Ceknricek.com – Sebuah diskusi DPP Partai Golkar yang diselenggarakan di Slipi, Jakarta Barat pada Sabtu, 2 Juni 2018 menimbulkan tanda tanya. Acara itu dihadiri Agung Laksono, Rambe Kamarulzaman, Rully Chairul Azwar, dan lain-lain. Diskusi menyoroti masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dua periode. “Sangat tendensius,” kata Syamsuddin Radjab, Direktur Eksekutif Jenggala Center lewat keterangan pers yang diterima Ceknricek.com.
Syamsuddin menyoroti pernyataan Happy Bone Zulkarnain, salah satu ketua DPP Partai Golkar pada Kamis, 31 Mei 2018 yang menyoroti masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Ia menyatakan pernyataan tersebut kurang pas di tengah pengajuan judicial review yang dilakukan kelompok masyarakat terhadap Pasal 169 huruf n UU No. 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUDN RI 1945.
“Ada baiknya, para petinggi Partai Golkar tersebut membaca secara keseluruhan ketentuan BAB III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara dalam UUDN RI 1945 dari Pasal 4 hingga Pasal 16 agar pemahaman mengenai sistem pemerintahan presidensial dapat lebih baik dan bukan sekedar membaca ketentuan Pasal 7 UUDN RI 1945,” katanya.
Membaca Pasal 7 tanpa membaca pasal sebelum dan sesudahnya dapat melahirkan kesesatan berpikir dalam memahami ketentuan sistem presidensial yang kita anut. “Karenanya, pemahaman original dalam suatu perumusan peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang Dasar perlu dimengerti agar norma tersebut dapat diketahui maksud dan tujuannya,” ujarnya.
Menurut Syamsuddin, pernyataan Happy Bone Zulkarnain yang dimuat beberapa media online serta pernyataan saudara Agung Laksono dirasa telat menyesatkan publik hanya untuk memuaskan Ketua Umum, Airlangga Hartarto.
Jenggala Center sebagai Tim Inti Pemenangan Jokowi-JK memberi maklumat kepada petinggi Partai Golkar agar mengendalikan tingkah laku para bawahannya. Mereka diminta lebih beradab dalam memberikan statement politik di ranah publik dengan memperhatikan etika, norma sosial dan tidak melakukan delegitimasi terhadap figur tertentu hanya demi kepentingan pribadi. “Saudara Airlangga Hartarto saya harapkan menjadi figur yang memberi contoh dan teladan dalam kepemimpinan politik nasional dengan bersungguh-sungguh secara nyata mewujudkan tagline ‘Golkar Bersih’,” katanya.
Ia menyatakan Airlangga Hartarto sebaiknya fokus mengembalikan citra Partai Golkar yang tingkat elektabilitasnya semakin turun di tengah masyarakat. “Agar saudara Airlangga Hatarto dan orang-orangnya menghentikan upaya alineasi dan delegitimasi terhadap figur HM. Jusuf Kalla. Jika hanya nafsu politik menjadi Wakil Presiden sebaiknya saudara bicarakan langsung dengan JK agar saudara lebih beradab secara politik dan moral,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Korbid DPP Partai Golkar Happy Bone Zulkarnaen, angkat bicara soal gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Gugatan itu menyusul adanya isu Wakil Presiden Jusuf Kalla maju kembali dalam Pilpres 2019.
Happy menegaskan, Partai Golkar menjadikan konstitusi sebagai patokan. Sebagai Anggota Badan Pekerja MPR, Happy mengaku ikut merumuskan amandemen Pasal 7 UUD 1945. Menurutnya, filosofinya tidak ingin memberikan kekuasaan yang melebihi waktu dan kapasitasnya. “Hingga ditentukanlah dua periode. Dan itu sudah inkrah, dan sudah berlaku sekian lama dan itu merupakan amanat reformasi supaya kepemimpinan negara terjadi regenerasi yang sehat,” kata Happy dikutip Tribunnews.com, Kamis (31/5/2018).
Dirinya menjelaskan, jika uji materi dikaitkan dengan Jusuf Kalla maju kembali mendampingi Joko Widodo di Pilpres 2019, berseberangan dengan apa yang pernah diucapkan mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. “Kalau kita melihat apa yang disampaikan Pak JK beliau mengatakan berkali-kali beliau sudah ingin beristirahat. Jadi pernyataan Pak JK itu manusiawi sekali. Dan kemudian itu sangat memberikan aura yang kondusif terhadap UUD 1945 yang sudah diamandemen,” katanya.
Happy mengingatkan jika ingin mengajukan judicial review soal Pasal 7 UUD 1945, harus untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan individu atau kelompok. Sementara soal dorongan akar rumput Golkar supaya Ketua Umum Airlangga Hartarto maju mendampingi Jokowi di Pilpres 2019, Happy menilai wajar.