Ceknricek.com — Genre horor seperti tidak pernah mati dalam film Indonesia. Selalu saja ada film horor dengan tema baru yang diangkat. Keragaman budaya dan kearifan lokal yang juga masuk ke dalam cerita-cerita horor, mitos dan legenda-legenda yang hidup di tengah masyarakat, masih diceritakan terus sampai saat ini, sehingga sebagian ada yang dipercaya bahwa kisah dalam mitos yang berkembang di masyarakat benar-benar terjadi.
Setiap daerah mempunyai cerita horor yang dipercaya oleh sebagian besar masyarakat. Seperti Leak di Bali, Begu Ganjang di Sumatera Utara, Suanggi di Maluku, Wewe Gombel di Jawa, Kuyang di Kalimantan, dan banyak lagi. Sebagian besar cerita itu sudah diangkat ke dalam film.
Rumah produksi Starvision bersama sutradara Guntur Suharjanto mengangkat Lampor, cerita horor yang sangat terkenal di Jawa Tengah, khusunya di sekitar Temanggung dan sebagian Banyumas. Lampor adalah keranda terbang yang dihela oleh makhluk halus, yang bisa menculik manusia untuk dibawa ke alam gaib. Film ini akan beredar di bioskop mulai Kamis, 31 Oktober 2019.
Kisah Lampor itu sudah diceritakan turun-temurun oleh sebagian masyarakat di Temanggung. Guntur Suharjanto yang lahir di Temanggung mengaku selalu mendengar cerita itu dari orang tuanya ketika kecil, sehingga ia tidak berani keluar rumah bila malam tiba, dan hanya menghabiskan waktunya untuk belajar dan mengaji.
Begitu dipercayanya keberadaan Lampor, sehingga masyarakat memberikan tips kepada siapa saja agar selamat dari Lampor, yakni jangan menatapnya ketika Lampor datang di atas kepala.
Baca Juga: Amukan Maleficent Taklukkan Kutukan Perempuan Tanah Jahanam
“Lampor: Keranda Terbang” yang ditulis oleh Alim Sudio, mengisahkan tentang Edwin (Dion Wiyoko) dan Netta (Adinia Wirasti) bersama dua anak mereka, Agam (Bimasena) dan Sekar (Angelia Livie), kembali ke kampung Netta di Temanggung, Jawa Tengah, untuk menemui Jamal (Mathias Mucus), ayah Netta yang telah menikah lagi.
Namun, kedatangan mereka disambut dengan penuh curiga oleh warga setempat karena dianggap memancing Lampor. Karena bertepatan dengan kedatangan Netta, ayahnya juga meninggal dunia dalam keadaan tidak wajar. Kedatangan Netta ke Temanggung justru membawanya berhadapan dengan peristiwa-peristiwa horor yang menakutkan.
Bukan Hantu Cilukba
Seperti ditegaskan di atas, genre horor tak pernah mati dalam film Indonesia. Selalu saja ada film-film horor baru yang lahir. Tetapi pertanyaannya, film horor seperti apa? Cerita apa yang dibuat, dan bagaimana sutradara mengolahnya? Mutu film horor harus terus meningkat agar penonton bisa mendapatkan tontonan yang bukan saja baru, tetapi mendapat kesan yang berbeda.
Film horor yang hanya menggambarkan hantu “cilukba” –yang muncul dan menghilang tiba-tiba, sambil mengagetkan penonton dengan scoring musik yang keras menggelegar, tetapi secara visual miskin dan dramatik yang lemah, sudah ditinggalkan penonton.
Hantu yang kehadirannya bisa ditebak melalui tanda-tanda tertentu, lebih disukai, karena ini bisa membawa penonton kepada situasi menegangkan. Bumbu lain yang bisa memberi bobot pada cerita horor adalah ceceran darah dan konflik-konflik menegangkan pada tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita.
“Lampor” sudah masuk ke dalam fase itu. Guntur Suharjanto berhasil membuat racikan apik antara cerita, pemain dan setting yang menarik. Lokasi syuting yang digunakan, bukan saja menyegarkan mata karena diambil di daerah Temanggung, Jawa Tengah yang indah dengan latar belakang pegunungan, juga sebuah desa petani tembakau yang eksotik.
Set-set dan lokasi tersebut berhasil membawa penonton ke sebuah lingkungan beraura mistis dan horor.
Gambar-gambar temaram dengan intensitas cahaya rendah (low light) sangat mendukung untuk menampilkan sosok hantu yang menghela keranda terbang. Cahaya yang rendah itu menghilangkan perangkat pendukung seperti sling yang digunakan untuk mengkatrol orang dan keranda yang dijadikan sosok Lampor.
Guntur agaknya sadar betul bahwa penonton sudah tidak bisa lagi diperdaya dengan gambar-gambar yang hanya bermain dengan tipuan kamera atau editing, lalu diberi musik keras untuk memberikan efek kejut. Set-set di sebuah rumah tua yang hanya berpindah dari satu ruangan ke ruangan lain, juga sudah ketinggalan zaman. Maka lokasi syuting yang sama sekali baru, dengan landscape dan perkampungan petani tembakau nan eksotik akan memberi pengalaman menonton yang berbeda.
Baca Juga: Perempuan Tanah Jahanam, Definisi Horor yang Berbeda
Meskipun ini film horor, “Lampor” tidak hanya fokus pada bagaimana keranda terbang itu bisa menimbulkan ketakutan pada penonton. Penulis Alim Sudio dan Guntur Suharjanto juga menggarap aspek drama dalam film ini dengan baik. Konflik-konfliknya sangat padat, baik secara emosi maupun fisik.
Di tengah kisah “Lampor” ada perselingkuhan Esti, istri muda Jamal (Nova Eliza), Nining (Anisa Hertami ) dengan Bimo (Dian Sidik); konflik antara Esti dengan Mitha, anak angkat Jamal (Stevi Zamorra); hingga perkelahian berdarah antara Edwin dan Dukun Atmo (Landung Simatupang).
Deretan konflik yang padat dan teror Lampor yang menyeramkan itu akhirnya bisa membuat lupa pada adegan konyol, ketika Lampor mengangkat Netta bersama anaknya, kemudian ditabrak oleh mobil untuk melepaskan Netta dari cengkeraman Lampor.
Testimoni warga
Yang menarik dari film ini adalah, bagian akhir yang menampilkan gimmick berupa testimoni (pengakuan) beberapa warga, dalam rekaman yang terpisah dari cerita film. Testimoni tentang pengalaman mereka atau anggota keluarganya yang pernah berurusan dengan Lampor. Sebagian mengaku keluarganya hilang karena Lampor.
Testimoni itu seolah meyakinkan bahwa cerita Lampor memang benar-benar ada, bukan hanya mitos yang sulit dibuktikan kebenarannya. Namun, sulit dipastikan apakah cerita itu mengandung kebenaran atau hanya pendapat yang dipengaruhi oleh mitos di tengah masyarakat.
Baca Juga: Film “Love For Sale 2”, Urusan Jodoh Keluarga Minang Moderat
Sebuah media online, nusantara.com yang berisi cerita-cerita rakyat dalam materi yang disajikan menulis, cerita tentang Lampor bukanlah omong kosong belaka. Kejadian yang menjadikan Lampor sebagai tersangka baru-baru ini telah terjadi di daerah Temanggung. Korbannya adalah seorang pelajar, anak kecil. Anak tersebut setiap hari berangkat sekolah, melakukan aktivitas layaknya teman-teman yang lain. Ia belajar di sekolah.
Ia mendengarkan ketika guru menerangkan. Ia juga bermain bersama teman-temannya pada waktu istirahat tiba. Pada saat bel pulang berbunyi, ia pun langsung pulang ke rumah. Lalu apa sebenarnya yang membuatnya aneh dan apa hubungannya dengan Lampor?
Tiba-tiba guru dari anak kecil tersebut datang ke rumah. Si ibu pun mempersilakan sang guru duduk. Meski agak terheran-heran, tetapi sang ibu tetap memperlakukan sang guru selayaknya tamu biasa. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, sang ibu pun kaget bukan kepalang saat guru menanyakan keberadaan si anak kecil. Menurut gurunya, ternyata si anak kecil ini sudah beberapa minggu bolos sekolah.
Bagaimana menurut Anda?
BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini