Ceknricek.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) edisi Agus Rahardjo rupanya kepingin meninggalkan legacy yang dikenang juga. Pada Selasa (10/9), lembaga antirasuah ini membongkar tersangka kasus dugaan korupsi terkait mafia migas. Menurut KPK, Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd 2009-2013, Bambang Irianto, diduga menerima suap sebesar US$2,9 juta terkait dengan kasus perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service (PES) Pte. Ltd.
Itu baru satu. Kasus mafia migas bukan kasus sembarangan. Kasus ini melibatkan pejabat tinggi dan konspirasi jahat nan rapi yang merugikan negara miliaran dolar. Kasus mafia migas nilai politiknya setara kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia atau BLBI. Pada kasus kedua ini, Agus cs sudah menunjukkan tajinya, kendati akhirnya takluk di palu Mahkamah Agung.

Kejutan yang dibuat KPK edisi sekarang ini tentu saja patut diacungi jempol. Hanya saja, banyak pihak menilai kejutan di ujung masa jabatan para pimpinan KPK saat ini bisa jadi hanya akan menjadi bahan tertawaan saja. Mafia migas dibongkar, orang-orang yang membongkar juga bakal dibongkar. Akhirnya yang terjadi kemudian apa yang diikhtiarkan KPK periode sekarang hanya bernilai sebatas pengumuman saja. Ini hanya akan menjadi catatan kaki bagi KPK periode selanjutnya. KPK yang sudah dikebiri. KPK yang dipimpin figur yang diragukan komitmennya memberantas korupsi.
Baca Juga: Mimpi Lagi Tentang Kejayaan Minyak Kita
Lepas dari pada itu, kejahatan para mafia tetap saja patut dibongkar. Soalnya, mafia migas terutama melalaui Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sudah lama menjadi borok pemborosan bangsa ini. Biar saja ini akan menjadi catatan saja. Tak soal. Rakyat biar tahu siapa sejatinya para pencoleng itu.

Cerita Petral
Seperti kita tahu, Presiden Jokowi telah membubarkan Petral pada bulan Mei 2015. Satu langkah berani yang mustahil dilakukan pemerintah sebelumnya. Pasca pembubaran itu, KPK melakukan penyelidikan mendalam untuk menelusuri fakta-fakta hukum praktik mafia di sektor migas.
Petral dibubarkan pada saat Sudirman Said menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dialah yang membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pada November 2014. Tim ini diketuai oleh ekonom Faisal Basri, dan beranggotakan sebanyak 13 orang. Beberapa anggotanya antara lain; Djoko Siswanto (Plt Dirjen Migas), Fahmi Radhy (Pengamat), Agung Wicaksono (Direktur Utama PT Transjakarta), dan lainnya.

Tim Anti Mafia Migas ini mendalami praktik jual beli minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh Petral, anak usaha Pertamina yang bergerak khusus di sektor trading BBM dan crude oil. Enam bulan kemudian tim berkesimpulan adanya dugaan penyimpangan praktik jual beli minyak di anak usaha Pertamina tersebut.
Baca Juga: Mengapa Banyak Tikus di BUMN?
Tim telah memperoleh berbagai temuan terkait dengan praktik usaha Petral. Meski di hadapan tim anti mafia migas, Petral mengaku peserta tender sudah lebih banyak diikuti oleh National Oil Company (NOC) dan mengklaim rantai pengadaan minyak semakin pendek, praktiknya NOC yang menang tender tidak selalu memasok minyaknya sendiri bahkan kerap dapat pasokan minyak dari pihak lain.
Di sisi lain, Sudirman telah mengantongi hasil audit forensik Petral. Menurut Sudirman, hasil audit forensik itu menunjukkan adanya transaksi tidak jelas senilai US$18 miliar dalam transaksi jual beli minyak mentah dan BBM oleh Petral. “Yang berkaitan dengan potensi pelanggaran, kalau memang ada itu nanti akan diserahkan pada aparat penegak hukum. Siapa saja (penegak hukumnya) nanti sedang dicari waktu bersama menteri BUMN bersama timnya akan berkonsultasi dengan KPK bagaimana ke depan,” ujar Sudirman pada Jumat, 13 November 2015.
Audit itu dilakukan terhadap keuangan Petral pada periode 2012-2015 yang dilakukan oleh auditor independen KordaMentha di bawah supervisi Satuan Pengawas Internal Pertamina. Terdapat tiga kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan terhadap Petral, yakni kajian mendalam (due diligence) terhadap aspek keuangan dan pajak yang dilakukan kantor akuntan publik serta legal oleh kantor hukum dan wind-down process berupa inovasi kontrak, settlement utang piutang, dan pemindahan aset kepada Pertamina.
Baca Juga: KPK Wajah Jokowi
Pada hasil kajian, terdapat sejumlah temuan, di antaranya ketidakefisienan rantai suplai, berupa mahalnya harga crude dan produk yang dipengaruhi kebijakan Petral dalam proses pengadaan, pengaturan tender migas, kelemahan pengendalian HPS, kebocoran informasi tender, dan pengaruh pihak eksternal.
Pada bulan yang sama, KPK juga memulai penyelidikan untuk mengurai hasil audit itu demi menelusuri ada tidaknya dugaan tindak pidana korupsi. “Kasus-kasus yang seperti begitu menyita waktu dan butuh keterlibatan ahli untuk pendalaman. Kita memprioritaskan yang sudah matang,” ujar Zulkarnain sebagai Wakil Ketua KPK saat itu pada Sabtu, 21 November 2015.
Setelahnya kepemimpinan KPK berganti setelah dilantiknya Agus Rahardjo Cs pada Desember 2015. Selanjutnya, pada Januari 2016, Agus menyampaikan adanya temuan dugaan korupsi terkait Petral. Namun saat itu Agus menyampaikan temuan itu masih dipelajari. “Temuan ada, tapi lagi-lagi kita pelajari kemudian untuk kerugian negaranya. Akan kita undang ahli untuk itu,” katanya.
Kini, saat episode Agus akan berakhir, KPK pengumumkan kasus yang sudah mengendap empat tahun silam itu. Ya, semoga saja soal mafia migas bukan hanya irama keadilan yang dimainkan mafia juga. Bongkar, sidik, sidang, penjara. Jangan biarnya mafia menjadi raja bahkan menjadi pengendali raja di negeri ini.
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.