Ceknricek.com — Tepat pada tanggal hari ini, dua tahun lalu, 19 September 2017, Jake LaMotta, sosok petinju legendaris Italia-Amerika mengembuskan napas terakhir dalam usia 95 tahun. Ia wafat akibat pneumonia di sebuah panti wreda.
Selama masa kariernya sebagai petinju, lelaki dengan gaya bertarungnya yang ganas dan selalu merangsek ke depan musuhnya itu pernah menjuarai tinju dunia kelas menengah pada tahun 1949. Keganasannya di atas ring membuat dia dijuluki sebagai Raging Bull, atau Banteng yang Marah.

Biopik Raging Bull
The Bronx, Cleveland, 1941.
Suara riuh rendah bergaung di sekitar ring tinju. Ronde ke-9 berakhir, dua petinju istirahat sejenak di pojok ring. Kericuhan terjadi dengan berkelahinya penonton yang saling bertaruh. Perempuan menjerit. Pop corn pun dilemparkan ke arah mereka berkelahi.

Baca Juga: Rocky Marciano: Si rahang Besi dari AS
Layar berubah. Ronde terakhir bagi Jake LaMotta (Robert de Niro) melawan Jimmy Reeves. Jab demi jab berlalu. LaMotta hanya terus menunduk dan mengindari right cross dari Reves. Dan saat itulah tiba, ia mengambil kesempatan, hook kirinya mengenai Reves, dan membuat petinju itu jatuh. Pukulan-pukulan lain pun datang menyusul setelah ia berdiri.

Yang terjadi selanjutnya, suasana kacau setelah ditetapkannya Jimmy Reeves sebagai pemenang. Perempuan terinjak. Kursi dilempar ke atas ring. Perkelahian antar penonton. Untuk menenangkan suasana, lagu kebangsaan Amerika, Star Spangled Banner dimainkan oleh seorang perempuan.
Adegan dengan nuansa komikal tersebut merupakan pembuka dari film Ragging Bull (1980) garapan Martin Scorsese yang menceritakan sosok Jake LaMotta, seorang petinju brutal dari awal karir hingga akhirnya menjadi pembawa acara guyonan di sebuah cafe setelah ia pensiun. Jake LaMotta memang seorang petinju dengan selera humor yang apik. Namun di atas ring tak ada yang berani tersenyum di hadapannya.
Karier LaMotta
Selama kariernya La Motta telah bertanding sebanyak 106 kali dengan 19 kali kalah, dan skor imbang 4 kali. Pada 1900 namanya dimasukkan dalam senarai Boxing Hall of Fame. Hampir di semua pertandingan, lelaki dengan tinggi 173 cm ini dikenal sebagai petinju yang lincah. Ia tidak kenal rumus bertahan. Baginya, menyerang dan menyerang lawan adalah pertahanan terbaik.
La Motta rela dihujani pukulan oleh musuhnya terlebih dahulu untuk bisa melepaskan pukulan terbaiknya. Gaya bertinjunya yang main tabrak, ditambah aksi merunduknya kerap berakhir menjadi pengalaman pahit lawannya. Yang umum terjadi adalah, pelipis pecah, pelindung gigi ikut terpental, atau dikanvaskan sang banteng.

Baca Juga: Mengenang Gigitan Maut Tyson ke Telinga Holyfield
Tentu saja daya tahan dan kekuatan tersebut tidak semata-mata turun dari langit. Lelaki kelahiran 10 Juli 1922 di Bronx, New York itu sejak kecil sudah dipaksa oleh ayahnya melawan anak-anak lain di atas ring untuk menghibur orang dewasa dengan saling baku hantam. Para penonton kemudian merogoh kantong dan melemparkan uangnya ke atas ring. Uang itu lalu dipakai sang ayah untuk membayar sewa hunian.
Dalam biografinya, Raging Bull: My Story (1970), LaMotta mengakui bahwa sang ayah adalah satu-satunya pria yang ia takuti. Dia sudah memukuli LaMotta sejak kecil. Meskipun demikian, La Motta selalu kuat menerima pukulan, seolah dagunya terbuat dari beton. Dari sinilah ia mulai ketagihan dengan dunia baku hantam, hingga kadang menyerempet ke dunia kriminal dengan keseringan mencopet dan mencuri.

Baca Juga: Mike Tyson, Jatuh Bangun Surut Karier Si Leher Beton
Setelah beberapa kali masuk bui karena kenakalan remajanya, di umur 19 tahun, LaMotta memulai karier profesionalnya sebagai petinju. Berbekal tempaan sejak usia dini, perjalanan cukup mulus. Ia memenangkan 13 pertandingan awalnya dengan telak. Kekalahan pertama ia alami ketika melawan Jimmy Reeves sebagaimana ditulis di muka.
Namun, tentu saja yang menjadi pertarungan paling legendaris petinju keturunan Sisilia ini saat ia melawan Sugar Ray Robinson, yang berlangsung sebanyak 6 kali, dari periode 1940-1950. Meskipun hanya memenangkan dua kali pertandingan melawan Robinson, nama LaMotta akan tetap dikenang sebagai orang yang masih berdiri tanpa pernah jatuh di pertandingan terakhirnya yang ke-6 pada 14 Februari 1951.

Dalam pertandingan itu, ia memang kalah TKO. Namun dengan nafas terengah-engah dia masih mampu mengejek Robinson yang tak mampu menjatuhkannya. “Kamu gagal. Kamu tak bisa menjatuhkanku!”
Waktu terus berlalu. 66 tahun kemudian, mautlah yang akhirnya menjatuhkan LaMotta. Kisah sang banteng berakhir, tanggal hari ini, 19 September, dua tahun lalu.
BACA JUGA: Cek AKTIVITAS KEPALA DAERAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini