Ceknricek.com — Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Adisatrya Suryo Sulisto mengatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekan Komisi VI lain siap membantu dalam pembentukan regulasi untuk rokok elektrik di Indonesia.
Dalam hal menyusun regulasi tersebut, Adisatrya mengatakan akan melibatkan kontribusi dari komunitas pengguna rokok elektrik, termasuk asosiasi pelaku industri, asosiasi perlindungan pengguna, dan tentunya pengguna.
Hal ini diungkapkannya saat menghadiri diskusi bertajuk “Resolusi 2020: I choose to be healthier #SayaPilihVape Community Forum Seri 2” yang diadakan oleh Vapemagz Indonesia di ROOTS Resto and Lounge, Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/12).
“Dari segi industri, industri rokok elektrik di Tanah Air potensinya sangat besar. Bayangkan apabila dalam satu tahun memiliki potensi untuk menghasilkan Rp2 triliun, bagaimana dengan dalam lima tahun?,” kata Adisatrya seperti dikutip dari rilis yang diterima ceknricek.com, Kamis (5/12).
Anggota DPR dari Fraksi PDIP tersebut juga mengungkapkan bahwa cukai hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) industri vape saat ini turut menyumbangkan pendapatan negara yang didapat dari cukai produk tembakau secara keseluruhan. Vape sendiri dikenakan cukai melalui likuidnya, yang dikenakan cukai tarif maksimal 57 persen.
Adisatrya menyayangkan banyaknya pihak dari Pemerintah yang memandang rokok elektrik sebagai hal yang negatif. Padahal, jika melihat potensinya, seharusnya Pemerintah justru mendukung. Terlebih, industri produk rokok elektrik juga melibatkan banyak usaha kecil dan menengah dan mampu menciptakan banyak lapangan kerja baru.
Baca Juga: Vape Perlu Diregulasi, Cukai Saja Tidak Cukup
“Memang saat ini belum ada standarisasi terkait produk rokok elektrik sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Maka dari itu, regulasi terkait rokok elektrik harus dibuat, sehingga segala hal yang menyangkut industrinya sendiri, perdagangan, investasi serta standar produk diatur secara sistematis,” ujarnya.
Adisatrya mengatakan bahwa Komisi VI DPR yang memiliki ruang lingkup tugas di bidang perindustrian, perdagangan, koperasi UKM BUMN, investasi dan standarisasi nasional akan dengan senang hati membantu menghubungkan para pihak terkait dalam industri produk rokok elektrik dengan instansi-instansi pemerintah terkait.
“Kami akan bantu mulai dari tahap awal hingga pembuatan regulasi selesai,” janji Adisatrya.
Tidak Seharusnya Dilarang
Dalam kesempatan yang sama, peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), drg. Amaliya mengatakan bahwa rokok elektrik sebagai sebuah produk pengurangan bahaya (harm reduction product atau HRP) tidak seharusnya dilarang, tetapi justru seharusnya diberdayakan.
Menurutnya, jika dilarang, rokok elektrik merupakan cara yang paling ampuh dalam mengurangi bahaya dari produk tembakau (tobacco harm reduction product) hingga saat ini. Drg. Amaliya menjelaskan bahwa rokok elektrik memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan terapi pengurangan nikotin (nicotine replacement therapy atau NRT) lainnya saat ini.
“Rokok elektrik atau vape saat ini menunjukkan tingkat keberhasilan paling tinggi dalam mengurangi bahaya tembakau dibandingkan produk lain. Dengan begitu, seharusnya rokok elektrik dikedepankan sebagai NRT, bukan dilarang,” ujarnya.
Baca Juga: Asosiasi Vapers: Jika Rokok Elektrik Dilarang, Produk Ilegal Beredar
Dr. Amaliya mengatakan saat ini pengetahuan dari publik masih kurang terkait keberadaan NRT ini. Hal ini disebabkan karena kurangnya penelitian terkait dengan keamanan rokok elektrik.
“Banyak penelitian yang telah dilakukan, baik di luar negeri maupun dalam negeri, tetapi sayangnya hampir tidak pernah dipublikasikan. Kalaupun pernah, pemberitaannya sangat kurang, baik dari media ataupun dari pihak terkait,” Amaliya melanjutkan.
Dokter gigi lulusan Universitas Padjadjaran ini juga memaparkan bahwa Pemerintah sebaiknya tidak “menutup mata” terhadap potensi yang sebenarnya memiliki dampak baik bagi perokok dan justru mempersulit masyarakat untuk memiliki produk tembakau alternatif yang berisiko lebih rendah.
“Pemerintah harus membandingkan bagaimana hasil perubahan di negara-negara maju, lalu melihat potensinya agar bisa diterapkan di Indonesia,” kata Amaliya.
“Memang walaupun dikatakan 95 persen lebih aman, masih ada potensi bahaya lima persen. Tapi masih lebih baik daripada harus terus terpapar bahaya 100 persen yang dapat diakibatkan oleh rokok konvensional,” ucapnya menambahkan.
Drg. Amaliya juga mengatakan siap membantu Pemerintah apabila diminta untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai rokok elektrik karena menurutnya, sebagai peneliti, pembuktian berdasarkan penelitian, apapun hasilnya, masih lebih baik dibandingkan dugaan semata.
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.