Ceknricek.com — KH Maimun Zubair adalah kyai sepuh yang sering menjadi tumpuan permasalahan besar kebangsaan dan dunia Internasional. Sosok yang merupakan Mustasyar atau Dewan Penasihat Pengurus Besar Nahdatul Ulama itu wafat hari ini, Selasa (6/8), di kota Makkah, Arab Saudi dalam usia 90 tahun.
“Wafatnya bapakku (KH Zubair Dahlan) Seloso, Mbahku dhino Seloso, buyutku dhino Seloso, maka dari itu kenapa orang-orang dahulu ngaji prei hari Selasa. Karena wafatnya orang alim biasanya hari Selasa,” dawuh Mbah Maimoen, seusai ngaji pada Balagh Ramadhan 1440H, lalu.
Mbah Moen, sapaan akrab terhadap ulama tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat itu, semoga wafat dalam khusnul khatimah, sebagaimana ia ungkapkan dalam pesan Ramadan terakhir beliau di atas ketika mengaji kitab Tanbuhul Mughtarin dikutip dari laduni.id, Selasa (6/8).
Dimakamkan di Mekkah
Kabar duka wafatnya Mbah Moen langsung meroket merajai trending topic Twitter dalam hitungan waktu singkat. Lebih dari 56.000 kicauan menyebut kata “Mbah Moen”, Selasa hingga pukul 13.00 WIB. Belum lagi yang menggunakan kata “innalillahi” dan “KH Maimun Zubair”, yang masing-masing melampaui 27.000 kicauan.
Foto: Istimewa
Jenazah ulama penulis kitab al-ulama al-mujaddidun tersebut dimakamkan di Makkah bada zuhur, usai disalatkan di Masjidil Haram.
Kitab al-ulama al-mujaddidun karya KH Maiomun Zubair. Sumber: NU
“Beliau nanti setelah salat zuhur Masjidil Haram mau disalati dan disarekke (dimakamkan) di Maqom Ma’la dekat dengan Sayidah Khodijah AlKubro RA, guru beliau Sayid Alawi al Maliki dan juga Abuya Sayid Muhammad Alawi al Maliki dan deket juga maqom Habib Salim As Syathiry,” ujar asisten putra Mbah Moen, Taj Yasin, Rumail Abbas.
Kiprah Mbah Moen
Kyai Maimun lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kiai sepuh ini, mengasuh pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Mbak Moen merupakan putra dari Kyai Zubair Dahlan, Sarang, seorang alim dan faqih.
Besar dalam didikan seorang ayah yang mengetahui ilmu agama dan banyak mengarang kitab, seperti Kitab Manasik Haji, Nadlom Risalah As Samarqondiyah, dan beberapa Nadloman mengenai Rumus-Rumus Fuqoha’ akhirnya menjadikan basis pendidikan agama Maimun Zubair menjadi kuat.
Sumber: Antara
Setelah cukup dewasa, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kyai Abdul Karim. Selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kyai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Umur 21 tahun, Mbah Moen melanjutkan belajar ke Mekkah Mukarromah. Perjalanan ini didampingi oleh kakeknya sendiri, Kyai Ahmad bin Syuáib. Di Mekkah, Kyai Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Sumber: Go Muslim
Sepulang dari Tanah Suci, ia sempat meluangkan waktu untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kyai Baidhowi, Kyai Ma’shum Lasem, Kyai Bisri Musthofa (Rembang), Kyai Wahab Chasbullah, Kyai Muslih Mranggen (Demak), Kyai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kyai lain.
Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kyai, Mbah Moen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Mbah Moen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Kyai Maimun di Dunia Politik dan di Mata Gus Mus
Selama hidupnya, Kyai Maimun juga berkiprah sebagai penggerak di dalam perpolitikan Indonesia. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Almarhum juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Lain dari itu, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimun Zubair pun diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Foto: Istimewa
Politik di dalam diri Kyai Maimun bukan tentang kepentingan sesaat, tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Hal ini senada dengan ungkapan Gus Mus, sosok Kyai Maimun merupakan seseorang yang mampu bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat.
“Sosok Mbah Maimun itu berbeda dari politikus yang lain, karena beliau dari segi nawaitunya (niat) apa yang dia tuju, baik dari etika dan politik praktisnya itu berbeda,” ungkap salah satu ulama dari Rembang tersebut.
“Saya kira kunci dari itu semua karena Kyai Maimun mencintai manusia, mencintai orang, dan tidak membeda-bedakan. Karena itu untuk dapat seperti Kyai Maimun menganggap manusia itu seperti manusia. Jadi tidak ada yang setengah manusia, yang agak manusia itu tidak ada,” tandas Gus Mus.
Foto: Instagram
Memang, jika dilihat dalam lanskap perpolitikan Indonesia, dalam mencintai sesama, Mbah Moen tidak tebang pilih. Semua di matanya ialah satu kesamaan; manusia. Hal ini tentu tercermin dari tamu-tamu yang tidak hanya dari kelompok muda dan tua. Dari kelompok politisi dan non politisi, tapi juga dari berbagai etnis dan aliran pemikiran.
Demikianlah, Kyai Maimun merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak dalam kancah perpolitikan Indonesia, yang namanya sempat dijadikan rebutan oleh dua kubu yang ingin memenangkan Pilpres 2019. Seorang sesepuh yang melihat politik sebagai salah satu kontribusi untuk menyatukan pecah belah pertikaian yang selalu memanas di tiap musimnya; tentu saja dengan perdamaian.