Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu
  • Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia
  • Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin
  • Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara
  • Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Ekonomi: Urusan Krusial Presiden Baru

Opini April 23, 20197 Mins Read

Ceknricek.com — Siapa pun presiden yang terpilih nanti, ada sejumlah pekerjaan rumah yang cukup krusial di sektor ekonomi yang mesti diselesaikan. Apa saja itu? 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata sekitar 5% per tahun, jauh dari target 7% Presiden Joko Widodo. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan 5,3% tahun ini dan 5,5% pada tahun 2020. Tentu saja ini adalah proyeksi optimistis di tengah kondisi tantangan global yang tak menentu. Ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh lebih cepat pada 2019 namun tak akan mampu mencapai target 7%.

Calon presiden Prabowo Subianto sudah mengatakan apa yang akan dilakukan, termasuk pemotongan pajak pendapatan perusahaan dan pribadi, akan menghasilkan pertumbuhan sekitar 5% selama dua tahun pertama masa jabatannya, dan pertumbuhan 7% pada tahun ketiga masa jabatannya.

Di sisi lain, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) berpendapat masalah krusial yang perlu ditangani segera adalah urgensi memperbaiki kuantitas dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua dasawarsa ini (2000-2018) sebesar 5,27% yoy. Laju pertumbuhan ekonomi selama era reformasi ini belum mampu menyamai capaian era Orde Baru.

“Jika pertumbuhan 5%-an yang sudah terjadi dalam 6 tahun ini tidak segera diakselerasi, maka akan sulit bagi Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) sehingga Indonesia bisa menjadi negara maju,” ujar ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adinegara. 

Di sisi lain, mengingat perekonomian Indonesia ‘cepat panas’ atau overheating, maka target-target akselerasi pertumbuhan ekonomi harus tetap mempertimbangkan aspek stabilitas. 

Selain masalah kuantitas pertumbuhan ekonomi, dari sisi kualitas juga perlu diperbaiki. Dukungan anggaran negara meningkat, kebijakan stimulus perekonomian tidak kekurangan, posisi sebagai negara layak investasi diperoleh (investment grade), namun sayangnya kesemuanya itu belum cukup untuk menjawab tantangan peningkatan angkatan kerja, menurunkan kemiskinan secara lebih signifikan, serta mengurangi ketimpangan. 

Soal angkatan kerja, kini tingkat pengangguran mendekati level terendah selama 20 tahun, sebesar 5,34%. Angka ini terlihat bagus di atas kertas, tetapi masih menyembunyikan masalah pengangguran yang semakin meningkat. Jumlah orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu telah meningkat.

Tingkat pengangguran turun tetapi jumlah pekerja yang setengah menganggur meningkat pesat. Hampir 36 juta orang, atau mendekati sepertiga dari angkatan kerja, digolongkan setengah menganggur.

Jokowi dalam kampanyenya mengatakan, Indonesia perlu menciptakan 100 juta pekerjaan dalam lima tahun ke depan, di saat lebih dari setengah populasi, 260 juta, berada di bawah usia 40 tahun.

Dominasi Jawa

Sedangkan wajah ketimpangan pembangunan tercermin dari bergemingnya pulau Jawa terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Lima tahun lalu (2014) porsi Jawa sudah mencapai 57,4% dalam pembentukan PDB nasional. Pada 2018, porsi itu justru naik menjadi 58,48%. “Ini menggambarkan bahwa pembangunan masih Jawa sentris,” jelas Bhima. 

Daya beli, juga tidak tergugah, saat inflasi cenderung rendah. Tren inflasi rendah yang terjadi saat ini–2,48% yoy, Maret 2019– tidak mampu menstimulasi kegiatan ekonomi terutama konsumsi. Hal ini terjadi karena seiring melandainya inflasi, pertumbuhan konsumsi juga mengalami stagnasi.

Di sisi lain, inflasi yang rendah seharusnya dapat mencerminkan terjangkaunya suku bunga pinjaman untuk melakukan aktivitas ekonomi. Sayangnya, inflasi sudah rendah namun suku bunga pinjaman masih tinggi dan jauh dari jangkauan dunia usaha. 

Investasi

Hal lainnya, menurut INDEF, Indonesia kalah bersaing dalam mengungkit daya saing. Perbaikan peringkat kemudahan berbisnis tidak dilirik penanaman modal asing atau PMA. Membaiknya peringkat EoDB (Ease of Doing Business) belum mampu mendorong peningkatan PMA. Realisasi PMA di Indonesia cenderung menunjukkan penurunan. 

Pada 2018 realisasi PMA turun dibanding 2017, setidaknya karena dinamika ekonomi global. Survei The Japan Bank for International Cooperation terhadap perusahaan-perusahaan di Jepang menunjukkan penurunan popularitas Indonesia sebagai negara tujuan investasi langsung (FDI/Foreign Direct Investment). Dalam tiga tahun terakhir ini peringkat Indonesia terus turun. Selain itu jumlah perusahaan di Indonesia juga mulai berkurang. 

Di sisi lain, Vietnam justru terus menunjukkan peningkatan performanya dalam menarik FDI, salah satunya dari Jepang. Berkebalikan dengan Indonesia, popularitas Vietnam bagi investor Jepang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Peringkat EoDB Vietnam juga lebih baik (ke-69) dari Indonesia (ke-73) pada indikator: starting a business, dealing with construction permits, getting electricity, enforcing contract, dan protecting investor. 

Mengandalkan Bahan Baku Impor

Soal derasnya impor, INDEF berpendapat, siapa pun presidennya, impor pasti dan akan tetap jalan. Impor menjadi suatu yang pasti, menghentikannya adalah sesuatu yang utopis. Hal ini disebabkan dua faktor utama diantaranya: pertama, semakin rendahnya output di sektor pertanian dan peternakan sementara pertumbuhan penduduk, terutama kelas menengah, terus meningkat. Kedua, sektor industri yang masih mengandalkan bahan baku impor.

Tingkat dependensi industri terhadap impor masih tinggi. Impor bahan baku masih menyumbang 70% dari keseluruhan impor. Ini menunjukan bahwa industri kita masih tergantung pada bahan baku impor karena lemahnya industri hulu domestik. Kontribusi impor konsumsi sudah mencapai 9% dalam tiga tahun terakhir, setelah selama 16 tahun berada di posisi 7-8%. Impor konsumsi memperlihatkan bahwa industri dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri diakibatkan dengan semakin bergesernya struktur ekonomi ke arah jasa.  

Defisit Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan non-migas Indonesia pada 2018 tercatat mengalami surplus US$3,96 miliar, terendah sejak 2012 (US$3,92 miliar). Jika tidak ada penanganan serius dan perencanaan industri ke depan, maka neraca perdagangan non-migas terancam defisit pada satu hingga dua tahun ke depan, mengulangi defisit perdagangan non-migas 1996.

Namun Data BPS yang dilansir Senin (15/4) menunjukkan surplus perdagangan bulanan kedua berturut-turut pada bulan Maret menunjukkan defisit transaksi berjalan mungkin menyempit pada kuartal pertama. Ekonom yang disurvei Bloomberg memperkirakan defisit perdagangan U$177 juta pada bulan tersebut.

Defisit transaksi berjalan tahun lalu melebar ke hampir 3% dari PDB, tetap menjadi kerentanan utama bagi perekonomian. Hal ini membuat Indonesia bergantung pada modal asing untuk mendanai kebutuhan impornya. 

Imbal Hasil SBN

Di tengah perbaikan investment grade, tingkat imbal hasil (yield) SBN Indonesia  justru tinggi dan cenderung naik. SBN Indonesia bertenor 10 tahun sebesar 8%, paling tinggi dibandingkan SBN kawasan ASEAN Malaysia (4%), Filipina (6,2%), Thailand (2,2%), dan Vietnam (5%).

Ketergantungan utang pemerintah yang bersumber dari SBN semakin tinggi dari 73% (2014) menjadi 81,7% (2018). Perlu diwaspadai dampaknya terhadap sektor perbankan (crowding out effect) yang menyebabkan tergerusnya DPK dan meningkatnya bunga kredit. Di samping itu, porsi SBN Valas meningkat dari 23,64% (2014) menjadi 28% (2018), ditambah kepemilikan asing terhadap SBN juga memperbesar risiko fluktuasi nilai tukar rupiah.

Dana Desa dan Ketimpangan

Bhima juga mengingatkan persoalan dana desa. Alokasi dana desa terus meningkat dari Rp20,8 triliun (2015) menjadi Rp70 triliun (2019). Begitupun proporsi dana desa terhadap transfer ke daerah yang terus naik dari 3,45% (2015) menjadi 8,47% (2019). “Namun, kenaikan dana desa tidak berbanding lurus dengan peningkatan indikator sosial di perdesaan,” katanya.

Buktinya, terjadi tren kenaikan ketimpangan di desa dari 0,316 pada September 2016 menjadi 0,324 pada Maret 2018. Meski ketimpangan itu mulai turun per September 2018, menjadi 0,319.

Lebih spesifik lagi, masih ada 10 provinsi dengan tingkat ketimpangan pedesaan yang lebih tinggi dibandingkan level nasional. Provinsi itu adalah Yogyakarta, Jatim, NTB, NTT, Sulut, Sulsel, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua, dan Papua Barat.

Selain itu, tingkat kemiskinan di desa relatif masih tinggi yaitu 13,1% pada Agustus 2018. Angka ini dua kali lebih besar dibandingkan tingkat kemiskinan di kota yang sebesar 6,89%. Tingkat pengangguran di desa juga mengalami kenaikan dari 4,01% pada Agustus 2017 menjadi 4,04% pada Agustus 2018.

Kebijakan Energi

Ada juga masalah inkonsistensi kebijakan subsidi energi. Bhima menilai ada inkonsistensi kebijakan realokasi belanja konsumtif (subsidi energi) menjadi belanja produktif (infrastruktur). Pada Tahun 2015, subsidi energi dipangkas hingga 65,16% dari Rp342 triliun tahun 2014 menjadi Rp119 triliun tahun 2015. Penurunan subsidi energi terus berlanjut pada tahun 2016 (-10,33%) dan tahun 2017 (-8,61%). Namun, pada tahun 2018 subsidi energi kembali melonjak hingga 57%, dan tahun 2019 (4,23%).

Pembengkakan subsidi energi terjadi karena faktor kenaikan harga minyak mentah dunia dan depresiasi rupiah. Agar subsidi energi tidak terus melonjak, pemerintah perlu membenahi targeting penerima subsidi agar lebih tepat sasaran, seperti gas 3 kg, pelanggan listrik golongan 900 VA yang mampu. 

Selain itu, komitmen pemerintah menurunkan subsidi energi secara gradual mestinya juga diikuti dengan pembangunan infrastruktur untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) demi mencapai target bauran EBT sebesar 23% pada 2025.

#Pemilu2019 Opini Pilpres
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Seratus Tahun Mahathir

Tempat Jatuh Lagi Dikenang….

Siwak Sikat Bau Mulut

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

Ahmad Dhani Ancam Bongkar Bukti Perselingkuhan Maia Estianty Jika Masih Bahas Masa Lalu

Ahmad Dhani buka suara soal masa lalunya dengan Maia Estianty.

Bill Gates Terdepak dari 10 Besar Orang Terkaya Dunia

July 11, 2025

Operasi Patuh 2025 Serentak Digelar Mulai Senin

July 11, 2025

Gobel: Melindungi Konsumen akan Perkuat Industri dan Untungkan Negara

July 11, 2025

Justin Bieber Rilis Album Baru ‘Swag’

July 11, 2025

G-Dragon Batalkan Jadwal Konser Übermensch di Bangkok

July 11, 2025

Indra Sjafri Resmi Jadi Plt Direktur Teknik PSSI

July 11, 2025

Astra Masih Merajai Industri Otomotif di Semester Pertama 2025

July 11, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.