Ceknricek.com — Harun Masiku bukan siapa-siapa. Namanya tak begitu dikenal. Pria itu kini ngetop karena sukses mempecundangi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Harun adalah buron. Dia tersangka kasus suap pasca Operasi Tengkap Tangan (OTT) atas komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Selain Wahyu dan Harun, tersangka lainnya adalah eks anggota Bawaslu Agustiani, dan staf DPP PDIP Saeful. Tiga tersangka sudah masuk terungku KPK. Harun buron. Ia menghilang, entah ke mana. Konon ada yang menyembunyikan.
KPK tak berdaya. Komisi antirasuah ini hanya bisa memasukkan Harun dalam daftar pencarian orang (DPO). Foto Harun sebagai DPO sudah dipasang di situs resmi KPK. KPK juga menyertakan informasi lengkap mengenai buronan ini. Informasi tersebut mulai dari biodata hingga perkara yang menjeratnya.
“Dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” begitu tulis KPK.
Harun terlibat kasus suap dalam pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP. Harun disangkakan memberikan suap kepada Wahyu Setiawan saat aktif sebagai Komisioner KPU. Suap diberikan untuk memuluskan Harun agar dirinya dijadikan anggota DPR RI melalui proses PAW.
Dalam skenario, Harun menjadi pelaku utama dan penting dalam kasus suap ini. Banyak pihak dibuat gelagapan oleh tingkah Harun. PDIP mengerahkan segala daya dan upaya untuk melindungi dan menyelamatkan kadernya itu.
Baca Juga: Yasonna Bantah Rintangi Pengungkapan Kasus Harun Masiku
Gara-gara Harun pula, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, dan anak buahnya Dirjen Imigrasi, Ronny F Sompie, dikritik banyak kalangan. Yasonna bahkan dilaporkan ke KPK dengan tuduhan menghalang-halangi penyidikan. Kritik itu tak lepas dari disinformasi yang diberikan kedua pejabat ini.
Mereka bersikuhuh Harun berada di luar negeri ketika KPK melakukan OTT terhadap Wahyu, 8 Januari. Padahal, kamera pengawas Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta memperlihatkan seseorang mirip Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari, sehari sebelum OTT. Kementerian Hukum dan HAM berlindung di balik masalah delay data. Ironisnya, KPK yang seharusnya mencari Harun, malah mengikuti pandangan Imigrasi. Walhasil, KPK juga dikritik banyak orang.
Kementerian Hukum dan HAM juga membentuk tim independen pencari fakta. Selain orang Kementerian, tim ini berisi perwakilan Direktorat Cybercrime Mabes Polri dan Ombudsman. Perkembangan terbaru, Yasonna mencopot Dirjen Imigrasi dan Direktur Sistem dan Teknologi Informasi.
Beasiswa Ratu Inggris
Lalu, siapa sejatinya Harun Masiku? Pria asal Sulawesi ini dipersiapkan PDIP untuk mengisi kursi anggota DPR pengganti Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Surat permohonan pergantian antarwaktu ke KPU diteken langsung Ketua Umum dan Sekjen PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto. Bahkan partai mengajukan hak uji materi Peraturan KPU ke Mahkamah Agung, suatu indikasi yang menunjukkan Harun berperan penting.
Hasto pernah menyebut Harun sebagai kader terbaik PDIP untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas. Ia juga menyebut Harun sebagai kader berprestasi karena pernah menerima penghargaan dari Ratu Inggris. “Mengapa Saudara Harun? Kami juga memberikan keterangan karena yang bersangkutan punya latar belakang yang baik, sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam International Economic Law,” ujarnya usai diperiksa KPK sebagai saksi, Jumat (24/1) lalu.
Baca Juga: KPK Imbau Harun Masiku Menyerahkan Diri
Bisa jadi, yang dimaksud Hasto adalah beasiswa British Chevening Award dari Ratu Inggris. Ini merupakan beasiswa yang diberikan pemerintah Inggris untuk penduduk negara berkembang termasuk Indonesia. Beasiswa ini hanya mempunyai rentang waktu maksimal satu tahun dan dikhususkan pada jenjang Strata Dua.
Proses mendapatkan beasiswa ini hampir sama dengan proses beasiswa pada umumnya seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang berada di bawah Kementrian Keuangan.
Memang sih, mendapat beasiswa dari pemerintah Inggris seperti British Chevening jelas punya prestise tersendiri. Tidak mudah mendapatkan beasiswa tersebut karena harus menjalani interview dan test tertulis dalam bahasa Inggris. Penerima beasiswa pun tidak banyak. Pada 2015 lalu hanya sekitar 50 orang digabung dengan Timor Leste. Tak hanya itu, lulusannya pun banyak menjadi tokoh terkenal di negara masing-masing seperti Carlos Alvarado Quesada yang menjadi Presiden Kosta Rika, sementara di Indonesia ada nama mantan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon.
Hanya saja, sejauh ini belum ada data yang menyebut Harun Masiku menerima bea siswa ini. Harun mencantumkan dirinya penerima bea siswa itu dalam Daftar Calon Tetap (DCT) KPU 2013 ketika ia mencalonkan diri melalui Partai Demokrat. Tidak hanya itu, dalam DCT tersebut, tertulis bahwa Harun merupakan advokat yang pernah bekerja pada Kantor Hukum Dimhart & Association Law Firm pada 1994-1995 dan Johannes Masiku & Associates Law Firm, Jakarta sejak 2003. Harun juga mencantumkan bahwa dirinya merupakan anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
PTIK
Menurut KPK, Harun sempat berada di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu, 8 Januari 2020.
Tim penindakan KPK saat menggelar operasi senyap juga sempat menyambangi PTIK. Tim penindakan sempat diinterogasi dan tes urine saat berada di kampus tempat menuntut ilmu para perwira polisi tersebut.
Lantaran itu, dua Politisi Partai Demokrat, Andi Arief dan Rachland Nashidik, dibuat penasaran. Mereka berniat menyambangi PTIK dalam waktu dekat. “Di saat aparat hukum dan otoritas politik menyampaikan Masiku berada di luar negeri, laporan Tempo justru menyampaikan pada saat OTT dilakukan KPK pada komisioner KPU tanggal 8 Januari, Harun ada di Jakarta. Dia dibawa seseorang ke kompleks PTIK. Dari situ tak lagi ada beritanya. Aparat hukum, anehnya, tak kelihatan menaruh perhatian pada laporan Tempo tersebut,” kata Andi Arief dan Rachland dalam keterangan mereka, Rabu (29/1).
Andi dan Rachland ingin polisi menindaklanjuti laporan itu. Dia bertanya-tanya alasan Harun Masiku dibawa ke PTIK, jika memang benar sesuai tulisan itu. “Kami mendesak KPK dan Polri melakukan langkah yang seharusnya sejak awal cepat diambil, yakni memeriksa kebenaran laporan Tempo tersebut,” sebut mereka.
“Ada apa sebenarnya di PTIK? Kenapa, bila benar laporan Tempo tersebut, Masiku dibawa ke PTIK? Untuk mencegah dan melindunginya dari pencarian KPK? Tapi kenapa di PTIK, yang notabene lembaga pendidikan kepolisian yang terhormat?” imbuh Andi dan Rachland.
Dua Wakil Sekjen Partai Demokrat ini masih menunggu langkah kepolisian atas informasi keberadaan Harun Masiku di PTIK. Jika tidak, keduanya akan langsung mendatangi PTIK. “Kami akan menunggu satu minggu terhitung dari hari ini untuk mendapatkan jawaban terang dari aparat hukum. Bila setelah itu masih belum ada jawaban, kami–Andi Arief dan Rachland Nashidik–sebagai individu warga negara republik ini, mewakili hak rakyat untuk tahu, hak kita semua, akan mendatangi PTIK untuk mendapat klarifikasi tentang keberadaan Harun Masiku dari otoritas PTIK,” ucap Andi dan Rachland.
Gigi KPK
Sejauh ini, KPK juga belum melakukan penggeledahan di Kantor DPP PDIP. Sebelumnya, lembaga antirasuah ini dihalang-halangi saat akan menggeledah kandang banteng itu.
KPK baru menggeledah tiga tempat, di antaranya yakni ruang kerja mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, rumah dinas Wahyu Setiawan, dan apartemen Harun Masiku.
Kasus OTT KPK yang menghasilkan buronan Harun Masiku menunjukkan bagaimana kondisi sejatinya KPK saat ini. Ibarat macan, KPK hanyalah macan ompong. Serudukan membuat macan mati arang. Gigi KPK sudah tanggal. KPK kembali menjadi cicak yang tidak berdaya. Cicak yang dikepung buaya dan banteng. Firli Bahuri dan kawan-kawan tak berdaya. Penciuman dan keberanian KPK seolah-olah hilang di hadapan partai berkuasa ini.
Baca Juga: Ketua KPK Sebut Tak Ada Target Waktu Penangkapan Harun Masiku
KPK tidak seperti dulu lagi, yang tak pandang bulu dalam memberantas korupsi. Mau itu keluarga presiden, Ketum Parpol, siapapun yang merampok duit rakyat pasti dihajar. Rasanya, berharap KPK kembali ke karakter seperti itu, kini menjadi berlebihan.
Harun Masiku tadinya bukanlah siapa-siapa. Kini publik menjadi tahu, Harun adalah saksi kunci suap partai penguasaha kepada KPU. Hanya saja, naga-naganya nantinya kita hanya akan menyaksikan sebuah akhir yang pahit. Hanya orang lapangan di level kecil, terbawah yang dibawa ke pengadilan. Itulah hukum di dunia demokrasi. Begitu pula hukum dan politik bekerja pada kasus Harun?
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini