dari pagi hingga sore hari dan saat malam tiba mulai muncul kabut tipis dan disusul dengan suhu udara yang terus menurun. Suhu udara yang terus menurun itulah yang menyebabkan embun berubah menjadi es.
Fenomena embun salju tidak hanya terjadi di Indonesia saja, kejadian ini pernah terjadi di kota tertinggi di Venezuela tepatnya di Apartaderos. Kota ini terletak di kawasan tundra yang dikenal dengan nama Paramo. Fenomena embun salju yang terjadi di Apartaderos ini bisa terjadi setiap hari, maka tidak heran fenomena alam ini dikenal juga dengan sebutan musim panas di siang hari dan musim dingin di malam hari. Begitu juga di Brazil. Di negara ini pernah mengalami “serangan” embun salju.
Mematikan Tanaman
Bun upas, embun salju atau frost ini dijelaskan Setyoajie, dapat menyebabkan bibit tanaman yang baru tumbuh, mati. Bak dua sisi mata uang, embun es Dieng bisa menjadi wahana wisata alam baru sekaligus dianggap sebagai bencana.
Bagi petani, kemunculan embun es tersebut adalah musibah lantaran bisa menyebabkan kematian tanaman. Paling terdampak adalah tanaman kentang. Daun dan batang kentang yang terselubung embun es menguning, dan lantas mati membusuk. Dampak lebih parah terjadi pada kentang muda usia. Wajar jika warga Dieng menyebut embun es sebagai bun upas, atau embun beracun. Bukan beracun kepada manusia, tetapi embun es itu mematikan untuk tanaman.
Sumber: Antara
Sama seperti yang terjadi di Dieng, embun salju juga sangat merugikan petani di sekitar lereng Gunung Semeru. Pada waktu terjadi tahun 2016, banyak tanaman petani layu dan mati. Di Brazil, fenomena embun salju juga pernah terjadi terutama wilayah Brazil bagian selatan. Fenomena embun salju ini juga merusak perkebunan kopi di sana.
Fenomena embun es sangat disukai wisatawan yang penasaran. Meski begitu, Mulyono meminta warga juga wisatawan untuk menjaga kesehatan, terutama dari flu, dalam fase ini. “Warga cenderung sensitif dengan perubahan yang sifatnya mendadak. Kecenderungannya akan mengurangi daya tahan tubuh,” ucapnya.
Para pendaki gunung juga diminta lebih waspada dalam kondisi ini. Ia mengimbau para pendaki untuk membawa jaket dan sarung tangan yang lebih tebal serta peralatan-peralatan lain yang dibutuhkan.