Ceknricek.com — Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Yunahar Ilyas, telah tiada. Pengurus pusat Muhammadiyah dan guru besar Universitas Muhammadiyah itu, mengembuskan napas terakhir di RS Sardjito, Yogyakarta, Kamis (2/1) pukul 23.47 WIB. Almarhum tutup usia setelah menjalani perawatan intensif karena sakit dan bahkan sempat menjalani cuci darah.
Riwayat keilmuan putra Bukittinggi, kelahiran 22 September 1956 tersebut, diakui banyak pihak sebagai ahli bidang tafsir sehingga pendapat keagamaannya kerap menjadi panduan beragama bagi sejumlah kalangan umat Islam.
Pak Yun atau Buya Yun –begitu Almarhum akrab disapa– memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri Taluk I di Bukittinggi, lulus pada 1968. Ia kemudian melanjutkan sekolah di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Bukittinggi (lulus 1972) dan PGAN Padang (lulus 1974).
Di jenjang berikutnya, dia menimba ilmu di Jurusan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang (lulus 1978), Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud Riyadh Arab Saudi (lulus 1983), Jurusan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah, IAIN Imam Bonjol Padang (lulus 1984).
Gelar master (S-2) diperoleh di Program Pascasarjana Aqidah dan Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (lulus 1996) dan untuk titel doktor masih di kampus yang sama untuk kajian Ilmu Agama Islam (lulus 2004).

Baca Juga: Mengenang Sahabat Karib Saya, Bahtiar Effendy
Guru besar di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu, adalah tokoh sentral Muhammadiyah di Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) yang bertugas melakukan pengkajian, penafsiran dan penerapan ajaran dalam agama Islam.
Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Anwar Abbas, mengakui sepak terjang Buya Yunahar dalam ilmu agama. Menurut dia, Almarhum memiliki jiwa toleransi yang tinggi.
“Bidang keahlian beliau yang menonjol adalah dalam ilmu tafsir, yaitu suatu cabang keilmuan dalam Islam yang sangat sarat dengan perbedaan pendapat, beliau sudah terbiasa menghadapi perbedaan pendapat dan melihat suatu masalah dari berbagai perspektif,” kata dia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Yunahar adalah sosok teman dengan banyak teladan dan ahli dalam berdakwah dengan penyampaian yang mudah dimengerti banyak kalangan.

“Saya telah lama berkawan dan berinteraksi secara intens dengan Prof Yunahar sejak tahun 1980-an, banyak teladan yang baik yang dapat diambil dari beliau. Penguasaan ilmu agama yang mendalam, khususnya di bidang tafsir, kepiawaian dalam bertabligh yang mudah dicerna umat, ramah dan mudah bersahabat, serta kehati-hatian dalam bersikap sehingga seksama dan bijaksana,” katanya.
Haedar mengatakan, Muhammadiyah kehilangan figur ulama santun dan berakhlak mulia. Sosok Yunahar juga rutin menuangkan pemikirannya melalui buku dan media massa secara rutin.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman menilai sosok Yunahar merupakan ulama besar yang sangat tinggi dedikasi terhadap dakwah Islam. Agus yang turut mendampingi pengobatan Yunahar itu, mengatakan setelah dirawat di RSUP Dr. Sardjito semula dalam rangka persiapan cangkok ginjal.
Deputi Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Asrorun Ni’am Soleh mengenal Yunahar sebagai sosok yang konsisten. “Beliau adalah sosok yang alim, bersahaja, konsisten dalam berpikir, bertutur kata dan bertindak,” kata Ni’am yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI dan tokoh muda ormas Islam, Nahdlatul Ulama.
Yunahar memang dikenal akrab dengan semua kalangan. Kini, pribadi pengayom serta menjadi tokoh umat dan bangsa itu, telah tiada. Jenazah Almarhum dikebumikan di Pemakaman Karangkajen, Yogyakarta, selepas salat Jumat (3/1).
BACA JUGA: Cek OLAHRAGA, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.