Ceknricek.com — Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sungguh sakti. Bekas narapidana penistaan agama itu adalah orang kuat di negeri ini. Dia sohib Presiden Joko Widodo. Kini, Ahok boleh tersenyum lebar. Jokowi masih memikirkan dirinya. Di tengah protes keras publik, bekas Gubernur DKi Jakarta itu mengangkat bekas wakilnya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina. Pada 2018, total aset Pertamina mencapai US$64,72 miliar atau lebih dari Rp906 triliun.
Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Erick Thohir, mengumumkan pengangkatan Ahok itu di Istana, Jumat (22/11). Ahok menggantikan Tanri Abeng, didampingi oleh Wakil Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin. Selain sebagai Wamen, Budi menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama.
Jumlah gaji komisaris utama adalah 45% dari gaji direktur utama Pertamina. Selain itu, komisaris di Pertamina menerima fasilitas di antaranya tunjangan hari raya, tunjangan transportasi, dan asuransi purna jabatan. Komisaris juga menerima fasilitas kesehatan dan fasilitas bantuan hukum.

Baca Juga: Erick Thohir: Sudah Diputuskan Jokowi, Ahok Resmi Jadi Komisaris Utama Pertamina
Laporan tahunan Pertamina 2018, kompensasi manajemen kunci dan dewan komisaris yang dibayarkan oleh perseroan senilai US$47,27 juta hingga 31 Desember 2018. Jika dikonversi dengan asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS, nilai itu sekitar Rp661,82 miliar.
Jumlah direksi dan komisaris Pertamina sebanyak 19 orang. Jumlah itu terdiri dari 11 direksi dan 8 komisaris. Jika nilai kompensasi itu dibagi rata, setiap direksi dan komisaris Pertamina menerima sedikitnya Rp34,83 miliar per tahun atau Rp2,9 miliar per bulan. Wow.
Tugas komisaris di antaranya adalah menetapkan dan menelaah atas usulan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Erick menjelaskan Ahok diperlukan dalam rangka memenuhi target pembangunan kilang-kilang minyak guna meningkatkan produksi dalam negeri. Target ini, kata dia, amat berat sehingga tidak bisa dibebankan seluruhnya pada direktur utama melainkan butuh sokongan dari jajaran komisaris. “Kami perlu figur pendobrak supaya ini sesuai dengan target,” katanya.
Alasan Politis
Menteri Erick boleh saja ngomong begitu. Alasan bisa dicari. Bisa dipungut dari mana saja. Rakyat tidak bodoh. Masih banyak sosok lain sebagai pendobrak. Emang enggak ada orang lain yang lebih cocok dibanding Ahok? Banyak figur di negeri ini yang lebih berpengalaman di bisnis BUMN. Yang lebih pantas menduduki posisi penting di perusahaan plat merah besar seperti Pertamina.

Baca Juga: Sukma, Ahok, Jokowi, dan Indonesia…ku!
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengendus pengangkatan Ahok sebagai langkah politis. Bukan untuk memperbaiki kinerja bisnis Pertamina. “Masa orang yang enggak punya kapasitas di BUMN, enggak punya track record di bisnis bagian migas yang benar-benar mumpuni tiba-tiba dicaplok gitu saja. Pasti pertimbangannya bukan ekonomi, tapi politik,” ujarnya.
Tidak Berdaya
Pantas saja jika ada curiga, ini sebagai politik balas budi juga. Jokowi masih cinta Ahok. Jabatan komut Pertamina dianggap sebagai simbol bahwa Jokowi masih sangat memikirkan nasib Ahok. Jokowi tak peduli protes-protes itu. Ia keukeuh memaksakan Ahok punya suatu jabatan sehingga bisa punya income resmi yang lumayan.
Ada juga yang bertanya penuh curiga: kekuatan apa yang dimiliki Ahok hingga Jokowi tidak berdaya menolak. Apakah Ahok menyimpan rahasia besar Jokowi, sehingga Jokowi harus tunduk membela. Sebegitu besarkah rahasia Jokowi di tangan Ahok sehingga orang nomor satu di republik ini selalu membela Ahok dan terkesan mengamankan kasus-kasus hukumnya?

Baca Juga: Prestasi BTP
Apakah ini karena kehebatan para taipan pengendali Jokowi, sehingga selalu membukakan jalan untuk bisa menghasilkan keuntungan lewat Ahok. Semisal mencari pekerjaan di Blok Masela lewat Ahok?
Publik patut curiga dan bertanya-tanya seperti itu. Soalnya, sungguh berisiko bagi Jokowi memaksakan diri mengangkat Ahok pada pos sangat strategis. Urusan hukum Ahok masih panjang. Lagi pula Ahok tak memenuhi syarat menjadi petinggi BUMN.
Ada empat kriteria yang harus dipunyai seseorang jika ingin menjadi petinggi di BUMN besar seperti Pertamina. Pertama, orang tersebut harus berintegritas. Kedua, tak pernah tersangkut permasalahan hukum. Ketiga, tak terafiliasi dengan partai politik. Keempat, harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Tak ada satupun dari kriteria itu yang dimiliki Ahok karena sering marah-marah dan bicara kasar. Hanya cinta buta yang menganggap Ahok memiliki empat kriteria tersebut.
BACA JUGA: Cek BISNIS INDUSTRI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.