Ceknricek.com — Ada yang berbeda dari langit musim semi di Eropa tahun 1815. Lazimnya sebuah musim semi yang kaya akan sinar matahari, periode itu malah menjadi tahun tanpa musim panas bagi benua biru tersebut. Hujan badai dan cuaca tidak wajar itu, juga menyebabkan kegagalan panen hingga kematian ribuan ternak di Eropa.
Sementara itu di tempat lain, dalam pertempuran di Waterloo, (Belgia; 18/6/1815) Napoleon takluk di tangan musuhnya, negara sekutu Inggris-Belanda-Jerman. Kekalahan Napoleon telah mengubah sejarah dan membentuk aliansi yang akan mempengaruhi konstelasi negara-negara di Eropa hingga abad berikutnya.
Terlepas dari kekalahan Napoleon dan cuaca ekstrem yang melanda bumi tersebut merupakan dampak dari sebuah letusan gunung berapi Tambora yang menurut catatan Thomas Stamford letusan terdahsyatnya terjadi tepat pada tanggal hari ini, 10 April 1815.
Lukisan Napoleon dalam perang Waterloo oleh Charles Auguste Steuben. Sumber: Mongabay
Letusan Gunung Terdahsyat Sepanjang Abad Modern
Thomas Stamfford Raffles yang kala itu memerintah Jawa pada 1811, mencatat letusan Gunung Tambora dalam memoarnya The History of Java. Ia mencatat letusan pertama terdengar sampai Jawa pada sore hari tanggal 5 April dan setiap 15 menit terus terdengar sampai hari-hari berikutnya.
Mulanya, suara ini dianggap suara meriam hingga sebuah detasemen tentara bergerak dari Yogyakarta, mengira pos terdekat sedang diserang. Suara gemuruh ini tidak hanya terdengar sampai ke Jawa, tetapi juga sampai di Ternate dan Maluku. Letusan ini terus terjadi dan kian membesar.
Menurut laporan yang dihimpun William & Nicholas Klingaman berjudul “Tambora Erupts in 1815 and Changes World History” hampir seluruh isi perut gunung dimuntahkan, yakni magma, abu yang memancar, dan batuan cair yang menembak ke segala arah. Berlangsung sekitar satu jam, begitu banyak abu dan debu terlempar berada di udara hingga menutupi pandangan terhadap gunung.
Temuan kerangka dan sisa bangunan rumah yang diyakini merupakan Kerajaan Tambora. Sumber : Balai Arkeologi Denpasar
Dalam skala kekuatan erupsi gunung berapi, Volcanic Explosivity Index (VEI), letusan Tambora menempati VEI 7 atau tertinggi kedua dari puncak VEI 8. Menurut Volcano Discovery, sekitar 50 sampai 150 kilometer kubik magma keluar dari perut bumi melalui Tambora yang menghasilkan kubah kolosal setinggi hampir 40 sampai 50 kilometer itu membawa abu dalam jumlah besar di angkasa.
Karena dahsyatnya letusan ini, gunung Tambora yang mulanya menjulang setinggi 4.300 mdpl menjadi terpangkas sampai tersisa setinggi 2.772 mdpl. Ledakan terdengar hingga 2.600 kilometer jauhnya, dan abunya jatuh setidaknya sejauh 1.300 kilometer.
Hilangnya Sebuah Peradaban
Berdasarkan laporan dan catatan Letnan Owen Philips, utusan Raffles untuk meninjau kondisi Pulau Sumbawa, ia mencatat Bencana terbesar yang dialami penduduk sangat mengerikan untuk dikisahkan. Mayat-mayat masih bergelimpangan di tepi jalan dan di beberapa perkampungan tersapu bersih, rumah-rumah hancur, penduduk yang masih hidup menderita kelaparan, tulis Phillips.
Situasi kejadian itu juga digambarkan dalam naskah kuno Kerajaan Bima yang ditulis pada 1815, dalam naskah tersebut ditulis bagaimana keadaan setelah terjadinya letusan.
Peta ketebalan abu vulkanik akibat letusan Tambora 1815. Klik pada gambar untuk memperbesar. Sumber : Wikipedia common
“Maka heran sekalian hambanya, melihat karunia Rabbalalamin yang melakukan al-Faalu-I-Lima Yurid (Apa yang dikehendaki-Nya), maka teranglah hari maka melihat rumah dan tanaman maka rusak semuanya demikianlah adanya, yaitu pecah gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad.”
Dari berbagai penelitian, letusan Tambora juga telah memusnahkan peradaban yang berada di sekitar gunung tersebut, yang secara administratif sekarang berada di Kabupaten Dompu dan Bima. Menurut para ahli sejarah dan arkeologi, terdapat tiga kerajaan lokal yang hilang akibat letusan Tambora yaitu Sanggar, Tambora dan Pekat.
Pada tahun 2004, penggalian arkeologi oleh para peneliti dari Indonesia dan Amerika Serikat yang dipimpin Prof Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island menemukan sisa-sisa peradaban seperti perunggu, tembikar dan kaca. Tahun 2010, tim Balai Arkeologi Denpasar menemukan rangka rumah dari kayu, benda-benda perabotan, keris, keramik, alat tenun dan perhiasan yang mengindikasikan keberadaan kerajaan Tambora dan Pekat.
Dua Abad Setelah Letusan Tambora
Setelah dua ratus tahun lalu mengeluarkan letusan masif, saat ini Tambora telah kembali ditumbuhi dan dihuni oleh berbagai vegetasi dan satwa. Suksesi ekologis di Tambora ditandai dengan berbagai tipe vegetasi, yaitu hutan hujan tropis dan hutan musim. Sedangkan di atas ketinggian 1.200 mdpl ke atas didominasi oleh vegetasi padang savana dan cemara gunung.
Caldera Mt Tambora Sumbawa Indonesia.jpg. Sumber : Wikipedia
Tambora merupakan salah satu wilayah penting keragaman burung penting wilayah wallacea, seperti habitat bagi kakatua kecil jambul kuning (cacatua sulphurea), yang termasuk jenis satwa langka. Satwa lain diantaranya adalah rusa (Cervus timorensis), babi hutan (Sus sp.), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), koakiau (Philemon buceroides), perkici dada merah (Tricoglosus haematodus).
Kepala Badan Geologi Surono, dilansir dari BBC mengatakan keberadaan gunung berapi tidak hanya memberikan tanah yang subur dan potensi wisata, tetapi juga memunculkan pentingnya edukasi tentang potensi ancaman sebagai upaya untuk pengurangan risiko bencana.
Dalam rangka memperingati dua abad letusan itulah Rangkaian Festival Pesona Tambora (FPT) yang kelima tahun 2019 kembali digelar. Dengan menggunakan tema Dunia Menyapa Tambora puncak acara yang akan dihelat Kamis (11/4) itu merupakan event nasional yang anggarannya bersumber dari Kementerian Pariwisata RI menggandeng Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi NTB dan Dispar seluruh Kabupten/Kota se-Pulau Sumbawa.
Berbagai atraksi budaya dengan kearifan lokal juga akan ditampilkan dalam perhelatan tersebut, sehingga FPT tetap menjadi event yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan yang sedang atau akan berkunjung ke pulau Sumbawa.