Ceknricek.com — Jumlah aliran modal asing yang masuk secara portofolio (capital inflow) ke pasar keuangan Indonesia mencapai Rp220,9 triliun selama periode Januari hingga November 2019. Menurut catatan Bank Indonesia, sebagian besar modal asing masuk melalui instrumen utang pemerintah (Surat Berharga Negara atau SBN) mencapai Rp174,5 triliun.
“Di instrumen saham Rp45,3 triliun, serta obligasi korporasi sebesar Rp1,6 triliun. Modal asing masuk ini jauh lebih besar dari modal asing tahun lalu,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (22/11) seperti dilansir Antara.
BI juga mencatat, sepekan terakhir hingga Kamis (21/11) secara week to date atau wtd, terjadi aliran modal asing keluar (outflow) sebesar Rp2 triliun. Dana keluar ini berasal dari SBN Rp1 triliun, saham Rp400 miliar, dan melalui obligasi korporasi Rp500 miliar.
“Keluarnya modal asing menjelang akhir tahun lebih karena faktor musiman sesuai lazimnya kegiatan transaksi di pasar. Dana yang keluar pun, merupakan dana untuk investasi jangka pendek,” kata Perry.

Gubernur BI menilai terjadinya dana keluar dalam sepekan terakhir juga disebabkan sikap investor yang menentukan arah investasinya dengan melihat beberapa faktor. Faktor itu ialah kalkulasi besaran keuntungan investasi yang sudah diperoleh, dan kedua adalah faktor-faktor eksternal seperti perekonomian global.
“Di global kita dengar (Presiden AS) Trump dan (Presiden China) Jinping katanya mau sepakat tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kesepakatan, makanya investor rasakan ada tanda-tanda risiko di global dan ini bawa investor keluar bawa dananya,” ucap Perry. “Tapi biasanya akan kembali masuk di awal tahun. Ini pola musiman menjelang akhir tahun dan pada saat yang sama ada kenaikan risiko karena perundingan AS dan China”.
Baca Juga: BKPM: Realisasi Investasi Triwulan III 2019 Capai Rp205,7 triliun
Perry mengaku optimistis masih tingginya modal asing ini juga menopang nilai tukar rupiah di pasar keuangan. Nilai tukar rupiah di kisaran Rp14.095-Rp14.100 per dolar AS saat ini masih bergerak sesuai mekanisme pasar secara alamiah.
“Kami akan ada di pasar dan siapkan langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan. Alhamdulilah supply dan demand di pasar berjalan baik,” ujar Perry.
Inflasi Terkendali
Bank Indonesia juga memprediksi besarnya indeks harga konsumen (IHK) pada November 2019 akan mengalami inflasi bulanan (month to month atau mtm) sebesar 0,18 persen atau tahunan (year on year atau yoy) 3,04 persen. Jika perkiraan itu tepat, maka inflasi tahun kalender Januari-November 2019 akan sebesar 2,41 persen (yoy).
“Ini menunjukkan bahwa inflasi sampai dengan November masih rendah dan terkendali. BI yakini inflasi akan tetap rendah dan stabil hingga akhir tahun, mencapai sekitar 3,1 persen,” kata Perry menjelaskan.
BI selaku Bank Sentral memperkirakan inflasi di akhir tahun kemungkinan meningkat, seiring meningkatnya tren konsumsi pada musim liburan Natal dan Tahun Baru.
“Desember biasanya sesuai pola musimannya karena akhir tahun dan ada hari besar keagamaan juga makanya akan ada kenaikan,” ujar Perry.
Angka perkiraan inflasi 2019 sebesar 3,1 persen masih di bawah target inflasi 2019 sebesar 3,5 persen, namun masih berada di rentang bawah sasaran laju inflasi (inflation targeting framework) BI tahun ini di 2,5 persen-4,5 persen (+/- 1 persen dari target).
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.