Ceknricek.com — Aktor, sutradara dan produser Deddy Mizwar terpilih sebagai ketua umum baru Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dalam kongres XX organisasi para produser film itu di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Rabu (13/10).
Sebelumnya, pemeran Naga Bonar itu terpilih sebagai formatur bersama Ilham Bintang, dan Manoj Punjabi. Mereka dipilih oleh peserta kongres dan diamanatkan untuk memilih ketua umum dan pengurus PPFI. Hanya dalam waktu tidak lebih dari 30 menit formatur secara mufakat menetapkan Deddy Mizwar sebagai ketua umum baru PPFI untuk periode 2019 – 2022. Ia menggantikan Firman Bintang yang sebelumnya memimpin PPFI selama dua periode (2012-2015 dan 2015-2018).

Deddy Mizwar menakhodai PPFI didampingi oleh Sekjen Zairin Zain. Adapun pengurus lain, masing-masing ketua bidang produksi Judith J Dipodiputro, ketua bidang peredaran Manoj Punjabi, ketua bidang hubungan luar negeri Amrit Punjabi dan ketua bidang organisasi Wina Armada Sukardi.
Sidang kongres yang dipimpin Ilham Bintang berlangsung lancar, hanya memakan waktu sekitar dua jam, termasuk untuk rapat formatur.
Firman Bintang, Ketua DPO
Dalam kongres terpilih pula lima anggota Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO), masing-masing Firman Bintang sebagai ketua dan anggota Ilham Bintang, Harry Simon, Adisurya Abdy dan Sofian Saleh.
Dalam sambutan pertama setelah terpilih sebagai ketua umum PPFI, Deddy Mizwar menegaskan akan mengajak semua pihak yang terlibat dalam perfilman untuk ikut berperan aktif memajukan perfilman Nasional. “Karena tantangan ke depan dunia perfilman Indonesia sangat besar,” katanya.
Sejak remaja, mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu sudah bergelut dengan dunia film. Diawali sebagai aktor, antara lain berperan sebagai Nagabonar dalam film berjudul sama. Peraih banyak Piala Citra Aktor Terbaik FFI itu boleh dikatakan sosok film Indonesia paling lengkap. Kelak, ia juga menyutradarai banyak film, hasil produksi perusahaan filmnya sendiri: Demi Gisela Film.
Baca Juga: Roy Marten dan Firman Bintang Tanggapi Kisruh “Nagabonar Reborn”
Kini, di atas pundaknya diletakkan paling sedikit tiga amanah para produser film Indonesia. Pertama, mengupayakan seluruh film nasional mendapatkan kesempatan sama ditayangkan di bioskop, sesuai amanah UU Perfilman No 33/1999.
Yang kedua, keringanan pajak tontonan yang tidak hanya berlaku di Jakarta, tetapi di seluruh wilayah edar atau kota kunci pemutaran film Indonesia di Tanah Air.
Harapan ketiga, revisi UU Perfilman yang lebih berpihak pada film-film Nasional.
Dalam laporan pertanggungjawaban Firman Bintang memang disebutkan masih banyak produser film yang menderita kerugian karena filmnya tidak mendapat kesempatan tayang di bioskop. Kalau pun dapat, jumlah layarnya hanya sedikit. “Sehingga tidak memungkinkan mereka kembalikan modal dan merencanakan produksi film kembali,” kata Firman.
BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini