Ceknricek.com — Lima tahun berkuasa, menjadikan Presiden Joko Widodo mulai memahami dunia gelap, dunia mafia, di tubuh birokrasi. Ini adalah modal yang baik untuk kepemimpinan selanjutnya. Kini, Jokowi semakin percaya diri. Pada Rabu (13/11), kemarin, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah 2019 di Sentul, Bogor, ia menegaskan akan menggigit pihak-pihak yang masih mengganggu agenda besar yang tengah dijalankan pemerintah.
Menggigit? Begitulah. Jokowi bilang ia bisa menggigit para pengganggu dengan menggunakan penegak hukum mulai dari Polri, Kejaksaan hingga Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. “Kalau masih ada yang main-main, yang gigit saya sendiri. Lewat cara saya. Bisa lewat KPK. Bisa. Bisa lewat Polri. Bisa lewat kejaksaan. Akan saya bisikin saja, di sana ada yang main-main,” kata Jokowi.
Rakor itu dihadiri para gubernur, bupati, wali kota dari seluruh wilayah. Hadir juga seluruh kapolda, kapolres, kepala kejati dan kepala kejari.
Agenda besar pemerintahan ke depan, yang dimaksud Jokowi adalah penciptaan lapangan kerja, meningkatkan ekspor sekaligus menurunkan impor. “Jangan pernah ada yang bermain-main di area ini. Saya sudah wanti-wanti betul, di area ini kalau masih ada yang main-main, saya gigit sendiri, akan saya gigit sendiri,” tegasnya.
Kepada kepolisian dan kejaksaan, Jokowi juga mengingatkan jangan sampai para penegak hukum ini justru menggigit pejabat atau pelaku bisnis yang tengah melakukan inovasi untuk negeri. Namun, Jokowi juga mempersilakan penegak hukum menindak jika ada pejabat dan pengusaha yang melakukan kesalahan. “Kalau yang salah silakan digigit, tapi yang benar jangan sampai digigit dan jangan pura-pura salah gigit,” katanya.
Kepastian Hukum
Sebelumnya, Jokowi juga memerintahkan seluruh penegak hukum, termasuk KPK, untuk tidak mengganggu iklim investasi. Ia membeberkan bahwa selama ini banyak program-program yang justru banyak terkendala oleh permasalahan hukum. Menurut dia, banyak investor yang sudah antre untuk masuk, tapi karena kepastian hukumnya diragukan, akhirnya mereka tak bisa merealisasikan investasinya.
“Para pelaku usaha dan investor dalam negeri termasuk BUMN yang banyak ketakutan dengan aparat hukum tolong juga jangan sampai terjadi dicari-cari kesalahan, digigit-gigit sehingga program-program yang harusnya bisa kita selesaikan berhenti di tengah jalan,” katanya.
Baca Juga: Presiden Jokowi Pastikan Belum Keluarkan Perpu Revisi UU KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerjemahkan pernyataan Jokowi ini sebagai harapan Jokowi agar para penegak hukum tidak dikendalikan mafia. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan praktik mafia hukum selama ini menyebabkan inkonsistensi dalam penegakan hukum. Inilah yang mengganggu iklim investasi.
Praktik mafia hukum itu pun masih lazim ditemui misalnya dengan praktik “jual-beli hukum”. “Kalau ini yang ingin diperangi, sehingga penegakan hukum itu benar-benar ada. Ketika ada kepastian hukum investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya, atau berinvestasi pembangunan bisa berjalan, pemerataan ekonomi bisa berjalan, maka itu tentu akan sangat bagus,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Idham Azis, menyebut banyak kepala kepolisian resor (kapolres) yang meminta-minta proyek kepada pemerintah daerah (pemda). Para kapolres itu menghambat proses pembangunan di daerah.
“Saya minta para kapolres tidak (jadi) bagian dari permasalahan yang ada di daerah. Karena juga bukan rahasia umum kapolres itu kalau dia minta proyek, nah ini bagian masalah, bagian konspirasi,” kata Idham.
Dia menegaskan akan mencopot jajaran kepolisian yang menghalang-halangi upaya pemda melakukan pembangunan. Idham bahkan membuka diri jika ada kepala daerah yang melaporkan kapolres korup.
“Kalau dia (kapolres) begitu, silakan gubernur, wali kota, silakan hubungi saya, nanti saya carikan pemain cadangan. Yang paling penting menyongsong periode kedua Pak Presiden, mengamankan pembangunan sesuai track-nya,” tutur Idham.
IMB dan Amdal
Bukan hanya “mafia” yang dianggap mengganggu investasi. Pemerintah juga tengah menyisir aturan-aturan yang dianggap membuat investor enggan menanam duitnya di sini. Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyampaikan wacana kontroversial. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN, Sofyan Djalil, bilang sebuah forum group discussion (FGD) mengusulkan penghapusan izin mendirikan bangunan (IMB) dan analisis dampak lingkungan (AMDAL).
“Banyak sekali komplain tentang IMB ngurusnya lama, berbelit-belit, biayanya mahal dan setelah dapat, tidak di-enforce, dilanggar. Sehingga ada yang melesetin IMB menjadi izin melanggar,” kata Sofyan, Selasa (12/10).
Dalam FGD yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan itu muncul tiga opsi untuk memberikan solusi. Pertama, IMB dihapus lantaran sudah ada rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengatur detail tata ruang. “Persyaratan itu ditambah dengan pengawasan yang ketat, kalau nggak misal nggak benar bongkar, kalau melanggar bongkar,” ujarnya.
Baca Juga: Presiden Jokowi Murka, Tinggal 2 Bulan Masih Urusan Lelang Konstruksi
Kedua, IMB tetap diperlukan namun izinnya dipermudah. “Kalau dulu ngurusnya 3 bulan 4 bulan, dipercepat. Ngurusnya orang datang ngurus izin, tapi persyaratannya dia harus teken kontrak kemudian diikutin pengawasan yang ketat dan harus kita tambah inspektur,” paparnya.
Ketiga, IMB dipermudah namun pengawasannya diperketat dengan menambahkan pihak ketiga seperti konsultan. “Intinya pemerintah ingin membuat bisnis mudah, ingin menciptakan lapangan kerja. Oleh sebab itu apapun yang menciptakan hambatan akan dimudahkan,” jelasnya.
Sofyan sendiri belum bisa menentukan kebijakan mana yang akan diambil karena masih dalam pembahasan. Soal penghapusan amdal, dia menuturkan tak dihapus. Namun, dia bilang, berdasarkan keterangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Amdal bisa dikecualikan.
Penyederhanaan Proses
Yonvitner, Kepala Pusat Studi Bencana-LPPM IPB, berpendapat menghapus syarat amdal adalah bentuk kegagalan paham dari makna pembangunan berkelanjutan.
Administrasi investasi memang perlu disederhanakan. Skema penyederhanaan itu perlu disusun secara baik dan terukur. Hanya saja, mengamputasi peran amdal tidak hanya berdampak pada soal perubahan administrasi proyek, tapi lebih jauh berdampak pada perubahan tata kelola lingkungan.
Ada tiga alasan kenapa amdal penting dipertahankan bahkan harus diperkuat. Pertama, amdal merupakan instrumen lingkungan yang bersifat komprehensif dan digunakan juga di berbagai negara. Kedua, amdal menjadi instrumen penghubung masyarakat dengan industri serta lingkungan. Ketiga, amdal jadi basis data dan menjadi tolok ukur (threshold) pencapaian pembangunan berwawasan lingkungan melalui aktivitas industri.
Ke depan, menurut Yonvitner, kita semestinya berpikir bahwa amdal bukanlah penghambat, tetapi perlu pengayaan substansi dan penyederhanaan proses. Amdal hanya perlu penyederhanaan administrasi dan penguatan substansi sehingga menjadi lebih powerfull dalam mengurangi kerugian karena bencana, serta tetap sejalan dengan prinsip pembangunan hijau (green development).
Soal gigit menggigit sampai masalah IMB dan amdal mencerminkan betapa lemahnya aparatur pemerintah dalam membaca keinginan Presiden. Ini terjadi karena mereka terbiasa dengan mafia-mafiaan. Kini kita tunggu gigitan Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini