Ceknricek.com — Denny JA akhirnya buka suara soal pesan WA yang diduga dari dirinya kepada Luhut Binsar Panjaitan (LBP), berisi permintaan jabatan Komisaris PT Inalum yang menghebohkan media sosial, Rabu (15/1).
Respons bos Lingkar Survei Indonesia (LSI) itu ia tulis dalam bentuk cerpen, Rabu (15/1) sore. Berikut klarifikasi Denny JA.
Ketika Gosip Komisaris BUMN Pun Dijadikan Isu
“Pastilah sebagian masyarakat ini kehilangan isu besar. Gosip pun dijadikan isu. Tanpa cek and recheck lagi, gosip itu di-forward ke mana- mana. Dan viral pula.”
Itulah responnya yang pertama ketika membaca teks di WA. Dengan senyum, sambil menyeruput kopi, ia baca sekali lagi pesan beruntun di ponselnya.
Diberitakan, WA-nya ke salah satu menteri bocor. Ia menawarkan diri menjadi komisaris salah satu BUMN. Entah apa yang salah? Atau apa yang penting dari soal itu hingga dijadikan isu yang viral?
Dalam hidupnya sebagai aktivis, tak sekali ia menerima gosip itu. Sebelumnya di era Pilpres 2019, ia dikabarkan menerima uang dari Jokowi sebesar Rp45 miliar untuk memenangkan Jokowi mengalahkan Prabowo.
Waktu itu, ia santai saja menjawab. “Itu fitnah karena angka 45 miliar kok kecil sekali. Padahal saya tidak sedang banting harga.”
Sebagai konsultan politik yang ikut memenangkan presiden tiga kali berturut-turut (kini empat kali), apa iya saya dibayar hanya Rp45 miliar?” Celotehan santai darinya saat itu terasa pas. Agaknya lebih efektif merespon gosip politik dengan celotehan saja.

Baca Juga: Heboh Dugaan Denny JA Minta Jabatan Komisaris PT Inalum
Apa daya. Ia tumbuh sebagai aktivis. Berdebat di publik menjadi nafasnya. Berdebat dengan data, angka dan hasil riset memang hobinya. Tapi berceloteh pun oke juga.
Sejak lama, ia memang rindu. Ia berharap ruang publik lebih diisi oleh debat gagasan. Ia ingin para elit heboh oleh inovasi. Ia angankan kembali datang era berpolitik gaya Founding Fathers yang pejuang tapi juga pemikir.
Tapi yang marak dan heboh di ruang publik, acapkali hanya soal skandal tokoh, gosip dan hoaks. Apa daya.
Ia teringat teks WA yang Ia terima semalam. Isi WA itu gosip tentang dirinya. Ia digambarkan seolah berkomunikasi dengan seorang menteri untuk jabatan komisaris BUMN.
Ia forward gosip itu ke beberapa, hanya untuk info. Ternyata, itu malah di-forward beberapa kali oleh mereka yang senang bergosip ke aneka grup. Tanpa ada check and recheck dan mengelaborasi konteksnya dulu.
Di era media sosial, apa pun mudah menjadi isu. Apalagi jika masyarakat yang kehilangan isu besar. Gosip pun menjadi isu. Lebih sensasional lebih asyik. Tak penting benar atau salah.
Ia teringat lirik lagu Michael Jackson: Beat it! beat it! No matter who is wrong or right. Just beat it!
-000-
Apa yang salah dengan seseorang yang ingin berperan ikut memajukan negaranya dengan mengajukan diri menjadi komisaris BUMN? Bukankah itu memang jabatan terbuka yang bisa diisi siapa saja yang kompeten?

Apa yang salah orang yang mengajukan diri menjadi rektor, menjadi menteri, menjadi direktur TV, menjadi bintang sinetron?
Bukankah tak ada pelanggaran hukum di sana? Tak ada skandal di sana? Bukankah semua orang pada dasarnya bagus bagus saja melakukan lobi, meyakinkan aneka pihak? Kok masalah itu saja bisa dijadikan isu dan viral?
-000-
Ia kembali minum itu kopi. Dinyalakannya Smart TV, dan masuk ke Netflix. Kembali ia lanjutkan serial docu drama tentang kisah para genius mengubah peradaban.
Kisah tentang Bill Gates, Pulitzer, Thomas Alfa Edison. Kadang mereka sedikit berkotor tangan, melobi sana dan sini untuk realisasi gagasan.
Perlukah ia klarifikasi isu soal dirinya mengajukan diri sebagai komisaris BUMN itu? Baiklah, ujarnya. Klarifikasi saja dalam bentuk cerpen.
Dan jadilah cerpen ini.
BACA JUGA: Cek SOSOK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini