Ceknricek.com — Hari – hari ini, kita menyaksikan proses perkara di Mahkamah Konstitusi, persidangan sengketa hasil pemilihan presiden 2024 yang telah selesai di sidangkan. Kini, berbagai prediksi / pertanyaan terkait putusan MK bermunculan dan mengemuka yang banyak saya terima, baik dari kalangan mahasiswa maupun diskusi lepas dengan teman secara offline.
Dan, hal itu juga nampak di ketiga kuasa hukum Paslon yang semuanya optimis akan “menjemput” kemenangan 22 April 2024.
Bahkan, ketua tim hukum Ganjar Pranowo – Mahfud MD yaitu Todung Mulya Lubis optimis Mahkamah Konstitusi akan melahirkan putusan yang cukup progresif terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 (berita Tempo.CO). Kondisi itu pula yang “merembes” kedalam suasana kebatinan masyarakat yang akan datang dengan sukarela dengan membawa harapan untuk mensupport kepada 8 hakim MK untuk memutuskan sengketa Pilpres 2024 yang seadil-adilnya.
Bola panas sengketa
Tampaknya, sengketa ini bukanlah perkara mudah terutama proses persidangan dan dinamika tahapan persidangannya. Dinilai bahwa persidangan MK hasil pilpres 2024 , tak dapat dipungkiri merupakan sidang MK paling seru.
Itulah sebabnya, Mahkamah Konstitusi dianggap kali ini telah menghidupkan optimisme publik untuk memastikan bahwa nilai keadilan harus di tegakkan. Belum pernah terjadi dalam sejarah pemerintahan Indonesia Bawaslu di panggil ke persidangan untuk melakukan klarifikasi / konfirmasi atas segala hal yang berkaitan proses pemilu hasil pilpres 2024. Juga terkait keberadaan teknologi informasi KPU, serta saksi – saksi ahli dan saksi fakta yang dihadirkan di persidangan cukup kredibel dan memiliki kompetensi/kapasitas keilmuan yang memadai seperti: Prof Magnis Suseno, Prof Djohamsah, Prof Eddy OS Hiarlej dll. Kesemuanya diberikan kesempatan secara berimbang di persidangan.
Perdebatan dan adu argumentasi juga berjalan dengan dinamis, misalnya Prof Yusril dengan saksi Prof Magnis yang secara keilmuan masuk ke ranah filsafat, yaitu hal – hal yang bersangkut paut soal etika, moral, dan hukum. Dalam kaitan prilaku presiden yang ikut secara langsung membagi bagi bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat di arena kampanye pilpres, apakah tindakan ini bisa di justifikasi ( dibenarkan ) atau merupakan kategorisasi pelanggaran etika dan moral yang dilakukan oleh seorang presiden.
Bola panas sengketa, tak hanya berlangsung dalam altar persidangan, tetapi juga di luar proses persidangan. Fenomena itu bisa dicermati bahwa sengketa kali ini adalah hadirnya berbagai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan yang diajukan sejumlah akademisi dan kelompok civil society.
Pesan moral yang diungkapkan, semacam petisi atau ekspresi kegelisahan menyangkut nasib negeri yang kali ini disandarkan kepada lembaga MK. Tentu dengan harapan MK bisa lebih lugas memainkan peran sebagai pengadil yang akan di kenang sebagai legazy yang indah bukan sebagai beban sejarah perjalanan MK.
Harapan itu, Megawati tak bisa menyembunyikan kegalauannya sebagai warga negara Indonesia, menulis artikel di koran Kompas, 8 April 2024 berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi.” Intinya, presiden ke 5 itu berharap “Ketukan palu hakim konstitusi menjadi pertanda akan memilih kegelapan atau menjadi fajar keadilan yang membentangkan optimisme bagi rakyat Indonesia.”
Menyelamatkan konstitusi
Putusan MK, Senin 22 April 2024, sangat ditunggu bangsa ini. Putusan MK , hemat saya apapun itu akan mengakhiri semua kontroversi keabsahan pemilu 2024. Itu harapan kita semua supaya putusan ini bisa diterima dan situasi kondisi pemerintahan kembali kondusif. Karena itu, putusan MK benar-benar mewujudkan keberadaannya sebagai lembaga pemutus dengan memberikan putusan yang tegas dalam pertimbangan putusannya.
Pemeriksaan saksi, ahli, dan pengajuan bukti telah selesai. Setiap pihak menyampaikan konklusi (kesimpulan) dan majelis hakim segera melakukan musyawarah untuk menjatuhkan vonis (putusan) atas sengketa hasil pemilu 2024. Putusan akan dibacakan pada hari Senin, 22 April 2024.
Putusan tersebut juga diharapkan bisa mencerahkan dan menjadi
pelajaran hukum yang sangat berharga, terutama sebagai penguatan peradaban demokrasi kita ke depan. Tujuannya, tentu untuk mengetahui apakah hal tersebut sudah sesuai dengan asas dan prinsip pemilu yang luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur, adil).
Lagi – lagi akan membuktikan bahwa persidangan
pilpres 2024 ini, memang memiliki optimisme untuk menghadirkan “keadilan yang substantif (justice)”. Seperti yang diamini oleh John Rawls sehingga muncul istilah terkenal darinya berupa justice as fairness. Namun, itu bisa terwujud jika 8 hakim konstitusi solid dan komitmen dengan keadilan yang harus dihadirkan dengan keberanian.
Sekali lagi, hanya dengan keberanian, Mahkamah Konstitusi akan memulihkan kepercayaansebagai “penjaga konstitusi” sehingga citra lembaga MK bisa keluar dari “titik nadir”. Optimisme rakyat Indonesia, hakim MK yang ada sekarang mampu menyelamatkan konstitusi dan demokrasi Indonesia.
Jakarta, 16 April 2024
#Abustan, pengajar Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Djakarta.