Ceknricek.com — Urusan Crude Palm Oil atau CPO memang tak lagi sepele. Sudah harganya terus merosot, sejumlah negara melakukan diskriminasi atas komoditas andalan ekspor Indonesia ini. Uni Eropa telah memutus akan mengurangi impor CPO sebagai bahan baku biodiesel secara bertahap sampai menyetop sama sekali pada tahun 2030.
Indonesia kini terus berupaya mencari pasar baru sekaligus meningkatkan ekspornya ke negara pelanggan. Salah satunya adalah ke China. Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat bertemu Wapres China Wang Qishan juga melobi soal CPO. JK berharap China meningkatkan pembelian agar defisit neraca perdagangan Indonesia atas Negeri Tirai Bambu bisa sedikit kempis.
Sumber: www.bta.bg
Asal tahu saja, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan cukup besar dengan China yakni sekitar US$8,56 miliar pada 2018. Lebih dari itu, Perdana Menteri China Li Keqiang pernah berjanji kepada Presiden Joko Widodo soal itu di Port Moresby, Papua Nugini. “Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia sangat berharap kiranya komitmen meningkatkan impor sawit Indonesia dapat segera terwujud,” kata JK di Istana Wapres Cina, Diayutai State Guest House, Beijing, Kamis (25/4). JK berada di Beijing mewakili Indonesia dalam forum internasional KTT Belt and Road.
Janji PM Li itu disampaikan pada 7 Mei tahun lalu. Kala itu, Li memastikan siap mengimpor CPO asal Indonesia dalam jumlah yang lebih banyak, yakni bertambah 500 ribu ton.
Jumlah penduduk China yang besar, sebanyak 1,37 miliar, merupakan pasar yang besar bagi ekspor komoditas dari Indonesia. “Pada saat ini, konsumsi minyak kelapa sawit di China tak lebih dari 5 juta ton. Kami segera memberi arahan ke kementerian dan lembaga kami agar bisa merealisasikan (menambah impor),” jelas Li.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), volume ekspor kelapa sawit Indonesia ke China tercatat 3,73 juta ton pada tahun 2017. Angka ini mengambil 12,01% dari total volume perdagangan kelapa sawit Indonesia sebesar 31,05 juta ton di tahun itu.
Rupanya lobi sawit juga dilakukan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat dengan State Councilor/Menlu RRT Wang Yi di Great Hall of the People, Beijing Rabu, (24/4). “Indonesia harapkan RRT dapat segera realisasi komitmen untuk tingkatkan impor minyak kelapa sawit dari Indonesia, ujarnya.
Sumber: Republika
Harga Cenderung Turun
Sementara itu, di bursa Malaysia Derivatives Exchange, harga CPO belakangan ini cenderung turun. Harga CPO kontrak pengiriman Juni di bursa Negeri Jiran itu dihargai MYR2.144/ton. Selama sepekan lalu, harga CPO sudah turun 2,77% secara point-to-point, kendati lebih baik dibandingkan harga awal tahun, yang tercatat menguat 1,08%.
Harga CPO turun antara lain dipengaruhi adanya laporan bahwa impor minyak sawit Uni Eropa tidak bergerak. Pada periode 1 Juli 2018 – 21 April 2019 impor sawit UE sebesar 5,2 juta ton. Angka itu sama dengan periode yang sama satu tahun sebelumnya. Di sisi lain, impor kedelai pada periode tersebut naik 10% menjadi 11,8 juta ton.
Kampanye negatif atas sawit yang sudah merebak di UE sejak tahun lalu diduga membuat minyak sawit kalah bersaing dengan minyak nabati lain, macam minyak kedelai.
Selama ini Uni Eropa merupakan importir minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2018, jumlah impor CPO Benua Biru ini mencapai lebih dari 3 juta ton, hanya kalah dari India yang lebih dari 7 juta ton.
Sumber: CNBC
Masih Ada Waktu
Pada Maret lalu, Komisi Eropa telah memutuskan untuk menghapus secara bertahap penggunaan Bahan Bakar Nabati/BBN (biosolar) berbasis CPO hingga 2030. Dengan begitu, permintaan minyak sawit dari UE juga akan terganggu. Meskipun peraturan tersebut belum berlaku sepenuhnya dan masih melalui proses uji coba, namun importir akan mengambil langkah yang konservatif.
Kini, pemerintah masih memiliki waktu untuk berupaya keras agar CPO tidak diperlakukan diskriminatif oleh Parlemen Eropa. Proses penetapan pelarangan CPO sebagai campuran bahan bakar biodiesel di negara-negara Eropa masih belum final. Ada beberapa tahapan yang mesti dilewati untuk sampai pada keputusan itu, mulai dari rapat di Komisi, Parlemen, hingga Dewan Eropa.
Sumber: setgab.co.id
Pemerintah mesti menunjukkan kegigihan perlawanannya agar komoditas unggulan itu tak begitu mudah diperlakukan diskriminatif. Apalagi, Eropa merupakan rujukan belahan dunia lain dalam mengambil keputusan Eropa adalah pembentuk persepsi. Kalau Eropa menolak, dikhawatirkan yang lain akan mengikutinya, kata Piter Abdullah, ekonom ICORE.
Jepang, misalnya, sekarang sudah mulai coba-coba membuat restriction atau larangan soal yang sama karena melihat sikap UE. Di Pakistan, sudah mulai ada kampanye negatif dengan isu kesehatan. Ini yang harus segera kita manage, jangan sampai kemudian melebar ke mana-mana, kata Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Oleh sebab itulah pemerintah terus menyiapkan berbagai upaya lanjutan sekalipun rapat Dewan Eropa belum terjadwal. Jika keputusan soal pelarangan sawit diadopsi dalam konsilnya, langkah pamungkas yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah membawanya ke Badan Sengketa WTO.
Pemerintah memang perlu membeberkan bukti-bukti untuk melawan penetapan bahwa sawit sebagai penyebab alih fungsi lahan dan deforestasi. Soalnya, kalau dilihat dari luas lahan semua komoditas, kelapa sawit paling kecil dibandingkan dengan kedelai, rapeseed, bunga matahari, dan jagung. Total luas lahan sawit di seluruh dunia adalah 25 juta hektare (ha), sedangkan lahan kedelai mencapai 120 juta ha.
Makanya, tidak menutup kemungkinan bahwa pelarangan CPO untuk biodiesel di negara-negara Eropa hanya kamuflase belaka untuk menutupi sikap tidak fair mereka. Soalnya, mereka juga memiliki minyak nabati dari tumbuhan rapeseed dan bunga matahari yang posisinya terus terdesak oleh CPO.
UE telah melakukan deforestasi 100 tahun lalu sehingga sekarang ini hampir tidak ada lagi hutan di Eropa. Menurut catatan Gapki, deforestasi global 47% terjadi karena pengembangan ternak, kedelai, jagung, dan lain-lain. Di sisi lain, proteksi yang dilakukan oleh UE berkedok lingkungan.
Berdasarkan data Gapki, ekspor CPO Indonesia setiap tahunnya mencapai 4-5 juta ton atau sekitar 13% dari total ekspor yang mencapai 34 juta ton. Dari angka ekspor tadi, sebagian digunakan untuk bahan bakar nabati. Setidaknya, biodiesel di Eropa yang berbasis sawit itu ada 1 juta hingga 1,5 juta ton.
Dari situ, sudah ketahuan berapa triliun rupiah yang harus lepas jika pelarangan penggunaan CPO untuk biodiesel jadi diberlakukan oleh Dewan Eropa. Jika harga CPO berada di kisaran US$572,5 per ton, potensi kehilangan devisa kita mencapai US$858 juta atau sekitar Rp12 triliun (kurs 14.000). Sementara, nilai ekspor CPO ke Eropa tahun lalu totalnya mencapai US$2,3 miliar.