Ceknricek.com — Efek perang dagang Amerika dan China harus diwaspadai. Khususnya bagi generasi milenial Indonesia, karena diperkirakan akan berlangsung dalam waktu cukup lama. Perang dagang kedua negara itu, bukan hanya menyangkut ekonomi semata, melainkan juga melibatkan ideologi kedua negara.
Peringatan itu disampaikan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, di sela-sela ulang tahun ke-41 Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), di Jakarta, Jumat (5/7) malam.
“Sederhananya, Amerika merasa kalah dengan derasnya impor barang dari China, sehingga memasang tarif masuk yang tinggi untuk mengambil keuntungan. Sekaligus agar produk hasil manufaktur Amerika tetap bisa dijajakan dengan baik karena barang dari China menjadi lebih mahal. Begitu pula dengan China yang membalas dengan hal serupa. Akibatnya, yang terjadi kemudian adalah perang ideologi, karena keduanya tak mau mengalah,” ujar politikus yang akrab disapa Bamsoet itu.
Foto : Istimewa
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menilai ada peluang yang bisa diambil milenial Indonesia dari perseturuan dua negara adikuasa tersebut. Di saat kedua negara saling mengunci teknologi satu sama lain, inilah kesempatan Indonesia untuk membangun platform teknologi digital dalam negeri.
“Kita harus mencontoh apa yang dilakukan China dalam 5 tahun terakhir, yaitu membangun swasta dengan perlindungan ketat dari negara. Misalnya, jejaring pertemanan REN REN dilindungi oleh pemerintah China. Facebook tidak boleh masuk, sehingga REN REN menguasai 80 persen jejaring perkawanan China,” terang Bamsoet.
Begitu pun dengan transportasi digital. Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini memaparkan, setelah Didi Chuxing online transportation menguasai 80 pasar China, Uber baru boleh masuk. Alibaba menguasai 80 persen pasar China, baru Amazon boleh masuk. Baidu menguasai lebih dari 80 persen pasar China, baru Google boleh masuk sebagai search engine. Yoku menguasai 80 persen pasar China, Youtube baru boleh masuk.
“Karenanya, Indonesia jika ingin maju, maka aplikasi anak negeri harus dilindungi terlebih dahulu. Saya mendorong anak bangsa membuat platform digital teknologi sendiri. Buat Google versi Indonesia sendiri atau buat Facebook versi Indonesia sendiri. Dan, terpenting semua platform digital teknologi anak bangsa tersebut dilindungi secara maksimal oleh negara,” jelas Bamsoet.
Foto : Istimewa
Jika semua sosial media dari luar diatur oleh negara dan produk Indonesia diberi fasilitas dan kemudahan, Bamsoet yakin, dalam satu atau dua tahun ke depan, kaum milenial Indonesia bisa membuat dan melaksanakan platform digital tekhnologi tersebut. Sehingga ketika puncak perang Amerika dan China terjadi, Indonesia sudah punya semuanya.
“Bukan tidak mungkin, saat puncak perang terjadi, Amerika akan mematikan sosmed mereka, internet mereka, satelit mereka. Karena itu adalah strategi perang battle space yaitu penaklukan ruang udara. Tetapi jika Indonesia sudah memiliki platform sendiri, maka kita tetap bisa connect,” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini mencontohkan, beberapa waktu lalu selama 2 hari sosial media di Indonesia dimatikan secara lokal. Banyak warganet yang langsung uring-uringan. Apalagi kalau China mematikan 5G atau Amerika mematikan 4G nya.
“Bayangkan kalau mereka matikan itu semua. Indonesia jadi bingung. Karena kita terlalu bergantung pada network asing. Saya tegaskan, jangan sampai itu terjadi. Lalu apa solusinya? Sekali lagi, kita harus membangun platform digital teknologi sendiri. Dan, itu harus dilindungi oleh negara,” tegas Bamsoet.