Ceknricek.com — Sebuah “class action” atas nama petani rumpur laut Indonesia menggugat perusahaan minyak karena pencemaran di ladang minyak Montara pada 2009 silam. Kasus tersebut mulai disidangkan di Sydney, Australia, Senin (17/6).
Dalam sidang yang direncanakan berlangsung selama 10 minggu tersebut, petani dari kawasan Nusa Tenggara Timur menggugat ganti rugi sekitar AU$200 juta, atau lebih dari Rp2 triliun, karena pendapatan mereka berkurang akibat pencemaran.
Salah seorang wakil petani, Daneil Sanda, hadir di Pengadilan Federal Australia di Sydney. Ia didampingi tim pengacara dari kantor pengacara Maurice Blackburn.
Yang digugat adalah perusahaan bernama PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Ptl Ltd dalam hubungannya dengan pencemaran dari anjungan minyak lepas pantai Montara, yang terbakar sehingga ribuan barel minyak mencemari Laut Timur selama lebih dari 70 hari.
Daniel Sanda menjadi wakil dari sekitar 15 ribu petani di Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sebelumya menggantungkan mata pencahariannya pada rumput laut di kawasan tersebut. Anjungan Montara terletak sekitar 250 km arah Barat Daya dari Pantai Australia Barat dan sekitar 700 km dari Darwin. Sementara jarak ke Pulau Rote sekitar 250 km dari lokasi anjungan.
Tanggal 21 Agustus 2009, terjadi kebocoran di anjungan bernama Montara, sehingga 69 pekerja terpaksa diungsikan. Ketika kebocoran terjadi, ribuan barrel minyak bergerak ke arah petani di Pulau Rote, dan mencemari laut di tempat mereka mengambil rumput laut.
Menurut laporan media di Australia, SBS, pengacara yang mewakili penggugat, Julian Sexton, mengatakan selain minyak, bahan kimia yang digunakan untuk menutup kebocoran guna merusak industri rumput laut di kawaasan Pulau Rote selama bertahun-tahun kemudian.