Ceknricek.com – Masuknya paham radikalisme ke masjid-masjid cukup memprihatinkan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyebut ada 40 masjid yang ceramahnya terindikasi memecah belah umat, termasuk menyebarkan radikalisme. Sandi mengatakan masjid tersebut telah dicatat Biro Pendidikan, Mental, dan Spiritual (Dikmental) DKI Jakarta sebagai masjid yang terpapar radikalisme.”Mulai dari ujaran-ujaran memecah belah, kebencian, dan sebagainya,” kata Sandi saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Rabu (6/6).
Meski begitu, Sandi enggan membeberkannya ke publik.”Kita tidak bisa umbar nama masjidnya. Sudah terpantau, bisa kita berikan pendekatan sendiri. Tugas kita sama-sama memastikan tidak ada radikalisasi,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi prihatin tentang adanya masjid yang terpapar radikalisme tersebut. “Jika informasi di atas benar maka kami sangat prihatin dengan kondisi tersebut,” kata Zainut. Dia mengatakan sedikit banyak ada pembiaran dan sikap permisif dari ormas Islam dan masyarakat terhadap paham radikalisme, sehingga kelompok tersebut tumbuh subur.
Radikalisme yang tumbuh, kata dia, juga dipicu oleh anggapan masyarakat yang belum menanggapi hal itu sebagai ancaman. Dengan begitu, lanjut dia, ada kesan pembiaran dan tidak menjadikan radikalisme, termasuk kelompok yang mendukungnya, sebagai musuh bersama. “Sikap permisif dan pembiaran tersebut membuat ruang gerak kelompok radikal menjadi semakin bebas,” kata dia.
Untuk itu, dia mengimbau pimpinan ormas Islam untuk memberikan perhatian serius terhadap masalah tersebut.”Perlu ada langkah bersama untuk menghadapi gerakan radikalisme, demi menjaga persatuan umat dan menyelamatkan NKRI,” kata dia.
Zainut juga mengimbau pengurus masjid dan masyarakat agar lebih selektif jika ingin menghadirkan penceramah. “Pilihlah penceramah yang mampu menyejukkan hati umat, merajut ukhuwah dan yang mampu menenangkan situasi dan kondisi agar tetap kondusif, terjaga kerukunan dan terwujudnya harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata dia.
MUI memandang, perlunya langkah konkret untuk menanggulangi masalah radikalisme dari hulu. Hal ini dikatakan oleh Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia Kiai Masduki Baidlowi kepada ceknricek.com. “Selama ini pemerintah banyak mengerahkan anggaran untuk proses penindakan seperti kepada polisi untuk menangkap teroris. Tapi masalah di hulunya kurang diperhatikan,” katanya.
Proses pencegahan faham radikalisme seperti yang diduga terjadi di beberapa masjid itu seharusnya menjadi perhatian serius pemeringtah. “Dalam hal ini, politik anggaran pemerintah harus diarahkan pula ke pencegahan. Ibaratnya sungai kalau tidak jernih dari hulunya, maka airnya sampai hilir akan kuning,” ujarnya. Menurut Masduki, pemerintah harus memberi anggaran kepada MUI dan ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persis dan sebagainya yang memiliki komitmen tinggi terhadap NKRI.
Jika anggaran untuk proses pencegahan tersebut memadai, maka berbagai ormas Islam tersebut bisa menjalankan prgramnya secara lebih baik. Misalnya saja kalau ada indikasi sebuah ceramah menyatakan tidak boleh menghormat bendera Merah Putih, maka itu adalah bibit faham dari radikalisme.
Ormas Islam secara terporgram bisa menjalankan fungsi pencegahan, misalnya dengan mengadakan dialog dengan penceramah tersebut. “Bisa juga dengan melakukan diksusi untuk menjelaskan kepada orang yang salah dalam pemahaman agama tersebut,” ujarnya lebih lanjut. Mereka yang terpapar radikalisme umumnya bersifat tertutup dan tidak berdialog dengan orang lain. Dengan memperbanyak dialog, faham radikalisme bisa dicegah dari hulu.
Menurut Masduki, MUI sudah menyampaikan masalah ini kepada pemerintah. “Presiden Joko Widodo sudah setuju untuk memperbanyak anggaran demi melakukan pencegahan di hulu,” katanya.