Ceknricek.com — Deretan antrian di sekitar Gedung Balai Kota Melbourne, Victoria, Australia, awal pekan ini memang cukup panjang. Dan meski banyak peserta antrian mengenakan masker namun dari sisa wajah yang terbuka dapat diduga bahwa umumnya mereka bukanlah “orang Australia”, meski sekarang ini sudah semakin sulit untuk menerka bagaimana kiranya wajah khas “orang Australia”. Maklum Australia sekarang ini terdiri dari mereka yang berasal dari 270 kelompok etnis.
Namun dari aksen atau logat bahasa Inggris mereka ketika bertutur kata satu sama lain dapatlah disimpulkan bahwa mereka sebenarnya bukan orang Australia. Siapa mereka dan kenapa mereka gigih terus antrian di tengah-tengah udara yang bukan saja dingin, melainkan juga basah?
Gegara perut sejengkal
Mereka adalah mahasiswa asing yang sedang menuntut ilmu di berbagai universitas di Melbourne dan sekitarnya. Ada yang meneruskan pendidikan berkat bea-siswa dari pemerintah Australia dan mungkin juga dari pihak lain, termasuk pemerintah masing-masing, namun tidak sedikit pula atas biaya sendiri (sangat boleh jadi dari orang tua di kampung halaman).
Gegara pandemic COVID-19, apa boleh buat, banyak di antara mereka yang selama ini mencukupi biaya kehidupan mereka dengan bekerja sambilan, harus mampu bertahan dengan hanya dana kiriman keluarga atau bea-siswa, yang ternyata masih belum memadai.
Baca juga: Luther and Guttenberg
Bagi pemerintah daerah Negara Bagian Victoria, kehadiran para mahasiswa asing itu memang sangat dihargai, paling tidak dari segi pemasukan keuangan. Tahun lalu, para mahasiswa asing ini membawa serta 12 miliar dolar untuk negara bagian ini, suatu jumlah yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
Karena ada “ubi ada talas, ada budi ada balas”, Dewan Kotapraja Melbourne, turun tangan untuk membantu para mahasiswa asing yang sedang dilanda cobaan hidup ini.
Ternyata Dewan Kotapraja Melbourne salah hitung. Mereka menyediakan kupon bahan makanan senilai $200 per orang untuk seribu mahasiswa. Ternyata yang “berminat” untuk memperoleh kupon yang dapat ditukarkan dengan bahan makanan di Pasar Victoria Market, terletak di pinggir wilayah ibukota Melbourne itu, membludak mencapai 17-ribu.
Berbagai pihak mengakui bahwa sikon dewasa ini memang sangat memberati para mahasiswa asing. Oleh sebab itulah berbagai pihak, baik resmi maupun perorangan, di Australia mencoba uluran tangan bantuan, seperti yang dilakukan oleh Dewan Kotapraja Melbourne, meski masih secara terbatas.
Baca juga: Bertubi-tubi Diserang Covid-19
Pemerintah Daerah Negara Bagian New South Wales (Ibukotanya Sydney), misalnya, mengalokasikan 20 juta dolar untuk membantu para mahasiswa asing di wilayah tersebut mengatasi masalah keuangan yang mereka hadapi. Salah satu cara yang ditempuh adalah penempatan mahasiswa yang sudah Senin-Kemis di keluarga biasa, serta di penampungan-penampungan sementara.
Semua ini sebenarnya dapat dimengerti karena nilai dari para mahasiswa ini di masa lalu memang sangat membantu perekonomian setempat. Diperkirakan sampai 40% dari anggaran perguruan tinggi di Australia ditutupi oleh pemasukan dari para mahasiswa asing yang ternyata menganggap sekali mutu pendidikan yang ditawarkan oleh berbagai perguruan tinggi di Australia.
Alhasil kalau “kemesraan ini janganlah cepat berlalu” maka pandemic COVID-19 ini semoga secepat kilat lenyap dari permukaan bumi Australia, dan tentu saja dari permukaan bumi seluruh dunia. Insya Allah.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.