Ceknricek.com – Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dyah Worowirowirastri Ekowati bersama Dian Ika Kusumaningtyas dan Nawang Sulistrani menulis buku Ethnomatika yang isinya mencoba mengenalkan ilmu matematika lewat budaya.
Menurut Dyah, Ethnomatika berasal dari gabungan dua kata yaitu Etnik atau kebudayaan dan Matematika. Secara harfiah bisa diartikan pembelajaran matematika dengan menggunakan budaya sebagai medianya.
Jadi tidak hanya belajar saja, tetapi mereka juga bisa mengenal budaya nusantara lewat matematika, ujar Dyah, Jumat (19/4).
Dyah mengatakan, Ethnomatika pertama kali diperkenalkan oleh seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977, D’Ambrosio. Namun dalam perjalanannya mengalami perkembangan dan mulai dikenal luas di berbagai belahan dunia, karena pembelajarannya yang lebih efektif dan simpel melalui media yang ada di sekitar siswa.
Dyah berpendapat, pembelajaran matematika khususnya untuk anak SD, harus diajari sesuatu yang konkret. Mereka tidak bisa hanya dijelaskan materi dan soal. “Karena di Matematika, ada program yang dinamakan Matematika Realistik. Menggunakan benda-benda realistik yang ada disekitar, lewat budaya misalnya, kata dia.
Salah satu di antaranya terlihat pada permainan engklek. Permainan ini, kata dia, secara tidak langsung membuat siswa belajar Matematika. Hal ini terutama saat melewati petak yang sudah diberi angka dan menghitung jumlah angka yang dilewati.
Permainan engklek juga menjadikan anak untuk bisa membentuk rumah adat. Gambaran bangunannya terdiri atas bangun datar apa saja dan membentuk kelompok yang terdiri dari segitiga dan lainnya.
Permainan engklek mengajak siswa bermain dengan membentuk rumah adat berdasarkan kelompok-kelompok yang telah dibagi. Siswa dipersilakan untuk memadadankan antarkelompok sehingga membentuk rumah adat dari bangun datar-bangun datar tersebut.
Penerapan buku ini telah dilakukan dalam penelitian dan pengabdian di sekolah-sekolah. Ini adalah bagian dari Pengembangan program Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DPPM) dalam pembuatan buku yang diperuntukkan bagi dosen. Lahir tahun 2017 dan untuk proses cetak lanjutannya tahun ini, ungkap Dyah.
Melalui metode ini, Matematika pun menjadi lebih realistis. Kedua, pembelajaran Etno (melalui observasi) merupakan wahana belajar sambil bermain dan outdoor learning bagi siswa. Ketiga, memperkenalkan kebudayaan kepada siswa sehingga mereka memiliki kepedulian untuk melestarikannya.
Yang terakhir, memacu siswa untuk terus mensyukuri kenikmatan Tuhan atas benda di sekitarnya. Nilai ini sesuai dengan pembelajaran karakter dalam kurikulum 2013. Hal tersebut menjadi keunggulan dari pembelajaran berbasis Ethnomatika yang digarap dalam buku ini.
Belajar Matematika itu tidak abstrak saja, tetapi mampu diterapkan dalam kehidupan nyata. Karena bagi saya belajar Matematika itu bukan hanya bicara tentang rumus. Lebih dari itu, Matematika adalah aktivitas dan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, ujar perempuan yang juga dosen Prodi PGSD UMM.