Ceknricek.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini Indonesia bisa menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan dalam waktu empat tahun. Hal itu diucapkan Jokowi di hadapan 100 CEO yang tergabung dalam Kompas 100 CEO Forum di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis (28/11).
“Apa yang 10 tahun terakhir belum bisa diturunkan yaitu Current Account Deficit (CAD) tapi saya meyakini dengan transformasi ekonomi yang maksimal kita bisa selesaikan defisit transaksi berjalan dalam waktu empat tahun,” ucap Jokowi seperti dilansir Antara.
Menurut data BI, pada kuartal III 2019 ini angka defisit pada neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit atau CAD) Indonesia ialah sebesar US$7,7 miliar atau 2,66 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara pada tahun 2018 lalu besarnya CAD ialah sebesar US$30,5 miliar atau 2,93 persen dari PDB.
Terakhir kali Indonesia memiliki persentase CAD terhadap PDB lebih besar yaitu di tahun 2015 lalu, yakni sebesar 3,09 persen. Sementara selama tiga kuartal di 2019 ini, besarnya persentase CAD terhadap PDB ialah sebesar 2,51, 2,93 dan 2,66.
Menurut Jokowi, salah satu bentuk transformasi yang siap dilakukan Indonesia adalah dengan tidak lagi bergantung kepada ekspor komoditas. Pasalnya, harga komoditas ini selalu turun dan akhirnya berimbas pula pada pertumbuhan ekonomi.
Di lain sisi, Jokowi juga mengeluhkan besarnya impor yang dilakukan Indonesia baik itu untuk keperluan minyak dan gas, hingga barang baku dan modal.

“Tidak masalah impor kalau dipakai untuk mengolah barang-barang ekspor, tapi banyak juga barang modal ini termasuk untuk konsumsi domestik kita. Ini juga sebenarnya tidak ada masalah asal itu menjadi hal produktif di ekonomi kita, sehingga dari yang saya sampaikan tadi mempengaruhi defisit transaksi berjalan kita dan mempengaruhi volatilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi,” kata Jokowi.
Kedepannya, pemerintah berupaya mengatasi kondisi tersebut dengan peningkatan barang ekspor dan produk substitusi impor.
Di hadapan para CEO, Jokowi juga menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020, sebesar 5,04-5,05 persen. Hal ini dianggap realistis mengacu kondisi ekonomi global yang menurut IMF dan Bank Dunia terancam terkena resesi karena ketidakpastian.
“Saya dipesankan agar kebijakan fiskal prudent saja, saya setuju fiskal harus prudent karena APBN hanya mempengaruhi kurang lebih 14 persen, artinya 86 persen baik perputaran uang dan ekonomi itu berada di sektor swasta, termasuk BUMN,” kata Jokowi.
Baca Juga: Jokowi: 5 Tahun Lagi, Stunting Tinggal 14 Persen
Salah satu kebijakan fiskal yang prudent itu ialah dengan menetapkan rasio defisit anggaran terhadap PDB dengan sangat hati-hati jika dibanding negara lain. Tahun ini di APBN 2019, Indonesia menetapkan defisit anggaran terhadap PDB sebesar 1,84 persen. Di APBN 2020, Indonesia menetapkan defisit anggaran sebesar 1,76 persen.
“Tahun ini defisit APBN nanti jatuhnya di angka 2 persen lebih sedikit. Tahun depan mungkin juga akan bergerak tapi semua masih prudent di bawah angka 3 atau 2,5 persen,” ucap Jokowi.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pelebaran defisit anggaran secara perlahan dari 1,8 persen ke 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) dilakukan agar pemerintah tidak terpojok oleh pasar. Dengan melebarkan defisit anggaran sebesar 0,4 persen, kredibilitas pemerintah masih terjaga dengan baik di mata pelaku pasar.
“Defisit anggaran 2,2 persen masih sangat jauh dari batas 3 persen. Tapi jika kami mulai melebarkan defisit dari 2,2 persen ke 2,7 persen, kami akan terpojok,” kata Suahasil.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini