Ceknricek.com–Belakangan ini hampir secara mendadak “kisah pagar bambu” – meminjam istilah tenar belakangan ini menjadi “viral”!
Kenapa?
Karena seakan secara tiba-tiba – sim sala bim – pagar bambu terdapat di mana-mana, ada yang merentang sekitar sepanjang 30 kilometer, tidak jauh dari tepi pantai di wilayah yang tidak dapat dipungkiri adalah milik Indonesia, dan bahkan hanya “sejengkal” dari ibukota DKI.
Pagar bambu di lepas pantai!
Niscayalah masyarakat internasional akan tercengang: kok bisa di Indonesia secara mendadak alias tiba-tiba muncul pagar bambu di lepas pantai, tanpa diketahui oleh pihak berwenang keberadaannya.
Padahal Indonesia memiliki Badan Intelijen Negara; Indonesia punya Polisi Air (Laut), Indonesia punya TNI Angkatan Laut. Dan jangan lupa Indonesia juga punya banyak dukun yang memiliki kekuatan gaib hingga misalnya, seperti yang pernah diyakini oleh sementara pihak terjadi di sirkuit balap kendaraan bermotor Mandalika, berhasil menahan atau menghentikan hujan!
Tapi kok keberadaan pagar bambu di pelupuk mata pemerintah pusat, khusus di era kepresidenan Joko Widodo, baru diketahui orang ramai sesudah Joko Widodo purna tugas? Mungkin ketika masih berkuasa Joko Widodo juga memiliki ilmu gaib yang membuat orang tidak dapat melihat gajah di pelupuk mata, meski mungkin saja mereka mampu memantau tungau di seberang lautan.
Sebenarnya kita tidak perlu terlalu heran dengan kejadian bambu yang seolah mendadak muncul dari dasar laut ini.
Konon menurut kabar yang empunya cerita (dari Tiongkok) sebagaimana halnya dengan berbagai tumbuh-tumbuhan lainnya, untuk tumbuh subur yang namanya bambu perlu “perawatan, air, tanah yang subur dan sinar sang surya”. Yang semuanya ada di Indonesia. Bukankah banyak orang di Indonesia yang pernah mendengar bahwa di lahan tanah tempat tumpah darah kita yang terdiri dari sekitar 17-ribu pulau itu “bahkan tongkat kayu pun kalau dilemparkan ke tanah akan tumbuh menjadi pohon?”
Jadi kenapa harus ribut, gempar atau takjub kalau pagar bambu seolah secara mendadak muncul di lepas pesisir beberapa bagian Nusantara kita?
Menurut kepercayaan orang di Tiongkok, sebagaimana halnya dengan tumbuh-tumbuhan lainnya, yang namanya bambu memang perlu dirawat dengan teliti, disirami air, diberi pupuk dan tanamlah di tempat yang mendapat siraman sinar surya.
Sesuai kepercayaan orang di Tiongkok, dalam tahun pertama, tidak akan terlihat tanda-tanda jelas bahwa bibit bambu yang ditanam sudah akan menunjukkan gelagat tumbuh. Dalam tahun kedua, lagi-lagi tidak ada kelihatan tunas yang menyembul dari tanah. Dan begitu juga konon halnya di tahun ketiga dan keempat. Tidak mengherankan kalau kesabaran yang menanamnya akan mendapat ujian berat. Dan keraguan bahwa segala daya upaya selama empat tahun itu tidak akan membuahkan hasil.
Akan tetapi, pada tahun kelima – sim sala bim! – muncul atau tampil lah sang bambu dan pertumbuhannya juga luar biasa. Konon dalam waktu hanya enam pekan, sang bambu (Tiongkok) itu akan menjulang setinggi hampir 30 meter. Dan meski bambu menghasilkan bahan makanan lezat (rebung) namun bambu juga mengeluarkan miang yang dapat menimbulkan kegatalan luar biasa.
Ada pengantar suatu tulisan tentang budaya di Indonesia yang menarik sekali karena menggunakan rebung sebagai umpama:
“Pucuk rebung adalah salah satu motif sakral bagi masyarakat Minangkabau, yang sering ditemukan pada tenunan songket yang terdapat pada motif pinggir dan kepala sarung serta bagian ujung kain panjang. Pucuk rebung adalah bambu muda yang masih kuncup, belum memiliki daun, pucuk rebung mengandung makna kepada semua orang yang berguna bagi seumur hidup. Seperti halnya bambu yang masih muda yang digunakan oleh masyarakat untuk dimasak jadi sayur dan setelah besar menjadi bambu akan tetap berguna, seperti bahan bangunan dan peralatan rumah tangga. Pucuk rebung merupakan simbol kehidupan yang dinamis, bambu muda atau rebung yang menjulang lurus ke atas merupakan simbol bagi anak muda untuk menuntut ilmu dan meraih cita cita. Ketika sudah besar ujung bambu mulai merunduk kebawah yang bermakna apabila telah berilmu tidaklah sombong.”
Dan bambu juga digunakan sebagai umpama dalam menjaga persatuan dan kesatuan di Indonesia, dalam bentuk pesan:“Politik belah bambu” – yang wajib dihindari karena itu dimaksudkan sebagai pemecah-belahan bangsa atau kaum.
Kembali ke kasus “pagar bambu”, kita tidak usah terlalu heran dan menyangka itu muncul secara mendadak. Meski kita adalah “bangsa yang besar”(sebagaimana sering dikumandangkan oleh sementara pemimpin kita), namun kita hanyalah manusia biasa yang mampu terlengah dibuai oleh anggapan kita bahwa “kita adalah bangsa yang besar”.
Amerika yang merupakan sebuah adikuasa yang sudah pernah mendaratkan 12 manusia ke atas permukaan bulan, pernah kecolongan.
Sebagaimana waktu itu ramai dilaporkan “Dari tanggal 28 Januari s/d 4 Februari 2023, balon udara yang terbang tinggi dari Tiongkok melayang nun jauh di atas angkasa melalui sejumlah wilayah di Amerika Serikat, seperti Negara Bagian Alaska, Kanada Barat dan lain-lain wilayah di Amerika Utara. Barulah pada tanggal 4 Februari Angkatan Udara Amerika menembak jatuh balon tersebut dilepas pesisir Negara Bagian Carolina Selatan.
Maknanya keberadaan balon tersebut tidak segera dan langsung diketahui oleh pihak Amerika yang memiliki berbagai peralatan pemantauan dan penyadapan mutakhir.
Mungkin kalau ada yang mencoba membuat pagar bambu di lepas pesisir Negara Bagian Kalifornia, Amerika Serikat, juga tidak akan segera diketahui oleh pihak berwenang di negara raksasa itu.
Tapi sebelum mencobanya di Amerika, cobalah dahulu di lepas pesisir Singapura. Bak kata orang kita “Dicoba-coba tanam mumbang, moga-moga tumbuh kelapa”. Wallahu a’lam.