Ceknricek com – Debat kedua Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 yang diselenggarakan Minggu (17/2) malam, di Hotel Sultan, Jakarta. Debat mengusung tema energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan, dan infrastruktur. Debat kedua hanya diikuti dua calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Berikut fakta dan kata dari debat putaran ke II Jokowi vs Prabowo.
Debat kedua. Sumber : IndonesiaInside
Perusahaan Pembakar Hutan
Joko Widodo menuturkan, dalam tiga tahun terakhir terdapat 11 perusahaan yang dijadikan tersangka dan dikenai sanksi sebesar Rp18,3 triliun.
“Kebakaran lahan harus diatasi dengan penegakan hukum yang tegas. Ada 11 perusahaan yang dikenai sanksi Rp18,3 triliun,” kata Jokowi.
Data dari Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) menunjukkan, pada 2015 hingga sekarang, telah ada 171 sanksi administrasi, 11 gugatan perdata, dan 510 kasus pidana terkait kebakaran hutan.
Namun, dari jumlah di atas, belum ada satu perusahaan yang membayar sanksi itu.
Sebelas perusahaan tersebut adalah PT Kalista Alam (PT KA), PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH), PT Palmina Utama (PT PU), PT National Sago Prima (PT NSP), PT Waringin Agro Jaya (PT WAJ), PT Ricky Kurniawan Kertapersana (PT RKK), PT Jatim Jaya Perkasa (PT JJP), PT Merbau Pelalawan Lestari (PT MPL), PT Surya Panen Subur, dan PT Waimusi Agroindah (PT WA).
Setengah Kekayaan Dikuasai 1 Persen Orang
Prabowo Subianto mengatakan bahwa di Indonesia terjadi disparitas yang mengakibatkan segelintir orang menguasai setengah kekayaan negara.
Peneliti Organisasi Non Pemerintah Auriga, Iqbal Damanik menyampaikan data Laporan Ketimpangan Indonesia berdasar data Oxfam pada Februari 2017 menunjukkan, empat orang terkaya di Indonesia mempunyai kekayaan yang melebihi dari 100 juta penduduk termiskin.
Menurut data tersebut, Indonesia menempati posisi keenam kategori ketimpangan distribusi kekayaan terburuk di dunia.
Laporan Badan Pusat Statistik (2018) memaparkan kesenjangan ekonomi berkurang berdasarkan angka rasio gini, dimana indeks rasio gini di tahun 2018 tercatat 0.384 turun dari 0.406 di tahun 2013.
4 dari 7 Unicorn ASEAN ada di Indonesia
Jokowi memaparkan bahwa di Indonesia terdapat empat dari tujuh unicorn atau perusahaan startup besar di Asia Tenggara. Empat perusahaan itu adalah Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
Menurut Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan didorong oleh sektor e-commerce, ride hailing, dan media online.
Melihat karakteristik keempatnya dengan prediksi dari Google-Temasek, layaknya memang sektor e-commerce, ride hiling, dan travel memang cukup besar.
Berdasarkan data dari katadata.com, terdapat delapan unicorn yang ada di Asia Tenggara, atau perusahaan startup yang bernilai di atas US$1 miliar.
Empat di antaranya ada di Indonesia (Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka). Sementara, empat lainnya ada di Singapura : Grab (US$10 miliar), SEA (US$4,9 miliar), Lazada (US$3,2 miliar), dan Razer (US$2 miliar).
Tambang Milik PT Bukit Asam Sudah Dihutankan Kembali
Calon presiden nomor urut 01 yang juga petahana, Joko Widodo, mengungkapkan area tambang milik PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk atau PTBA sudah dihutankan kembali.
Dilansir laman website PTBA, www. ptba.co.id, disebutkan ada program peduli lingkungan atau green mining dengan melakukan reklamasi terhadap lahan bekas penambangan.
“Dari total lahan bekas tambang seluas 5.394 hektar, 3.350 hektar di antaranya merupakan lahan bekas Tambang Air Laya dan 2.044 hektar adalah lahan bekas Tambang Banko Barat.
Lahan-lahan ini dijadikan hutan yang memiliki nilai ekonomis. Hutan ini berfungsi sebagai hutan untuk penelitian, perkemahan dan darmawisata. Bahkan di salah satu zona Penelitian produktif, PTBA telah bekerjasama dengan Universitas Bengkulu dalam menjalankan penelitian dan melakukan monitoring secara berkala setiap 3 bulan sekali. Dalam hal pembibitan PT.BA melibatkan kelompok masyarakat dan menerapkan pola pembibitan oleh masyarakat.
Kini Taman Hutan Rakyat (Tahura) Enim dijadikan percontohan bagi penanganan lahan pasca tambang. Hal ini ditandai dengan beberapa kunjungan pemerintah propinsi dan kabupaten di Pulau Kalimantan yang juga banyak memiliki areal pertambangan. PTBA menyadari bahwa green mining merupakan bagian dari CSR dan akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa mendatang.”
Sementara, dari pihak Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri mengatakan PTBA telah menghijaukan kembali area pasca-tambang IUP Air Laya dan IUP Bangko di Sumatera Selatan. Taman Hutan Raya (Tahura) di Muara Enim seluas 5.394 hektar yang dibangun sejak tahun 2016.
Namun, penghijauan itu dinilai Dhitri belum dapat memulihkan lingkungan seutuhnya.
“Permasalahannya adalah bahwa hutan ini belum dilakukan untuk memulihkan ekosistem dan keanekaragaman hayati,” ujar Adhityani.
“Pohon yang ditanam adalah pohon ciru dan akasia, yang merupakan pohon yang tumbuh cepat tetapi tidak bisa memulihkan ekosistem sebelum tambang,” kata dia.
Tak Ada Konflik Pembangunan Selama 4,5 Tahun
Dilansir Greenpeace, Jumat, (12/4), pada 2015 menunjukkan terjadinya konflik di masyarakat Batang yang terdampak pembangunan PLTU.
Debat kedua. Sumber : Independensi
Sedangkan Direktur Pusat Penelitian Energi Asia, Adhityani Putri menyebut, konflik ini masih berlangsung hingga hari ini dan berujung pada gugatan bahkan pemindahpaksaan permukiman warga.
“Pembebasan lahan untuk pembangunan infrstruktur energi khususnya PLTU batubara menimbulkan konflik hebat di masyarakat. Contoh adalah kasus pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah yang berujung pada gugatan masyarakat,” kata Dhitri.
“Sampai hari ini PLTU Batang masih menyisakan konflik pembebasan lahan. Hingga 2016, 71 orang masih menolak pindah, berakhir dipindahpaksakan,” ujar dia.
Konflik lain terjadi pada proses pembangunan bandara baru Yogyakarta (New Yogyakarta Airport) di Kulon Progo.
Dilansir pemberitaan kompas.com Juli 2018, tercatat adanya warga yang tidak mengambil uang ganti rugi yang disiapkan pemerintah atas tanah mereka yang akan dibangun sebagai lahan bandara. Mereka menolak penggusuran yang dilakukan.
Bahkan, warga yang sudah tidak memiliki rumah bertahan di area pembangunan bandara, mereka tinggal di pengungsian, baik di masjid atau tenda-tenda di dalam Izin Penetapan Lokasi (IPL).
Adapun, menurut catatan peneliti Lembaga Pemerhati Lingkungan Auriga, Iqbal Damanik, masih banyak konflik yang terjadi.
“Sebanyak 208 konflik agraria telah terjadi di sektor ini sepanjang tahun 2017, atau 32 persen dari seluruh jumlah kejadian konflik,” kata Iqbal.
Adapun, sektor properti menempati posisi kedua dengan 199 konflik atau 30 persen. Posisi ketiga ditempati sektor infrastruktur dengan 94 konflik atau 14 persen, disusul sektor pertanian dengan 78 konflik atau 12 persen.
“Dengan begitu, selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK (2015-2017), telah terjadi sebanyak 1.361 letusan konflik agraria. Sementara tahun 2018 konflik lahan terkait infrastrukut dicatat sejumlah 16 kasus,” kata Iqbal Damanik.
Tak Ada Kebakaran Hutan Selama Tiga Tahun Terakhir
Berdasarkan data Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memang terjadi penurunan luas wilayah kebakaran hutan dan lahan.
Menurut data Sipongo yang merupakan Karhutla Monitoring System, terdapat 14.604,84 hektar lahan yang terbakar pada 2016. Angka ini kemudian berkurang menjadi 11.127,49 hektar pada 2017 dan 4.666,39 hektar pada 2018.
Kemudian, pada 2018 atau empat hari sebelum pelaksanaan Asian Games 2018 ditemukan titik api terbanyak di Provinsi Riau berjumlah 90 titik.
Selain itu, ada 13 titik di Sumatera Selatan, 27 titik di Bangka Belitung, 22 titik di Sumatera Utara, 10 titik di Sumatera Barat, 4 titik di Provinsi Jambi, dan 3 titik di Lampung.
Kemudian, peneliti dari lembaga lingkungan hidup Auriga, Iqbal Damanik mengatakan bahwa tidak benar kalau tidak ada kebakaran hutan dan lahan dalam tiga tahun terakhir.
“Dalam 2 tahun terakhir terjadi kebakaran dan indikasinya dengan titik panas. Dicatat oleh KLHK, bahwa pada tahun 2017 saja setidaknya 11.000 hektar masih terindikasi terbakar,” ucap Iqbal.
Menurut data Auriga, kebakaran hutan dari tahun ke tahun sebagai berikut, 2015-2016; 261.060 hektar, 2016-2017; 14.604 hektar, 2017-2018; 11.127 hektar.