Ceknricek.com — Robert Koch dikenal sebagai ilmuwan yang memberikan sumbangsih berharga bagi dunia kesehatan. Selama hidupnya, ia mengabdikan diri untuk melakukan riset terhadap penyakit seperti Tuberkulosis, Kolera, Malaria, hingga Anthrax.
Ilmuwan yang lahir hari ini 176 tahun silam, tepatnya pada 11 Desember 1843 ini telah meraih penghargaan prestise internasional, termasuk Nobel kelima dalam bidang Fisiologi dan kedokteran.
Robert Heinrich Hermann Koch lahir, di Clausthal, Jerman dari putra seorang insinyur pertambangan bernama Hermann Koch. Sejak kecil ia sudah menunjukkan intelektual akademiknya dengan mengumumkan pada orang tuanya bahwa ia telah belajar membaca sendiri dari koran pada umur lima tahun.
Sebelum masuk sekolah pada tahun 1848, ia pun telah belajar sendiri cara membaca dan menulis dari berbagai buku di perpustakaan ayahnya. Setelah lulus dari sekolah tinggi pada 1862, dengan nilai unggul di bidang ilmu pengetahuan alam dan matematika, Koch lalu mendaftar di Universitas Gottingen untuk belajar kedokteran.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Sinar X-Ray Ditemukan dan Mengubah Dunia

Di sinilah ia mendapat pendidikan dari para profesor yang sangat mempengaruhinya terhadap kecakapan di bidang ilmiah, salah satunya Jacob Henle, seorang ahli anatomi terkemuka dan pendukung teori penyakit yang memberikan pemahaman lebih mengenai bakteri pada Koch.
Penelitian Anthrax
Setelah mendapatkan gelar medisnya pada tahun 1866, Koch kemudian bekerja sebagai asisten rumah sakit dan sempat menjadi petugas layanan medis dalam perang Perancis-Prusia pada tahun 1870. Dua tahun berjalan, ia mulai melakukan penelitian terkait bakteri Anthrax di distrik Wollstein, Jerman yang belakangan membuatnya terkenal.

Di laboratorium sekaligus rumahnya itu, Koch mulai melakukan penelitian terhadap bakteri Anthrax yang sebelumnya telah ditemukan oleh Davaine dan Bayer pada 1849, dan diidentifikasi oleh Pollender pada 1855. Lewat serangkaian penelitian dengan menggunakan tikus, Koch akhirnya mampu memperkuat penelitian ilmuwan sebelumnya, bahwa penyakit itu dapat menular melalui darah hewan yang sebelumnya menderita anthrax.
Baca Juga: Biografi Alfred Nobel, Ilmuwan Penggagas Hadiah Nobel
Dari hasil penelitian tersebut Koch kemudian menuliskannya dalam jurnal dan berhasil membuat terkesan profesor Ferdinand Cohn dan Cohnheim hingga ia dipekerjakan di Kantor Kesehatan Kekaisaran (Imperial Health Office) pada tahun 1880, di Berlin.
Tahun 1882, Koch kembali menerbitkan karyanya tentang anthrax yang telah ia kembangkan dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai TBC ketika ia dikirim ke Mesir sebagai Pemimpin Komisi Kolera Jerman, untuk menyelidiki wabah kolera di negara itu. Di negeri Piramida inilah Koch, menemukan bakteri vibrio yang menyebabkan kolera setelah sebelumnya juga melakukan penelitian di India.
Menyingkap Misteri Malaria di Hindia Belanda
Selain melakukan penelitian di Eropa, Robert Koch juga pernah melakukan riset di negeri jajahan Kincir Angin, yakni Hindia Belanda atau yang kini bernama Indonesia. Kehadiran Koch untuk meneliti kasus malaria dalam serangkaian ekspedisi penelitian penyakit malaria di daerah tropis. Koch kali ini meneruskan penelitian yang dilakukan oleh Allard van der Scher sejak 1891 hingga 1898.

Koch tiba di Batavia pada 1899. Ia kemudian melakukan penelitian di Ambarawa dan Tengger terhadap korban malaria yang didominasi anak-anak, Koch akhirnya berhasil membuktikan postulat dokter Ross bahwa penyakit malaria disebarkan melalui nyamuk genus Anopheles yang menjadi inang dari parasit plasmodium sebelum binatang tersebut menggigit korban.
Sebelumnya, Koch juga pernah melakukan riset terhadap kasus yang sama dengan memusatkan penelitian lewat asumsi apakah malaria dapat menjangkiti hewan. Dia pun sempat menggunakan Orangutan, Owa (Hylobates agilis) dan siamang (Hylobates syndactylus) untuk percobaan infeksi penyakit tersebut.
Baca Juga: Thomas Alfa Edison, Penemu Sekaligus Pengusaha Dunia
Dari metode ini ia mengambil kesimpulan yang kemudian ia tuliskan dalam laporan penelitiannya yang berjudul Professor Koch’s Investigations on Malaria yang dapat dibaca di The British Medical Journal (Vol. 1, No. 2041, 1900), bahwa malaria tidak dapat menjangkiti hewan.
“Jika kera yang dekat kekerabatannya dengan manusia kebal terhadap malaria–sebagaimana dibuktikan eksperimen ini–tak dapat dianggap bahwa hewan lain yang lebih jauh kekerabatannya dapat membawa parasit malaria dalam darahnya. Karena itu manusia tetaplah satu-satunya pembawa parasit ini,” tulis Koch dalam laporannya (hlm. 326).
Keberhasilan riset Koch di Hindia belanda kemudian memicu meningkatnya riset serupa oleh banyak profesor untuk meneliti lebih lanjut mengenai kasus malaria di wilayah Hindia Belanda. Beberapa di antaranya adalah Dokter Wilhelm Schuffner dan Dokter Nicolaas Swellengrebel yang belakangan melakukan penelitian di Sumatra Utara.
Meraih Nobel Karena TBC
Ketika Koch masih berada di Jerman, ia sempat melakukan penelitian terhadap penyakit Tuberkulosis atau TBC di mana ia pada waktu itu tidak meyakini bahwa penyakit tersebut sebagaimana anggapan banyak orang adalah penyakit bawaan, melainkan oleh bakteri tertentu yang menular.
Dia pun melakukan serangkaian penelitian hingga tahun 1882, berhasil menerbitkan penemuannya tentang TBC lewat empat Postulat Koch dan mengidentifikasi penyebab penyakit yang menyerang paru-paru itu akibat basil bernama Mycobacterium tuberculosis itu.

Dari hasil karyanya inilah ia kemudian dianugerahi Hadiah Nobel l dalam Fisiologi dan Kedokteran pada 1905. Lima tahun kemudian, Robert Koch wafat di usia 66 tahun pada 27 Mei 1910, di Karlsruhe, Keharyapatihan Baden, Jerman. Ia meninggalkan Emma Adolfine Josephine Fraatz (Emmy) istri yang ia nikahi pada 1866, dan satu orang anak semata wayang bernama Gertrude.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.