Ceknricek.com — Tepat tanggal hari ini, 12 Agustus 1902 silam, seorang bapak bangsa sekaligus proklamator kemerdekaan Indonesia Muhammad Hatta lahir di desa Aur Tajungkan, Bukittinggi, Sumatera Barat, dengan nama Muhammad Athar.
Dalam masa-masa hidupnya, salah satu pasangan dwitunggal abadi ini memiliki fakta dan kisah-kisah menarik yang patut disimak. Dari sikap kesederhanaannya, hingga hal-hal lucu yang bisa mengundang tawa.
Dalam rangka memperingati hari kelahiran tokoh pejuang, negarawan, ekonom, dan juga wakil presiden pertama Republik Indonesia ini, 117 tahun silam, berikut kisah-kisah menarik seputar Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia.
Pecinta Buku Kelas Berat
Suatu hari, ketika Hatta dibuang ke Boven Digoel akibat aktivisme politiknya yang dianggap berbahaya bagi pemerintah kolonial, ia membawa 16 peti buku miliknya yang sebelumnya dibawa dari Belanda ketika ia sekolah.
Bisa dibayangkan bagimana repotnya pemerintah kolonial ketika itu membawa 16 peti buku. Salah satu pesan Hatta bisa dijadikan pelajaran oleh generasi sekarang. “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas”.
Saking banyaknya buku yang dibawa Bung Hatta, ketika sampai di Digoel, teman sesama buangan di sana, Moh. Bondan, sampai tak tahan berseru, “Anda ke sini mau dibuang atau buka toko buku?”.
Baca Juga: Bung Hatta, Buku yang Tak Pernah Habis Dibaca
Lain dari itu, masih terkait dengan buku, sebagai seorang yang mencintai pengetahuan, Hatta yang mencintai buku dan pembaca kelas berat ini pun menyerahkan buku tulisannya sendiri ‘Alam Pikiran Yunani’ sebagai maskawin pernikahan terhadap istrinya, Rahmi Rachmin, setelah tiga bulan Indonesia Merdeka.
Hatta yang sebelumnya bersumpah tidak akan menikah sebelum kemerdekaan Indonesia, akhirnya menikah pada usia 43 tahun, dengan maskawin buku tersebut.
“Nenek saya terkejut, kok maskawin berupa buku? Padahal keluarga mereka cukup berada, ada uang emas ada perhiasan,” ungkap Meutia Hatta seperti dikutip dari BBC.

Namun Hatta tetap berkeras. Cintanya pada buku dan pengetahuan membuatnya yakin, buku dari hasil kerja dan pemikirannya sendiri lebih berharga sebagai bukti cinta dari pada harta benda lainnya.
Barangkali karena itulah rekan sejawat Hatta kerap berseloroh: buku adalah ‘istri pertama’ sedangkan Rahmi ‘istri kedua’.
Disiplin dan Penyayang Binatang
Sebagai seorang penyayang binatang, khususnya kucing, Bung Hatta juga memiliki tingkat kedisiplinan tinggi yang akhirnya menurun pada kucing kesayangannya yang bernaema Jonkheer.
Dalam buku Bung Hatta-Pribadinya dalam Kenangan, Gemala Hatta, sang anak, mengisahkan, ayahnya yang seringkali pergi dan pulang tepat waktu seperti memiliki kontak batin dengan kucingnya.
“Bilamana kami setiap akhir minggu menghabiskan hari Sabtu-Minggu di Megamendung, maka setiap Minggu sore mulai dari jam 5 sore, Jonkheer sudah menunggu kedatangan kami di muka rumah. Begitu ia melihat ayah turun dari mobil, Jonkheer dan kucing-kucing lainnya langsung mengerubungi ayah”.
Terkait masalah kedisiplinan, selepas dibuang ke Digoel kemudian dipindahkan ke Banda Neira, Hatta memiliki anak angkat bernama Des Alwi. Ia pun turut menuturkan kenangannya terhadap Bung Hatta.
“Om Hatta selalu terlihat serius, untuk itu kami menjulukinya ‘Oom Kacamata’. Oom Hatta sangat teratur menyusun acara-acaranya yang dilakukan setiap harinya. Mengajar murid jam 11.00, membaca jam 13.00 hingga 14.00.”
Kedisiplinannya kadangkala malah tampak lucu tatkala Des hendak masuk sekolah menengah, ia dipanggil Hatta untuk sekolah di Jakarta. Hatta yang terus memantau secara ketat prestasi belajar Des, suatu hari mendapati prestasi belajar anak angkatnya dengan nilai buruk.
Apa respons Hatta? Saking kesalnya ia menyuruh Des pulang saja ke Banda Neira dengan berenang.
Tepat Waktu
Bung Hatta adalah orang yang sangat menghargai waktu. Hidupnya sudah diatur dengan rapi dan teratur. Bila ada orang yang ingin bertemu dengannya harus ada janji terlebih dahulu, dan pabila terlambat, sudah dipastikan Hatta tidak akan mau menemuinya.
Karena ketepatan waktunya inilah, maka muncul istilah “Jam Hatta”. Dalam hal ini ada kisah menarik yang patut disimak.
Suatu hari, sebagai wakil presiden, Hatta akan bepergian dengan pesawat. Bersama rombongan ia kemudian berangkat dari Bandara Halim untuk menungu pesawat yang dijadwalkan pukul 08.00 pagi WIB.
Baca Juga: Cerita Anies Baswedan Bebaskan Pajak Rumah Proklamator Bung Hatta
Namun, pesawat yang ditunggu ternyata terlalu cepat datang lima menit sebelumnya. Hatta pun memerintahkan sang pilot untuk berputar-butar dulu di angkasa sampai menunjukan waktu yang tepat dalam mendarat di lapangan terbang.
Kisah lain juga turut diceritakan oleh Marhamah Djambek, ia mengenang bagaimana ayahnya yang hendak bertemu Hatta namun terjebak kemacetan, hingga karena takut kena marah akhirnya mengakalinya dengan memutar mundur jam arlojinya.
“Ayah memutar mundur arlojinya, sehingga ketika tiba dirumah Oom (Hatta) waktunya menunjuk tepat seperti janji. Waktu ayahku berhadapan dengan Oom (Hatta), pertama-tama beliau menegur keterlambatan ayah, tetapi ayah berkata bahwa ia telah datang tepat pada waktunya menurut arlojinya.”
Pecinta dan Pemain Sepak Bola Ulung
Sejak kecil, Bung Hatta menyukai sepak bola, meskipun sang nenek tidak mengizinkan ia sering bermain karena takut cucu kesayangannya mengalami cedera.
“Aku tidak boleh bermain bola, dia (neneknya, red) takut kakiku patah. Sekarang aku bebas. Aku bermain di tanah lapang dengan bola yang agak kecil, bola kulit yang dipompa. Saban sore pukul 17.00, aku sudah di tanah lapang. Kalau tidak bertanding, kami berlatih menyepak bola dengan tepat ke gawang,” kata Hatta dalam autobiografinya, Untuk Negeriku.
Semasa muda, kemahiran bermain sepak bola Hatta mulai terasah ketika masuk perkumpulan Swallow, dan sering bermain di Plein Van Rome (kini Lapangan Imam Bonjol, Kota Padang). Ia pun sering dijuluki Onpas Serbaar (sulit ditembus) dan pernah mempersembahkan Piala Sumatra Selatan tiga tahun beruntun.
Kegemaran itu pun tidak hilang tatkala ia diasingkan ke Digoel. Bersama Sjahrir, M. Bondan, serta tahanan lain, Hatta menggelarfriendly match antar pendatang baru dan penghuni lama Digoel pada 1935.
Seiring waktu berjalan, Hatta yang menjadi dwitunggal dengan Sukarno masih terus menyukai sepak bola. Meskipun tidak lagi bermain, dia masih sering mengikuti pertandingan klub nasional PSSI ataupun klub lokal.
Pada medio, 1952 di lapangan Ikada (Monas) digelar pertandingan persahabatan antara PSSI melawan tim dari India, Aryan Gymkhana. Dalam laga itu, PSSI kalah dan Hatta nyaris tiada habisnya beradu argumen dengan Sukarno yang ketika itu juga nonton di tribun kehormatan.
“Begitu pertandingan usai dengan 1-0, Bung Hatta jadi agresif dan antusias membahas kekalahan PSSI yang diutarakan dengan amat sistematik dan mendetail kepada Bung Karno seperti membicarakan politik yang urgent dan rumit. Bung Karno tampak terpojok dan keteter menjawab argumentasi Bung Hatta,” kenang Guntur Sukarnoputra dalam “Nonton Bola, Apa Tafakur?” termuat dalam Pribadi Manusia Hatta.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.