Ceknricek.com — Dinas Kehutan dan Taman Kota DKI Jakarta melalui Kadis Kehutanan dan Taman Kota, Suzi Marsita membantah tudingan Riyanni Djangkaru soal Instalasi Gabion berisi terumbu karang yang dilindungi.
“Menanggapi informasi selama beberapa hari ini tentang viral penggunaan terumbu karang di Instalasi Gabion, saya nyatakan itu tidak benar,” ujar Suzi di Kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (25/8).
Suzi menjelaskan, batu yang tersusun di Instalasi Gabion dinamakan batu gamping. Hal ini telah sesuai dengan konsep yang disiapkan oleh Dinas Kehutanan dan Taman Kota.
“Ini batu gamping, adapun batu yang warna merah itu juga dari pegunungan yang ditambang, diambil dari pegunungan sehingga itu dinamakan batu apung. Jadi memang kalau orang awam melihatnya adalah terumbu karang, padahal bukan,” kata Suzi.
Pengajar jurusan geologi FMIPA Universitas Indonesia, Asri Oktavioni menjelaskan, yang digunakan sebagai instalasi bukanlah batu karang.
Baca Juga: Ini Penjelasan Anies Baswedan Terkait Instalasi Bambu Getih Getah yang Dibongkar
“Jadi kemarin kan sempat ramainya dia terumbu karang ya. Kita mikirnya itu diambil di laut terus hewan-hewannya pada mati. Jadi sebenarnya setelah tadi saya lihat, saya perhatikan ternyata itu batu. Batuan itu kita sebut batu gamping, batu gamping terumbu,” kata Asri di lokasi yang sama.
Asri menerangkan batu gamping adalah terumbu karang yang jutaan tahun lalu ada di laut dan kemudian mati, mengalami proses geologi yang disebut mineralisasi dan kristalisasi kemudian menjadi batu.
“Posisinya pun sekarang bukan di pantai, tapi di gunung. Kalau tahu penambangan di Tuban, di Lamongan, di Gresik, nah, itu dia pemanfaatannya seperti itu. Dan sehari-hari pun dia dipakai untuk keramik, kalau kalian ke mal atau ke hotel kita bisa lihat dinding-dindingnya adalah batu yang sama dengan batuan ini,” kata Asri.
“Cuma mungkin eksposurnya enggak segede gabion ini. Jadi orang-orang tidak sadar, tapi sebenarnya ini batu komersil,” lanjut Asri.
Menurut Asri, undang-undang mengenai batu gabion ini seharusnya lebih diatur oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sehingga digunakan untuk pertambangan mineral yang berasal dari bahan galian dan sudah dijual belikan dengan bebas.
“Enggak ada melanggar konservasi atau melanggar ekosistem dan segala macam. Jadi ini batu biasa yang sangat umum didapatkan di toko batu-batuan,” katanya.
Sebelumnya, pemerhati isu lingkungan Riyanni Djangkaru mengatakan, bebatuan yang disusun menjadi instalasi gabion di kawasan Bundaran HI adalah batu karang. Riyanni mengetahui bebatuan karang itu setelah mengeceknya langsung ke Bundaran HI.
Riyanni juga menyampaikan kritikannya itu lewat akun Instagramnya @r_djangkaru. Dia mempertanyakan penggunaan batu karang tersebut.
Sebab, konservasi terumbu karang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Saya jd bertanya-tanya, apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dpt dianggap seakan “menyepelekan “ usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Darimana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut? Ekspresi seni adalah persoalan selera, tp penggunaan bahan yang dilindungi Undang-undang sebagai bagian dari sebuah pesan,mohon maaf, menurut saya gegabah,” tulis Riyanni melalui akun Instagramnya.
BACA JUGA: Cek Berita FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.