Ceknricek.com — Sudah hampir delapan bulan Indonesia berada dalam masa pandemi COVID-19. Dalam kurun waktu tersebut, sekitar 200 ribuan orang terinfeksi dan 10 ribuan pasien meninggal dunia.
Namun menariknya, berdasarkan temuan survei Badan Pusat Statistik (BPS) sampai saat ini masih ada segmen masyarakat percaya tidak akan tertular COVID-19. Dari data 90.967 responden, sekitar 17 persen atau 45 juta orang mengaku sangat tidak mungkin dan tidak mungkin tertular virus corona.
Dalam survei yang berlangsung 7-14 September silam itu menunjukkan 19,3 persen mengatakan sangat mungkin terinfeksi COVID-19 dan 34,3 persen mengatakan cukup mungkin tertular dan 29,4 persen mungkin tertular penyakit yang menyerang sistem pernapasan tersebut.
“Kita nampaknya perlu lebih keras lagi meningkatkan atau menggencarkan mengenai pemahaman masyarakat tentang COVID-19. Jadi perlu terus-menerus digalakkan bahwa siapapun bisa terkena risiko, karena COVID-19 tidak mengenal umur, jenis kelamin, pendidikan, dan status sosial,” tegas Kepala BPS Dr Suhariyanto dalam acara Satgas Penanganan COVID-19 tentang survei perilaku masyarakat di masa pandemi COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta awal pekan.
Lebih lanjut Suhariyanto mengungkapkan persepsi keyakinan tidak akan tertular COVID-19 terkait erat dengan tingkat pendidikan seseorang. Dalam artian semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin meyakini COVID-19 berbahaya dan mudah menular.
Menanggapi hasil survei itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo memperingatkan bahaya COVID-19 dan potensi penularan yang terjadi jika tidak melakukan protokol kesehatan. Selain itu, dari survei BPS juga menemukan sebesar 55 persen responden berpendapat ketiadaan sanksi menjadi alasan masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan mencegah COVID-19 seperti memakai masker dan menjaga jarak.
“Sekarang ini pemerintah sudah menerapkan sanksi, tampaknya ke depan sanksi ini perlu lebih dipertegas lagi,” papar Kepala BPS.
Dalam survei daring tersebut juga BPS mendapatkan selain ketiadaan sanksi, 39 persen responden mengatakan alasan tidak menerapkan protokol kesehatan karena tidak ada penderita COVID-19 di lingkungan sekitar mereka. Tidak hanya itu, 33 persen responden juga mengatakan pekerjaan mereka akan menjadi sulit jika harus menerapkan protokol kesehatan.
Dalam survei BPS itu juga menemukan responden memilih pasar tradisional dan pedagang kaki lima yang mereka kunjungi sebagai tempat yang tidak menerapkan protokol kesehatan sama sekali dengan 17,32 persen mengatakannya. Hal itu dibandingkan 5,78 persen yang memilih tempat ibadah dan 2,08 persen yang memilih tempat kerja.
Terkait protokol kesehatan sendiri, survei BPS memperlihatkan penggunaan masker adalah protokol kesehatan yang paling dituruti dengan 91,98 persen responden mengatakan sering atau selalu menggunakannya. Hal itu, kata Suhariyanto, dibandingkan dengan 75,38 persen yang rajin mencuci tangan dengan sabun dan 73,54 persen patuh menjaga jarak.
“Kalau kita saja sendirian patuh pada protokol kesehatan lantas orang-orang di sekitar kita tidak patuh cepat atau lambat kita pasti akan tertular. Yang menulari bukan orang yang jauh, yang menulari kita orang-orang yang sangat dekat dengan kita, yaitu keluarga kita, teman sekerja,”kata Doni .
Doni mengatakan hasil itu perlu menjadi kewaspadaan karena jika mengambil 17 persen dari jumlah penduduk Indonesia, angka yang dihasilkan akan sangat besar.
Menurut Jenderal Bintang Tiga ini, berkaca dari survei itu, jika 17 persen masyarakat yakin tidak akan tertular COVID-19, terdapat sekitar 45 juta dari 268 juta penduduk yang meyakini hal itu.
“Padahal kita semua tahu status yang kita hadapi sekarang adalah pandemi, artinya boleh dikatakan tidak ada satu jengkal tanah pun yang akan betul-betul aman atau bebas dari COVID-19,”pungkasnya.
Baca juga: Sosialisasi Protokol Kesehatan Butuh Kerja Kolektif Antarlembaga
Baca juga: Berharap Pada Tuah Perda COVID-19