Ceknricek.com – Pemerintah menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa (UE) untuk ikut menyuarakan kekecewaan Pemerintah RI, sekaligus membantu proses negosiasi dan diplomasi kepada UE terkait tindakan diskriminasi UE terhadap kelapa sawit asal Indonesia.
Dilansir laman twiter Kementerian Perkonomian (Kemenko), @PerekonomianRI, Kamis (21/3), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution kembali menyampaikan posisi keras Pemerintah RI dalam menanggapi dirilisnya konsep Delegated Act RED II oleh Komisi Eropa tersebut.
“Bagi Indonesia, kelapa sawit adalah komoditas yang sangat penting, tercermin dari nilai kontribusi ekspor CPO senilai US$ 17,89 miliar pada 2018. Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap PDB. Industri sawit menyerap 19,5 juta tenaga kerja, termasuk 4 juta petani kelapa sawit di dalamnya,” ujar Darmin, dalam forum yang digelar, Rabu (20/3) di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
Menurut Darmin, kelapa sawit juga menjadi bagian penting dalam strategi pemenuhan kebutuhan energi nasional menggantikan bahan bakar fosil. “Target produksinya mencapai 9,1 juta kl, yang dijalankan melalui program mandatori biodiesel (B-20) sejak tahun 2015,” kata Darmin.
Senada dengan itu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan dampak positif dari kelapa sawit terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Tak hanya itu, ia juga menyoroti komitmen pemerintah terhadap isu lingkungan.
“Jika kita didiskriminasikan begini dan hampir sekitar 20 juta rakyat terutama petani kecil ikut terdampak, tentu kita akan bereaksi. Apalagi kita bukan negara miskin, kita negara berkembang dan punya potensi bagus. Tak ada toleransi. Ini untuk kepentingan nasional,” tegas Menko Luhut.
Sumber : Kementerian Perekonomian
Pemerintah Indonesia meminta dukungan penuh dari dunia usaha asal Uni Eropa, untuk menyampaikan concern dan keprihatinan Indonesia kepada pemerintahan negara-negara UE melalui investor dari perusahaan yang hadir, terkait tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit.
Indonesia pun akan terus berkolaborasi dengan negara-negara produsen kelapa sawit dalam kerangka organisasi CPOPC dan ASEAN. Tidak hanya untuk mempromosikan keberlanjutan kelapa sawit, tetapi juga untuk mendorong posisi bersama melawan aksi diskriminatif Komisi Eropa.
Sebelumnya berdasarkan kebijakan UE, Komisi Eropa mengeluarkan regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tak berkelanjutan & berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change).