Close Menu
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
Tentang Kami Kontak Kami
  • APP STORE
  • GOOGLE PLAY
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
CEK&RICEKCEK&RICEK
Trending:
  • 8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan
  • Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba
  • Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan
  • Rantai Korupsi Tambang Nikel
  • Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Home
  • Headline
  • Berita
    • AKTIVITAS PRESIDEN
    • AKTIVITAS KEPALA DAERAH
    • AKTIVITAS MENTERI
    • POLITIK
    • JURNALISTIK
    • BREAKING NEWS
    • LINGKUNGAN HIDUP
    • KESEHATAN
    • BISNIS INDUSTRI
    • EKONOMI & BISNIS
    • HUKUM
    • SOSIAL BUDAYA
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
  • Pengetahuan
    • SOSOK
    • SEJARAH
    • BIOGRAFI
    • BUKU & LITERATUR
    • TEKNOLOGI & INOVASI
    • RISET & DUNIA KAMPUS
  • ENTERTAINMENT
    • FASHION & BEAUTY
    • FILM & MUSIK
    • SELEBRITI
    • KOMUNITAS
    • FOOD REVIEW
    • WISATA
    • DUNIA KESEHATAN
    • SENI & BUDAYA
    • PARENTING & KIDS
    • TIPS & TRIK
    • TEATER
  • Opini
CEK&RICEKCEK&RICEK
  • Home
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
Home»Opini

Ibu Kota Nusantara yang Tak Dirindukan

Opini January 20, 202210 Mins Read

Ceknricek.com–Lagu ‘Nusantara’ karya Koes Plus yang hits setengah abad lalu, kembali berkumandang beberapa saat pada hari Selasa (18/1) kemarin. Seakan menjadi back song  pengesahan UU Ibu Kota Negara ‘Nusantara’ di DPR-RI, Selasa itu.  Video dan teks lirik lagu itu pun beredar di WAG-WAG.

“Kuharap kau tidak akan cemburu …

Melihat hidupku..

Hidupku bebas selalu kawanku

Tiada yang memburu oh

Di nusantara yang indah rumahku

Kamu harus tahu “.

Terinsipirasi Bung Karno

“Nusantara” pertama kali mengudara tahun 1972. Di masanya, lagu itu amat popular, sampai berseri lima volume.  Yon Koeswoyo, dalam wawancaranya tempo hari menjelaskan ihwal lagu Nusantara . Dia mengaku proses penciptaan lagu itu terinspirasi Bung Karno.  Tahun  1965  semua personil Koes Bersaudara ( nama awalnya) dipenjara Bung Karno.  Lagu lagu band arek Suroboyo itu  dituduh antirevolusi. Iramanya ngak ngik ngok dianggap hanya menjadi agen yang menyuburkan budaya Barat.  BK  menghendaki seniman mencipta dan menyanyikan  lagu-lagu bernuansa Indonesia, yang mengajak dan memompa semangat rakyat cinta tanah Air.

Tujuh tahun setelah itu Koes Plus menjawab Bung Karno lewat lagu “Nusantara”.” Kalau  bukan karena Bung Karno, mungkin kita tidak mengenal Koes Bersaudara atau Koes Plus hingga sekarang,” kata Yok (alm) kepada wartawan beberapa puluh tahun kemudian.

Belum Waladdalin, sudah amin

Tetapi, kenangan kepada lagu “Nusantara Koes Plus ” bukan respons tunggal yang menghiasi media pers dan media sosial hingga hari ini. Ada banyak tanggapan  dan komentar sumbang mengiringi pengesahan Ibu Kota Nusantara. Tidak seperti lazimnya antusiasme  masyarakat  menyambut kehadiran atau iming-iming sesuatu yang baru. Yang  dominan malah respons berbanding terbalik pelbagai kalangan dengan antusiasme elit politik di Senayan. 

Ini bukan fitnah: yang terjadi di gedung DPR-RI memang bikin kita melongo. Ibarat salat berjamaah, imamnya saja belum rampung melafazkan  “waladdallin”, makmumnya — para wakil rakyat itu — sudah riuh berseru “aminnn”. Hanya satu fraksi yang sejak awal menolak tegas UU IKN : PKS.

Foto: Istimewa

Kritik masyarakat memang paling mencolok ditujukan kepada para wakil kita di parlemen. Bagaimana bisa meluluskan regulasi pemindahan Ibu Kota Negara semudah  membalikkan telapak tangan.  Kurang  sepuluh jam pembahasannya, palu pengesahan pun langsung diketuk oleh Puan Maharani, Ketua DPR-RI. Seperti biasa, tanpa boleh menginterupsi.

Koran Tempo,  menurunkan coverstory menyambut peristiwa itu : “Ibu Kota Buru-Buru”.  Media ini mengulik berbagai aspek  Ibu Kota Nusantara. Mulai dari aspek proses pembahasan dan legalitas undang-undangnya, biaya pembangunannya, dan momentum pandemi yang semestinya menjadi fokus pemerintah. Puluhan juta rakyat miskin yang sengsara di masa pandemi.

Tentang “Nusantara” yang dijadikan nama Ibu Kota juga jadi  sorotan dan olok- olok publik. Sorotan terutama, karena IKN dianggap menyempitkan makna Nusantara dari sebelumnya yang kita kenal.

Koalisi Masyarakat Kaltim

Sejumlah unsur masyarakat di Kalimantan Timur (Kaltim) pun  menolak Undang-undang itu.

Koalisi itu digawangi sejumlah aktivis, seperti Yohana Tiko dari Walhi Kaltim, Buyung Marajo dari Pokja 30 Kaltim, Fathul Wiyashadi dari LBH Samarinda, Andi dari FNKSDA Kaltim, dan Pradarma R. dari Jatam Kaltim.

Melalui siaran pers nya kemarin, mereka mengungkapkan sejumlah permasalahan yang masih belum terselesaikan sebelum UU IKN disahkan. Koalisi menganggap ada cacat prosedural sebagai bentuk dari ancaman keselamatan ruang hidup rakyat maupun satwa langka yang berada di Kalimantan Timur.

“Terutama yang terdampak dengan adanya proyek IKN, yaitu Kabupaten Penajam, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan,” kata mereka dalam siaran persnya, Rabu (19/1).

Mereka menjelaskan megaproyek ibu kota baru berpotensi akan menggusur lahan-lahan masyarakat adat, terutama masyarakat adat Suku Balik dan Suku Paser serta warga transmigran yang sudah lama menghuni di dalam kawasan 256 ribu Hektar.

Hanya di era Jokowi

Sulit dibantah memang  hanya di era pemerintahan Jokowi beberapa UU  lahir tanpa menghiraukan partisipasi publik. Seperti kelahiran UU Cipta Kerja yang prosedurnya inkonstitusional menurut putusan Mahkamah Konstitusi.

Banyak pakar berbagai disiplin ilmu menyangsikan regulasi  Ibu Kota Nusantara bisa berumur panjang atau mulus dalam pelaksanaannya. Ada yang terang-terangan menyebut UU Ibu Kota Nusantara akan senasib UU Cipta Kerja. Secara legalistik formal, Presiden Jokowi tinggal dua tahun berkuasa, hingga 2024. Paling jauh yang bisa dilakukan hingga akhir  jabatannya adalah titah pemindahan ASN. Sedangkan seluruh agendanya  baru bisa terwujud belasan tahun mendatang. Kloter pertama berupa pemindahan ASN itu pun kalau ada dana. Sesuatu yang sulit direalisasikan sekarang karena APBN sudah sudah digelayuti utang ribuan trilyun. Masuk akal jika  Ketua MPR- RI Bambang Soesatyo mengatakan begini :” Tidak ada jaminan Presiden RI setelah Jokowi akan melanjutkan gagasan Ibu Kota Baru itu,” katanya seperti dikutip media pers, dua tahun lalu. Pernyataan itu semakin relevan sekarang mengingat kondisi pandemi yang tak reda-reda.

Ekonom senior Faisal Basri menganggap Ibu Kota Nusantara  belum bisa menjawab, setidaknya lima hal yang menjadi masalah prioritas di Indonesia. Antaranya,

pemerintah yang memprioritaskan pembangunan ibu kota negara dia nilai mengesampingkan arah kebijakan pembangunan usai pandemi. Padahal, di  banyak negara justru fokusnya  arah pembangunan yang sesuai dengan kondisi saat ini.

“Jadi banyak buku ekonomi, temanya ekonomi pascacovid, karena cara kerja berbeda, hubungan sosial berbeda, interaksi ekonomi berbeda, ada deglobalisasi, ketahanan pangan dan sebagainya, membawa banyak negara berupaya melakukan transformasi ekonomi untuk menghadapi tantangan baru,” kata Faisal dalam Public Expose RUU IKN oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Selasa (18/1) seperti dikutip CNN Indonesia.

Entah apa cita – cita Jokowi

Entah apa cita-cita atau apa yang menjadi kemarahan besar Jokowi dan rezimnya pada Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Padahal, Jakarta kota bersejarah Indonesia yang dikenal dunia ratusan tahun. Sejarah kota Jakarta  sudah terukir jauh sebelum Indonesia merdeka.

Hampir semua momentum  yang mencatat perjalanan sejarah bangsa Indonesia terjadi di Jakarta. Dari Proklamasi RI, reformasi, pembubaran PKI, dan  penobatan tujuh Presiden RI, termasuk Jokowi. Bahkan Jokowi sendiri memulai jejak kepemimpinannya secara Nasional di Jakarta, dengan menjadi Gubernur DKI, walau cuma dua tahun.

Ancaman banjir, kepadatan penduduk dan kemacetan yang parah rasanya tidak cukup alasan untuk pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan. Fenomena Ibu Kota negara seluruh dunia mengalami  seperti keadaan Jakarta. Fenomena itu menandai dimulainya perubahan iklim ( climate change). Bahkan di negara yang bertehnologi maju sekalipun.

Presiden pertama RI Soekarno, juga Presiden Soeharto yang pernah berkuasa puluhan tahun dengan kekuatan politik dan sumber daya absolut, toh tidak kesampaian memindahkan Ibu Kota.  Karena pindah Ibu Kota negara bukan hanya bermodal kekuatan politik dan ekonomi. Faktor budaya justru menjadi pertimbangan utama.

Foto: Istimewa

Bagi hampir 12 juta warganya, segala kelemahan Jakarta sudah diterima sebagai konsekwensi logis peradaban Ibu Kota. Kondisi itu  sudah diterima seperti  “takdir”. Kompensasinya, tiada kota seperti Jakarta :membuka peluang siapapun untuk memperbaiki nasib kehidupannya. Pertarungan merebut hidup sehari-hari adalah bagian

yang merangsang daya hidup semakin hidup. Apa yang tidak ada di Jakarta. Di sini anak singkong bisa bermetamorfosis menjadi konglomerat. Hanya di Jakarta, di balik nasibnya yang kelam, pembantu bisa naik mobil mewah ke pasar di antar supir majikan.

Jumlah penduduk yang besar, justru menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi warganya. Lihat saja. Masyarakat  lapisan bawah tidak perduli banjir rutin datang, tinggal di bantaran kali,  dan diusir berkali-kali tidak menggoyahkan keyakinannya. Yang penting tinggal di Jakarta.

Saya khawatir masalah kultur itu juga  yang menyebabkan resistensi dan dominannya nada sumbang merespons Ibu Kota Nusantara. Kuat sekali kesan Ibu Kota Negara yang baru itu  bukan yang dirindukan masyarakat banyak di seluruh Indonesia. Saya sempat membaca artikel yang menyingkap sejarah perpindahan Ibu Kota Negara di dunia. Jarang yang  berhasil sesuai yang diharapkan, kalau tak mau mengatakan gagal. Canberra di Australia, Rio De Jeneiro di Brazil,  Washington DC di AS, Putrajaya di Malaysia.  Dan, Nay Pyi Taw (baca Naypydaw) adalah ibu kota nasional Myanmar yang sekarang dicatat gagal total. Hanya memenuhi ambisi sesaat junta militer masa itu. Ibu Kota baru Myamar itu berlokasi  di Desa Kyatpyae, Kota Pyinmana, Provinsi Mandalay luas Nay Pyi Taw 272,371 sq mi (7.054,37 km2).

Kyatpyae dalam bahasa Myanmar berarti ‘lari di bawah perjuangan’. Naypyitaw berarti ‘Kota/Istana Kerajaan’, tetapi juga diartikan sebagai ‘singgasana raja'”. Kegiatan administrasi ibu kota Myanmar secara resmi dipindahkan ke sebuah lahan kosong sekitar dua mil barat Pyinmana pada 6 November 2005. Naypyitaw kurang lebih 320 kilometer di sebelah utara Yangon. Nama resmi ibu kota diumumkan pada saat Hari Angkatan Bersenjata Myanmar (Armed Forces Day) pada Maret 2006.

Nay Pyi Taw kini dijuluki  Kota Hantu.  Sejak diresmikan hingga sekarang kota itu tak menampakkan geliat sesuai statusnya sebagai Ibu Kota Negara Myamar.  Sembilan tahun lalu, saya pernah menginap semalam di kota itu. Bagunannya menakjubkan besar- besar. Desainnya modern. Begitu juga jalan-jalannya  yang sempat kami lalui dari bandara ke kota, dan sebaliknya, super lebar. Kelas high way.

Saya berempat dengan Gita Wiryawan, Peter F Ghonta dan pemred Majalah Tempo Wahyu Muryadi ke Myamar waktu itu memenuhi undangan pengusaha John Ryadi yang menjadi host jamuan pagi peserta konferensi World Economic Forum 2013. Tapi bukan itu yang mau saya cerita.

Berangkat malam dari bandara  Halim Perdanakusumah, kami landing di bandara Nay Pyi Taw lewat tengah malam. Setelah pengurusan administrasi visa on arrival, praktis kami baru masuk kamar hotel pukul 2 dinihari. Peter yang mengantar mengingatkan akan menjemput pukul 6 pagi untuk ke tempat acara.

Mungkin karena kecapekan, kami terlelap. Peter sulit menghubungi kami yang  baru terjaga ketika pintu kamar digedor keras.

” No problem. Tenang saja, saya tunggu. Saya sudah senang mendapati kalian dalam kondisi aman pagi ini,” katanya.

Hah?!!

“Saya sempat khawatir kalian dimangsa ular atau binatang buas,” sambungnya. Serius. Baru ngeh paginya, hotel kami memang berada di tengah hutan di Ibu Kota Baru Myamar itu.

Sampai sekarang Nay Py Taw sepi.  Protokoler Perlindungan WNI KBRI Yangon, Cahya Pemengku Aji, yang diwawancarai CNN Indonesia Selasa, (18/1) berbagi cerita tentang sunyinya kota itu  di tengah pembangunan infrastruktur luar biasa kota itu.

“Sejauh  ini memang masih sepi karena hanya berfungsi sebagai pusat administratif pemerintahan Myanmar. Pusat Bisnis dan Industri tetap di Yangon,” kata Cahya Pemengku Aji, saat dihubungi kepada CNNIndonesia.com.

Suasana ibu kota yang sepi bahkan sudah terasa jauh sebelum pandemi Covid-19 dan kudeta oleh militer Myanmar pada Februari 2021. Kantor kedutaan Indonesia, menurut Aji, juga masih bertahan di Yangon. Hanya ada beberapa kantor penghubung yang buka di Naypyidaw.

Foto: Istimewa

“Tapi relatif hanya penghuni Naypyidaw di atas yang beraktivitas. Apalagi saat ini ada pembatasan, hanya yang memiliki undangan dan izin yang dapat berkunjung,” papar Aji.

Situs perjalanan, Scandasia, juga menggambarkan kota itu bak kota hantu.   Penulisnya baru-baru ini  yang mengunjungi kota tersebut,  mengelilingi kota selama 45 menit. Dia juga juga membandingkan Canberra yang hanya berisi kantor kedutaan dan London. Di Naypyidaw, nyaris tak ada orang-orang beraktivitas di luar ruangan.

Hotel yang memiliki 200 kamar pun tampak sepi dari pengunjung. The Guardian  pernah melaporkan pula kondisi ini. Jika berkendara di Naypyidaw seseorang akan lupa bahwa ia sedang berada di Myanmar.

Di kedua sisi jalan, tampak deretan gedung-gedung raksasa yang tak berujung, hotel bergaya villa, dan pusat perbelanjaan tampak seperti jatuh dari langit, semuanya dicat dengan warna-warna pastel yang lembut: pink muda, biru muda, dan krem. Jalan-jalan baru diaspal dan dipagari dengan bunga-bunga dan semak-semak yang dipangkas dengan hati-hati. Bundaran yang ditata dengan cermat menampilkan patung bunga yang besar.

Begitulah nasib Nay Py Taw yang hanya memenuhi ambisi pemimpinnya. Bukan kebutuhan rakyatnya. Mudah-mudahan IKN Nusantara tidak bernasib sama : Ibu Kota Baru yang tidak dirindukan.

#Jokowi ibukota Indonesia nusantara
Share. Facebook Twitter Telegram WhatsApp Email

Related Posts

Rantai Korupsi Tambang Nikel

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

Generasi Beta, Selamat Datang

Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Sedang Tren

8 Tempat Berburu Takjil di Jakarta Saat Ramadhan

Ceknricek.com — Menjelang waktu berbuka puasa, berburu takjil menjadi salah satu tradisi yang paling dinantikan selama…

Bareskrim Tangkap Direktur Persiba Balikpapan Terkait Kasus Narkoba

March 10, 2025

Dialog Ramadan Lintas Agama: Puasa sebagai Sarana Menahan Diri dan Membangun Kebersamaan

March 10, 2025

Rantai Korupsi Tambang Nikel

March 10, 2025

Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Singapura pada Mei 2025

March 10, 2025

Nikita Willy Bagikan Tips Tetap Bugar Saat Berpuasa

March 10, 2025

Hasil Liga Italia: Atalanta Permalukan Juventus 4-0

March 10, 2025

Ironi Dunia Penerbangan Indonesia

March 10, 2025
logo

Graha C&R, Jalan Penyelesaian Tomang IV Blok 85/21, Kav DKI Meruya Ilir, Jakarta Barat. redaksi@ceknricek.com | (021) 5859328

CEK & RICEK
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
575/DP-Verifikasi/K/X/2020

Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • Headline
  • Berita
  • Pengetahuan
  • ENTERTAINMENT
  • Opini
© 2017-2025 Ceknricek.com Company. All rights reserved.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.