Ceknricek.com – Sebuah mobil Toyota Avanza menambrak sebuah motor di daerah Kota Bambu Utara, Jakarta Barat, Minggu (18/11) sekitar pukul 20:00. Mobil yang dikendarai F (13) menabrak FD (16) yang sedang mengendarai motor di depannya.
“F melaju di Jalan Kota Bambu Selatan dari arah selatan menuju utara, tepatnya dekat Alfamart. Dia menabrak motor yang dikendarai FD, yang melaju searah di depannya,” ujar Kasat Lantas Jakarta Barat AKBP Ganet Sukoco, Senin (19/11), seperti dikutip Kompas.
Tidak ada korban jiwa, hanya FDa yang ditabrak dari belakang menderita luka memar di punggung dan dirawat di Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat. Mobil mengalami kerusakan bagian bumper dan keretakan bagian kaca depan dan belakang, sedangkan motor rusak cukup parah.
Baik pengemudi mobil ataupun motor yang terlibat dalam kecelakaan tersebut merupakan anak di bawah umur. Keduanya belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai persyaratan seseorang boleh mengemudi kendaraan bermotor.
Kerap ditemukan di jalan raya, anak-anak di bawah umur yang menunggangi kendaraan bermotor. Terkait pelanggaran seperti ini, pelaku dapat terkena beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
Pertama, Pasal 77 ayat 1. Aturan tersebut menyatakan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan kendaraan yang dikemudikan.
Ada dua jenis SIM yang berlaku di Indonesia, yaitu SIM Kendaraan Bermotor Perseorangan dan SIM Kendaraan Bermotor Umum. Kemudian kedua jenis tersebut terbagi atas beberapa golongan berdasarkan jenis kendaraan.
1. Golongan SIM Kendaraan Bermotor Perseorangan
Berdasarkan Pasal 80 UU No. 22 Tahun 2009, golongan SIM perseorangan dibagi menjadi:
– SIM A: untuk mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 3.500 kg.
– SIM B I: untuk untuk mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
– SIM B II: untuk kendaraan alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor untuk menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg
– SIM C: untuk kendaraan bermotor roda dua yang dirancang dengan kecepatan lebih dari 40 km/jam.
– SIM C I: untuk kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas mesin 250-500 cc.
– SIM C II: untuk kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas mesin llebih dari 500 cc.
– SIM D: untuk kendaraan khusus bagi penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus.
2. Golongan SIM Kendaraan Bermotor Umum
Berdasarkan Pasal 82 UU No. 22 Tahun 2009, golongan SIM Umum dibagi menjadi:
– SIM A Umum: untuk mobil umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 3.500 kg.
– SIM B I Umum: untuk untuk mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
– SIM B II: untuk kendaraan alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor untuk menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg.
Kedua, Pasal 281. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Ketiga, jika pengendara menyebabkan kecelakaan yang membuat kerusakan kendaran dan korban luka ringan seperti kasus di atas, ia dapat dijerat pasal 310. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Keadaan kerusakan kendaraan dan luka yang diderita korban berpengaruh terhadap ancaman maksimal pidana dan denda. Aturan tersebut berdasarkan pasal 310 ayat 1 sampai 4.
Namun, perihal penetapan pasal di atas bergantung pada keputusan hakim. Penetapan hukum untuk pelaku anak-anak mengacu pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.