Ceknricek.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo mengatakan, situs bencana Gua Ek Leuntie di Desa Pasie Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh Besar mengungkapkan bahwa gempa dan tsunami merupakan peristiwa yang terjadi berulang kali di dunia.
Menurutnya, bukti-bukti sejarah masa lalu, baik yang terjadi maupun tercatat di lembaran negara serta hasil-hasil penelitian yang dikumpulkan BNPB dan sejumlah ahli di wilayah Indonesia, cukup membuktikan hal tersebut.
Hal ini ia sampaikan usai mengunjungi Gua Ek Leuntie, dalam rangkaian lawatannya ke Aceh untuk meluncurkan program Keluarga Tangguh Bencana (KATANA) di Pantai Pasie Jantang, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar.
”Saya ingin mengatakan bahwa bencana tsunami yang diawali dengan gempa itu adalah peristiwa yang berulang,” katanya di Aceh Besar, Sabtu (7/12), dilansir dari Antara.
“Khusus di Aceh beberapa bulan lalu saya diajak peneliti Unsyiah mengunjungi Gua Ek Leuntie. Di gua itu terdapat sedimen-sedimen lapisan dari material yang mayoritas adalah pasir yang berupa endapan,” katanya.
Baca Juga: Arca Ganesha Gimbal Ditemukan di Magetan Jawa Timur
Setelah diteliti oleh beberapa para ahli baik dari dalam dan luar negeri, ternyata di Gua Ek Leuntie itu tidak hanya terdapat satu lapisan, tetapi sekitar 14 lapisan yang masing-masingnya memiliki umur berbeda-beda.
Lapisan itu menjadi bukti Aceh pernah dilanda tsunami, mulai usia tertua pada 7.400 tahun lalu, kemudian terus berlanjut pada 5.400 tahun lalu, kemudian pada 3.300 tahun lalu hingga pernah terjadi pada 2.800 tahun lalu.
“Artinya di Aceh pernah terjadi gempa dan tsunami seperti yang terjadi pada 26 Desember 2004 lalu, yang menimbulkan korban jiwa lebih 170 ribu orang di Aceh dan ditambah puluhan ribu di berbagai dunia. Artinya tsunami 2004 bukan yang pertama, tetapi sudah pernah berulang terjadi,” katanya.
Oleh karena itu harus disadari bahwa periodisasi bencana tsunami dan gempa sulit diketahui oleh teknologi apapun. Tetapi dampak dari gempa dapat diambil kesimpulan potensi terjadi tsunami baik dengan teknologi maupun menilai besaran kekuatan gempa.
“Apabila ini sudah paham dan masyarakat sudah memahami budaya sadar bencana, maka otomatis memiliki sebuah kapasitas untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan melakukan berbagai upaya mitigasi,” katanya.
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.