Ceknricek.com — Miliarder Jepang, Masayoshi Son, akhirnya terperosok juga. Ia merugi lebih dari US$130 juta (Rp1,84 triliun) dalam investasi Bitcoin, begitu Japan Times memberitakan, akhir pekan lalu. Pendiri Softbank Group ini, mulai investasi bitcoin sejak dua tahun yang lalu.
Son mulai menanamkan modalnya di Bitcoin pada 2017, kala mata uang virtual tersebut sedang moncer-moncernya. Pada saat itu nilai mata uang digitalnya mencapai sepuluh kali lipat. Pada pertengahan Desember 2017, nilai Bitcoin mencapai 20 ribu yen (Rp2,54 juta). Pada 2018, pria ini menjual Bitcoin setelah nilainya anjlok.
Di bawah Son, SoftBank menjadi perusahaan konglomerasi di bidang telekomunikasi dan internet. Pria berusia 61 tahun ini memang gemar dengan ide-ide out of the box untuk menciptakan masa depan yang terhubung dengan komputer pintar.
Mayayoshi. Sumber : Money Control
Kisah si tua Son berbeda sama sekali dengan Erik Finman. Remaja 18 tahun ini dinobatkan sebagai The Worlds Youngest Bitcoin Millionaire. Cerita ini dimulai pada 2011 saat usianya baru genap 12 tahun. Erik menggunakan uang hadiah sang nenek US$1.000 untuk investasi Bitcoin. Setelah berjalan selama setahun, tidak disangka nilai uang itu meningkat pesat. Ia pun menukarkan koin miliknya pada akhir 2013 saat sudah bernilai US$100.000.
Erik Finman. Sumber : Daily Mail
Berhasil mengempit duit sebesar itu, ia memutuskan untuk mendirikan perusahaan pendidikan daring bernama Botangle. Tujuan didirikannya perusahaan ini adalah untuk membantu siswa-siswa yang frustrasi terhadap lingkungan sekolah dan menemukan guru yang cocok untuk itu.
Rupanya ada orang yang percaya memutuskan untuk membeli teknologi Botangle miliknya pada Januari 2015. Investor tersebut memberikan tawaran kepada Finman seharga US$100.000 atau 300 keping Bitcoin. Kala itu, Bitcoin mengalami penurunan di angka kurang dari US$200 per koin. Ia tetap mengambil uang kripto itu. Erik percaya bahwa Bitcoin akan menjadi sesuatu yang besar di masa depan.
Dugaan Erik Finman benar. Nilai Bitcoin terus melonjak naik hingga akhirnya pertengahan 2017 menyentuh US$2.800 per koin dan ia memiliki total sebanyak 403 koin. Jumlah itu belum termasuk dengan investasinya–yang tidak begitu banyak–di mata uang kripto lain, seperti Litecoin dan Ethereum.
Erik Finman adalah contoh sukses investor Bitcoin. Padahal tak sedikit investor yang apes, seperti Masayoshi Son. Tahun lalu, uang kripto bergerak sangat liar. Lebih dari US$480 miliar menguap begitu saja di bursa perdagangan Bitcoin. Uang kripto ini telah kehilangan lebih dari 80% nilainya sejak mencapai nilai tertinggi mendekati US$20.000 pada akhir 2017.
Kini, Bitcoin sedang menuju harga terendahnya. Saat diwawancarai MarketWatch, Finman bahkan mengatakan bahwa dalam jangka panjang Bitcoin akan mati. Pendapat berbeda datang dari Barry Silbert, CEO dan pendiri Digital Currency Group and Grayscale Investments. Ia yakin Bitcoin tak seburuk itu, tetapi ia pesimistis dengan token digital lainnya. Selain Bitcoin, mayoritas cryptocurrency akan turun dan pada akhirnya menjadi tidak berharga, katanya.
Menurut CoinMarketCap, aksi penawaran koin perdana atau Initial Coin Offering (ICO) tahun lalu telah membuat kapitalisasi pasar Bitcoin dan kawan-kawannya menjadi lebih dari US$800 miliar. Bitcoin sendiri memiliki kapitalisasi pasar sebesar 50% dari total keseluruhan. Hampir setiap ICO hanyalah aksi mengumpulkan uang, tetapi berpengaruh terhadap token yang menjadi aset dasarnya, ujar Barry Silbert. Sebagian besar koin digital akan hilang, tandasnya.
Fatamorgana
Pada Jumat (26/4/2019) pekan lalu, nilai cryptocurrency anjlok dalam dalam satu jam karena kekhawatiran investor dan trader akan regulasi dan dipertanyakannya legitimasi koin tether sebagai stablecoin.
Cryptocurrency kehilangan valuasi US$10 miliar atau setara Rp140 triliun (asumsi US$1 = Rp 14.000) dalam satu jam, menurut CoinMarketCap yang dikutip CNBC International.
Kejatuhan ini terjadi karena Jaksa Agung New York menuduh operator penukaran Bitfinex dan penerbit tether, Tether Limited menyembunyikan kerugian US$850 juta. Kendati Bitfinex dengan tegas membantah rugi US$850 juta dan menyatakan dana itu “tidak hilang tetapi disimpan dan dilindungi” harga uang kripto sudah telanjur longsor.
Harga Bitcoin memang seringkali sulit diduga. Bitcoin sempat menembus level US$4.200 per unit pada Februari lalu. Pada Senin (29/4) harganya US$5.165 per keping.
Harga di atas US$5000 bisa dianggap baik. Hanya saja jika sudah di bawah US$4.000 mendorong penambang merugi, kecuali para penambang di China.
Sebagian besar biaya untuk menambang Bitcoin berasal dari biaya listrik. Sebab, para penambang ini perlu komputer berspesifikasi tinggi yang notabene bakal menyedot banyak listrik, seperti dilaporkan Bloomberg. Namun, penambang Bitcoin di China telah menemukan cara untuk menekan biaya setrum.
Mereka mendirikan toko di dekat pembangkit listrik dan membuat kesepakatan dengan pemilik untuk menjual listrik dari pembangkit yang tersisa. Dengan cara ini, penambang di China bisa menekan biaya listrik mereka hingga sekitar US$2.000 per Bitcoin. Bahkan, para produsen Bitcoin Cina bisa menekan biaya produksi penambangan mereka lebih rendah lagi menjadi US$1.260.
200 Mata Uang Kripto
Mata uang kripto terus didorong setelah runtuhnya bank investasi Lehman Brothers pada September 2008. Keruntuhan ini mendiskreditkan sistem konvensional sekelompok kecil elite bankir yang menetapkan aturan moneter. Bitcoin kemudian juga berevolusi selama beberapa tahun di mata publik, mulai dari geeks hingga kriminal. Bahkan, para kriminal melihatnya sebagai salah satu cara untuk mencuci uang.
Pada 2013, harga Bitcoin menembus US$1.000. Dengan menembus harga tersebut, institusi finansial mulai memerhatikan Bitcoin. Saat berusia enam tahun pada 2014, mata uang kripto menghadapi krisis terbesar dalam sejarah. Sebesar 80% Bitcoin yang diperdagangkan Mt. Gox mengalami peretasan. Perusahaan yang berbasis di Jepang ini mengaku kehilangan total 850 ribu Bitcoin dengan valuasi hampir US$500 juta atau sekitar Rp7,6 triliun. Mt. Gox bahkan harus menyatakan pailit akibat kasus peretasan ini.
Bitcoin. Sumber : Bitcoinist.com
Butuh waktu tiga tahun agar Bitcoin bisa pulih sepenuhnya pada 2017. Kebangkitan ini menjadi titik balik bagi Bitcoin karena mata uang kripto kemudian mengangkasa ke angka US$19.500 per unit pada akhir 2017. Artinya, Bitcoin memiliki total kapitalisasi lebih dari US$300 miliar atau sekitar Rp4,5 kuadriliun. Pada Januari 2018, valuasi seluruh mata uang kripto mencapai US$800 miliar atau sekitar Rp12 kuadriliun.
Analis mata uang kripto Bob McDowall mengatakan mata uang digital berkembang secara substansial berkat Bitcoin. McDowall merujuk pada terciptanya 200 mata uang kripto selain Bitcoin. Ini menjadi lebih dari sekadar inovasi dan ekonomi. Ini hampir menjadi agama bagi sebagian orang, ujar Mcdowall. Tercatat, sekarang ini ada lima hingga sepuluh transaksi Bitcoin setiap detiknya. Ke depan, regulator Amerika Serikat (AS) sedang menggodok aplikasi untuk dana yang diperdagangkan di bursa berbasis Bitcoin.
Lain lagi pendapat Warren Buffett, CEO Berkshire Hathaway. Bitcoin menarik para penipu, kata investor legendaris itu, seperti dikutip dari CNBC International. Jika Anda membuat sesuatu yang palsu dan pergi keluar dengan menjual barang dengan harga seperti yoyo, tidak ada uang di dalamnya. Namun, ketika Anda masuk ke Wall Street, ada uang yang sangat besar, tambahnya.
Buffett tentu tak asal bicara. Laporan yang dirilis perusahaan keamanan siber Cipher Trace menunjukkan pencurian mata uang kripto melonjak 400% pada 2018 menjadi US$1,7 miliar atau sekitar Rp23,9 triliun. Mengutip Reuters, sekitar 58% kasus pencurian mata uang kripto dilaporkan paling banyak terjadi di Korea Selatan dan Jepang. Akibatnya, pada Januari 2019, harga mata uang kripto merosot hingga 80% dibandingkan periode yang sama setahun sebelumnya.
Seiring dengan hal ini, investor dan pengguna dilaporkan kehilangan sekitar US$725 juta atau sekitar Rp10,2 triliun akibat exit scam. Padahal, pada 2017, kasus serupa hanya memakan sekitar US$56 juta atau setara Rp789 miliar. Angka-angka ini hanya mewakili hasil penjarahan dari kejahatan kripto yang dapat divalidasi oleh CipherTrace. Kami memiliki sedikit keraguan bahwa jumlah sebenarnya kerugian aset kripto jauh lebih besar, ungkap CipherTrace dalam laporannya.
Buffett telah lama menjadi kritikus mata uang kripto. Dia menyebut Bitcoin sebagai racun tikus yang dikuadratkan. Sebuah fatamorgana, bukan mata uang, dan tulip adalah beberapa deskripsi yang digunakan Warren Buffett untuk Bitcoin. Namun, Buffett melihat Blockchain, teknologi di belakang Bitcoin, punya peran penting dan keberhasilannya tidak tergantung pada mata uang kripto.