Ceknricek.com – TAHUN ini betul-betul lebaran istimewa. Buat para PNS, pensiunan, dan anggota TNI/Polri. Ini berkat PP 18 tahun 2018 yang sudah ditanda tangani Presiden Jokowi.
Maklum, PP itu telah memastikan mereka mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar sebulan take home pay.
Puji syukur. Sebab, tahun lalu, mereka—di luar para pensiunan yang sama sekali tidak memperoleh THR— cuma menerima THR sebesar gaji pokok.
Makanya, para aparat sipil negeri (ASN), TNI/Polri dan pensiunan, jelas bergembira ria. Tapi, para kepala daerah tampaknya resah. Itu karena mereka harus bekerja cepat dan mencari jalan untuk bisa memenuhi PP yang baru terbit dua minggu lalu itu.
Masalahnya jelas. Hampir semua kepala daerah sebelumnya cuma mengalokasikan besar THR sebesar gaji pokok. “APBD kami disahkan November 2017. Dan kami mematokkan besar THR 2018 dan gaji ke-13 sebesar gaji pokok. Sekarang, ada perintah dari Pusat, besarnya sebesar take home pay. Yah, kami terpaksa harus sesuaikan,” kata Bupati Mangarai, NTT Dr Deno Kamelus kepada ceknricek.com Senin malam (4/6/18).
Dia bersama staf mengaku sempat repot merespon perintah presiden dan menteri keuangan itu. “Terpaksa nanti ada deviasi dalam anggaran. Karena kami harus mengeluarkan anggaran lebih besar. Apalagi, THR harus sudah diberikan Minggu pertama Juni (sebelum libur lebaran). Sedangkan gaji ke 13 harus diberikan pada bulan Juli,” tambah Deno Kamelus. Konsekuensi putusan ini, mereka memang harus menggeser alokasi anggaran. Dan itu jelas, bisa bermasalah jika tak sempat dibahas dengan DPRD. “Kamikan harus melaksanakan kebijaksaan pemerintah Pusat dengan cepat. Makanya, supaya aman, kami mengharapkan Pusat segera mengeluarkan Juknis (petunjuk teknis)nya,” ujar Deno.
Bupati tetangganya juga di NTT, yaitu di Kabupaten Sikka Drs Paulus Nong juga bereaksi sama. “Saya menduga semua kepala daerah mengalami problem yang sama. “Harus mencari tambahan anggaran untuk bisa memenuhi PP 18/2018. Ini jelas beban buat kami,” kata Pelaksana Tugas Bupati Sikka itu. Toh, dengan segala problem, misalnya, karena penerimaan asli daerah (PAD) yang relatif kecil sekitar Rp 60 milyar, Paulus mengatakan mereka tetap akan menjalankan peraturan pemerintah pusat itu.
Ada sebanyak 22 kabupaten dan satu kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. “ Kami masuk kabupaten lama. Lumayanlah PADnya. Tapi, kabupaten lain yang baru dimekarkan dan PADnya kecil, mungkin akan lebih kesulitan memenuhi ketentuan THR itu,” tukas Paulus Nong.
Berdasarkan data tahun 2016, di seluruh Indonesia saat ini ada sebanyak 415 kabupaten dan 93 kota dengan 5 kota admistratif. Semuanya bernaung di 34 provinsi. Di seluruh wilayah itulah bekerja para aparat sipil negeri dan anggota TNI/Polri.
Jumlah total ASN—di luar anggota TNI dan Polri—diperkirakan sebanyak 4.374.342 orang. Sebanyak 3.455.905 orang berada di daerah dan sekitar 918.436 orang bekerja di Pusat. Jumlah itu terbilang besar. Apalagi kalau ditambah dengan jumlah pensiunan yang seleruhnya berkisar 2,9 juta orang.
Tak heran, karena harus memberikan THR sebesar take home pay, apalagi mau juga memberi THR kepada para pensiunan, pemerintah terpaksa merogoh kocek lebih dalam. Untuk THR Istimewa tahun ini, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp17,5 triliun. Ditambah anggaran gaji ke-13 yang besarnya juga hampir sama sekitar Rp 17, 5 triliun. Guna menyenangkan sekitar 8 juta jiwa—jumlah yang lumayan besar jika dikaitkan dengan Pilpres 2019– pemerintah siap menggelontorkan anggaran sebesar Rp 35, 76 triliun, naik 68,92 % dibandingkan anggaran tahun lalu.
Lonjakan kenaikan lumayan besar itulah yang kemudian dikritik beberapa ekonom. Mereka menilai langkah pemerintah itu kebijakan populis demi mendapatkan dukungan politik pada pilpres tahun depan. “Rasionalitasnya kurang bisa dimengerti, melihat realitas gerak perekonomian kita saat ini,” kritik DR Bhima Yudhistra, ekonom dari INDEF. (Baca: THR Istimewa di Tahun Politik)
Menteri Keuangan Sri Mulyani berulang mengatakan bahwa lewat kebijaksanaan itu pemerintan sebenarnya ingin membantu keluarga para ASN, TNI dan Polri dalam menghadapi lebaran. Untuk memotivasi agar kinerja mereka meningkat. Juga, belanja mereka itu nanti, kata menteri keuangan, sekaligus diharapkan mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal yang agak diragukan bisa terbukti. Sebab, seperti kata Ekonom Bhima Yudhistira, karena perkembangan situasional ekonomi domestik, tidak semua uang THR dan gaji ke-13 itu nanti akan dibelanjakan untuk konsumsi. “Bisa saja mereka tabung di bank. Jadi dana pihak ketiga di bank yang naik. Atau dipakai bayar untuk keperluan di luar konsumsi seperti menyekolahkan anak mereka.”