Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • 8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan
  • Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba
  • Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan
  • Rantai Korupsi Tambang Nikel
  • Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Dilema Sedekah Kepada Pengemis

Opini April 12, 20237 Mins Read

Sketsa Serba-Serbi Sholat  Subuh (21)

Ceknricek.com–SEORANG khatib, setelah sholat subuh berjamaah di masjid, dalamceramahnya mengatakan,  kita diwajibkan untuk menolong membantu anak yatim dan fakir miskin, termasuk pengemis. Menurutnya, doa dari para anak yatim itu makbul, atau besar kemungkinan bakal dikabulkan Allah.

Dia menganjurkan, kalau di lingkungan kita, atau kita tahu, ada anak yatim yang potensinya bagus, tak  usah ragu-ragu untuk dijadikan anak asuh. Gak  perlu takut kekurangan rezeki, lantaran justeru nanti rejeki bakal datang lebih banyak. Kalau perlu, katanya, tidak perlu jauh-jauh mencarinya. Bantulah  lebih dahulu di lingkungan keluarga atau sanak famili.

Begitu juga dengan kaum miskin, terlebih para pengemis. Kalau ada uang, berapa aja, berikan saja. Kita tidak boleh “bermuka masem” kalau ada pengemis  meminta-minta kepada kita.Namun khotib juga mengingatkan, sekarang ini agak susah membedakan mana “pengemis” asli dan “pengemis”  palsu, atau  “pengemis asli palsunya.”

Dia mengungkapkan, realitas sosial yang sebagian orang mungkin sudah mengetahuinya: “para pengemis” kini sudah ada koordinatornya dan bekerja sistematis serta berjenjang pula. Misal di lampu-lampu merah lalu lintas, di semua bagianya ada pengemis. Nah, pengemis ini sudah diatur dalam manajemen yang profesional. Ada jam kerjanya. Ada shiftnya.

Di setiap sudut jalan di lampu merah itu, ada “pengawas” para pengemis.  Mereka memantau kinerja para pengemis. Setelah jam kerjanya habis,  mereka juga mengatur pergantian shiftnya itu. Para pengawas ini menyediakan pula makanan buat para pengemis yang selesai bekerja.  Dan tentu saja mengambil uang hasil kerja mengemis, dan memberikan sedikit bagian buat para pengemisnya. Kendaraan antar jemput sudah diatur oleh “bos” atasan para pengawas.

Jangan salah, baik para pengemis, apalagi “bosnya,” hidup mereka gak susah-susah banget, bahkan ada yang tingkat hidup ekonominya di atas rata-rata.

Bagaimana tidak.

Mereka di kampungnya punya rumah permanen. Dari kerangka beton. Ada yang bertingkat pula.  Perabot dan dekorasinya juga bukan kaleng-kaleng. Sarana elektronik termasuk yang mutakhir. Di garasi ada mobil. Bahkan ada yang dua sekaligus. Lebih hebat lagi, dari mereka ada yang ….punya istri lebih dari satu. Tak heran, bisa saja mereka ekonominya justeru jauh lebih sejahtera ketimbang yang memberi sedekah kepada pengemis.

Padahal semua itu hasil dari mengemis.  Ya usaha dari mengemis! Hasil yang luar biasa itu tak terlepas pula dari  cara kerjanya mirip mafia. Rapi,  penuh tipu daya, dan terkontrol. Pendeknya mereka juga manageable, atau dengan manajemen yang baik.

Belajar dari pengalaman, mereka pun mulai mengenal pendekatan terhadap birokrasi. Jika ada pengemis yang kena rahasia  dan ditangkap  polisi “tibum” alias polisi ketertiban umum dari polisi pamong praja, sudah ada “petugas khusus” yang bakal melakukan lobi dan negosiasi dengan pihak Satpol PP dan pihak-pihak terkait lainnya. Jadi amanlah. Paling kalaupun tertangkap , beberapa hari saja  sudah bebas lagi. Para “petugas khusus” sudah mengaturnya.

Mereka sangat paham memanfaatkan empati dan dorongan masyarakat untuk menjalankan perintah agama . Walaupun tidak belajar, mereka pun tampaknya “menguasai psikologi sosial” ihwal belas kasihan naluri kemanusiaan.

Maka dibuatlah diri para pengemis menjadi dapat menghasilkan rasa iba. Ada pengemis yang wajah dan tubuhnya dibuat dekil  dan seakan-akan ada luka di sana sini. Itu semua rekayasa. Bohong. Semua buatan.

Ada pula pengemis yang membawa-bawa anak. Padahal anak itu bukan anak sendiri, tapi anak sewaan. Seharian si anak atau bahkan bayi disewa antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Lebih hebat, dan sekaligus sadis, anak-anak atau bayi-bayi itu  sebelum “dikaryakan” diberikan sejenis obat tidur agar terus teler. Tujuannya untuk semakin membuat masyakarta iba.

Para pengemis juga mengeksploitir kecacatan. Mereka menampilkan diri  sebagai manusia dengan kaki  atau tangan buntung sebelah. Asumsinya , semakin nampak menderita seorang pengemis, semakin bakal dikashini oleh masyarakat, dan itu artinya cuan semakin besar.

Padahal, sekali lagi, semua itu cuma sandiwara. Kaki dan tanganya aslinya tidak buntung sama sekali, tapi “disulap” dengan tipuan sedemikian rupa,  seakan-akan memang benar buntung. Misal dilipat dengan celana berlapis-lapis sedemikian rupa, dan up, kelihatan satu kaki hilang.

Tentu mereka tak ketinggalan belajar “akting.” Para pengemis ini “berakting”  ngesot layaknya disabilitas. Mereka juga belajar memakai tongkat untuk berjalan. Dan aktingnya memang menyakinkan, sehingga hati masyarakat banyak yang tersentuh dan memberikan uang.

Tidak boleh dilupakan, niat memberikan bantuan juga sering kali membahayakan diri kita sendiri. Pernah suatu ketika, sepulang dari pertemuan acara keluarga di rumah seorang kakak, hamba pulang malam bersama istri naik mobil. Waktu itu sekitar jam 23.30. Kebetulan yang menyetir mobil isteri hamba. Sedangkan hamba sendiri duduk di kursi sebelah. Sandaran kursinya hamba  kebelangkangkan, sehingga dapat dipakai rebahan. Dari luar, seakan-akan dalam mobil cuma ada isteri hamba saja.

Sesampai di lampu merah CSW, dari arah Jalan  Wolter Monginsidi- Trunojoyo, menuju ke arah RSP, pas di lampu merah dan mobil berhenti, ada seorang pengemis ngesot karena kakinya “buntung.”  Dia mendekati mobil kami. Begitu sampai di samping mobil kami, dia berdiri. Istri dan hamba yang dari tadi memperhatikan ya terkejut bukan alang kepalang. Nampaknya si pengemis gadungan itu  siap-siap bakal melakukan kejahatan kepada istri hamba. Dia pikir, perempuan malem-malem, menyetir sendiri, menjadi makanan empuk.

Begitu hamba  menegakkan sandaran kursi, dan terlihat olehnya, balik dia yang sangat terkejut bukan alang kepalang. Dia tidak menduga di dalam mobil juga ada lelaki. Tanpa banyak cingcong dia mabur. Dia lupa kakinya tadinya “buntung.”

Penipuan tak hanya dengan cara mengemis. Sering pula memakai institusi sosial seperti yayasan untuk anak yatim atau buat pembangunan masjid. Banyak  “kotak amal” dari berbagai yayasan, ternyata hasilnya bukan dipakai untuk tujuan membantu kaum dhuafa atau membangun masjid dan lain-lain, melainkan diambil untuk kepentingan pribadi. Yayasan-yayasan yang disebut sering cuma kedok, bahkan yayasannya tak ada.

Terakhir orang memanfaatkan ketaatan beragama dengan mengikuti perkembangan teknologi. Kiwari kita kalau mau mendonasikan uang kita cukup lewat proses QR dari HP. Praktis. Eh, belakangan, QR pun dipalsukan. Di mesjid-mesjid (antara lain masjid Istiqlal dan masjid di Blok M), terminal, bandara dan tempat-tempat umum lain sudah terbukti terpasang QR palsu, QR yang duitnya masuk ke dompet digital pribadi para penipunya. 

Ajaran agama untuk memberikan bantuan kepada  anak yatim dan fakir miskin, kini menjadi tak sederhana lagi. Niat baik dalam diri kita, belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik sesuai keinginan kita, bahkan sebaliknya malah dapat membantu kaum komplotan yang memanipulasi para pengemis palsu.

Sebagian dari kita mungkin ada yang mendebat, ”Ah, yang penting niat kita baik, selebihnya kalau mereka jahat, itu tanggung jawab mereka masing-masing. dengan Tuhan.”  Sikap ini secara tidak langsung telah membantu kebohongan, dan tentu yang membantu kebohongan tidak dapat dikatakan lagi berniat baik serta harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selain itu bukankah antara kebaikan dan kebodohan sebenarnya berbeda jauh, baik niat maupun dampaknya.

Barangkali kita perlu memikirkan andai ingin menolong atau bersedekah kepada para pengemis, di tempat-tempat umum,  lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya? Kalau memberi bantuan sembarangan kepada para pengemis di jalan,  jelas lebih banyak mudaratnya. Pertama, tujuan membantu kaum miskin tidak tercapai. Kedua, kita membantu kelompok mafia pengemis. Ketiga, dapat membahayakan diri kita sendiri.

Disinilah ada baiknya kita memberikan bantuan, sedekah, amal jariah, apapun namanya, kepada lembaga-lembaga resmi yang sudah jelas kredibilitas dan keberadaanya. Jika tidak langsung saja  berikan kepada yang kita tahu benar-benar memang membutuhkan.

Menghadapi hal seperti ini khotib sholat subuh mengingatkan,”Kalau pun kita tidak mau memberikan bantuan, kita sebaiknya diam saja. Tak usah mengumpat mereka.”Kita tidak boleh menyuburkan kemalasan dengan memberikan bantuan yang salah arah. Selain itu, bukankah dalam islam tangan di atas lebih baik ketimbang tangan di bawah? T a  b  i k***

Bersambung.. 

WINA ARMADA SUKARDI,  -wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan  reportase/opini pribadi.

#Masjid #Ramadhan pengemis sedekah
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Rantai Korupsi Tambang Nikel

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

Generasi Beta, Selamat Datang

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan

Ceknricek.com — Menjelang waktu berbuka puasa, berburu takjil menjadi salah satu tradisi yang paling dinantikan selama…

Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba

March 10, 2025

Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan

March 10, 2025

Rantai Korupsi Tambang Nikel

March 10, 2025

Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025

March 10, 2025

Nikita Willy Bagikan Tips Tetap Bugar Saat Berpuasa

March 10, 2025

Hasil Liga Italia: Atalanta Permalukan Juventus 4-0

March 10, 2025

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

March 10, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.